Hanya ada keheningan yang terjadi antara Adrian dan Rianty dalam perjalanan pulang. Langit jingga sudah terlihat. Pertanda petang akan datang.
Sedari tadi mulut Rianty sudah gatal ingin bertanya. Tapi takut jika Adrian akan tersinggung. Rianty menghela nafasnya dibalik tubuh tegap Adrian yang sedang fokus mengendarai motornya.
"Adrian.."
Adrian membuka kaca helmnya. Hanya bergumam untuk menjawab panggilan Rianty.
"Lo pernah bilang kalo lo udah gak sayang sama dia," tanya Rianty ragu. Dia yang dimaksud olehnya adalah Natalie.
Adrian bergeming. Tak cepat menjawab. Dan sekarang menghentikan laju motornya di pinggiran jalan. Rianty mengernyitkan kening. Tak tau apa yang akan Adrian lakukan setelah ini.
"Gue juga gak tau, gue gak suka aja liat dia jalan sama cowok lain," tutur Adrian.
"Itu artinya lo masih sayang sama dia. Lo belom putus sama dia?"
Adrian menatap Rianty yang kini menatapnya juga. Lantas menggeleng lemah merasa bersalah. "Maaf, Ri. Gue emang belom putus sama Natalie."
Rianty menarik nafas dalam. Hatinya sudah meronta kecewa. Tapi tidak seharusnya dia seperti ini. Rianty kembali menegak dan kembali menoleh ke arah Adrian yang kini menunduk dengan tatapan kosong.
"Itu hak lo kok. Gue gak punya hak buat ngelarang lo, apalagi marah sama lo."
"Dan sekarang gue ngerasa udah jadi cowok paling bego di dunia. Gue udah ngecewain dia dan sekarang gue juga udah ngecewain lo dengan kebohongan gue."
"Semua udah terjadi, lo nyesel pun percuma. Gak akan ngembaliin keadaan." Rianty mengelus bahu Adrian. Mencoba menenangkan Adrian.
Adrian mendongak. Menatap Rianty yang sedang tersenyum manis ke arahnya. "Ini karma buat playboy kayak gue kali ya," ucapnya.
"Ssttt.. lo ngomong apa sih?" Rianty menghadapkan tubuhnya ke arah Adrian. "Sama halnya lo yang mau bantu gue untuk perjuangin cinta gue ke Jovi, gue pun akan bantu lo untuk perjuangin cinta lo untuk Natalie."
"Tapi Natalie itu keras kepala, Ri. Kalo dia udah bilang gak, ya jangan pernah harap dia akan bilang iya," ujar Adrian menanggapi.
"Belom kita coba Adrian. Lo cuma harus sabar sampe Natalie mau nerima lo lagi," ucap Rianty.
Adrian mengacak rambut frustasi. Rianty mengangkat dagu Adrian agar matanya saling bertatapan. "Lo harus yakin." Tangan Rianty beralih memegang pipi tirus Adrian. Matanya menyorot tajam. Setelahnya merengkuh tubuh Rianty ke dalam pelukannya.
Rianty membatu. Tubuhnya seakan kaku tak bisa digerakkan. Deru nafasnya mulai tak beraturan. Begitu juga dengan Adrian. Detak jantungnya tak seirama, deru nafasnya tersengal. Bahunya bergerak naik turun, Adrian menumpahkan penyesalannya dalam air mata itu. Rianty yang menyadari itu lantas mengelus punggung Adrian dengan gerakan ragu.
Rianty melepaskan pelukan itu perlahan. Mengusap pelan seberkas air mata yang menggenang di pipi tirus Adrian. Dan merapikan rambut Adrian yang basah karena keringat. Seperti ibu yang mengusap anaknya penuh kasih sayang.
"Maaf."
"Baru kali ini gue liat cowok nangis di depan gue," ucap Rianty jujur.
"Lo pasti ilfeel ya sama gue?"
Rianty tertawa renyah. "Ternyata lo lucu juga ya."
"Gue nanya serius."
"Gue gak ilfeel sama lo. Udah, yuk pulang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...