Ketukan pintu utama membuat sang empunya menyahut lantang agar sang tamu mendengarnya. Sita yang masih sibuk di dapur akhirnya buru-buru melangkahkan kaki untuk membuka pintu utamanya.
Sita membuka pintu dan langsung berbinar melihat siapa yang datang.
"Assalamualaikum, selamat pagi tante cantik," sapa Jovi ramah.
"Waalaikumsalam, selamat pagi kembali calon mantu," sapa balik dari Sita dengan senyum yang semakin melebar.
"Ah, si tante bisa aja," ucap Jovi malu-malu.
"Tumben banget pagi-pagi udah disini."
"Rindunya berat tante, jadi harus pagi kesininya," jawab Jovi sembari terkekeh pelan.
"Masuk dulu, tante lagi masak. Kamu tunggu di ruang tengah aja sambil nonton tv," titah Sita yang sudah melangkah kembali ke dapur. Jovi mengikuti Sita dari belakang.
"Rianty dimana tante?" tanya Jovi yang sudah mendudukan dirinya di sofa.
"Dia di kamar, masih istirahat," jawab Sita sambil membalik ayam gorengnya di wajan.
Ruang keluarga dan dapur memang tidak memiliki sekat dinding yang tinggi. Sehingga kegiatan di dapur dapat di lihat dari ruang keluarga, dan begitupun sebaliknya.
"Udah mendingan kan, tan?"
"Alhamdulillah," ucapnya bersyukur. "Sabar ya kangen-kangenannya tante selesain masak dulu baru panggil Rianty buat makan sekalian."
"Iya nggak papa kok, Jo juga gk buru-buru."
Sita melanjutkan masaknya dengan santai. Sedangkan Jovi sudah asyik menonton layar kaca yang menyajikan film kesukaannya. Sita selalu suka jika ada teman Rianty yang mampir ke rumah. Contohnya saja Jovi sekarang yang sangat diterima kedatangannya oleh Sita. Sita dan Abi sangat ingin mempunyai anak laki-lagi. Tapi, Tuhan belum mengizinkannya.
Setelah selesai merapikan alat masaknya, kini Sita membereskan meja makan. Jovi inisiatif untuk membantunya.
"Ada yang bisa Jovi bantu tante?"
Sita menoleh mendapati Jovi yang sudah menghampirinya di meja makan. Sita bergumam kemudian berkata, "Kamu panggil Rianty aja di kamarnya."
Jovi terkejut. Tubuhnya menegang dan dengan susah payah menelan ludahnya. Saat Jovi akan mengeluarkan suara tiba-tiba suara Rianty berkumandang memanggil ibunya. Syukurlah, Jovi tidak perlu memanggilnya di kamar. Derap langkah kaki menuruni tangga pun semakin jelas terdengar.
Rianty memicingkan mata menatap Jovi heran. Sesekali menampar pipi chubby miliknya untuk menyadarkan mimpinya. Setelah menampar pipinya sendiri mimpi itu belum hilang, dan Rianty mengucek matanya untuk memastikan lagi bahwa ini hanya mimpi. Tapi ternyata tidak, ini bukan mimpi. Ini nyata. Rianty melihat Jovi berdiri dihadapannya dengan senyum yang mengembang sempurna.
"Pagi, Ri," sapa Jovi canggung. Rianty mengerjapkan mata. Sekali lagi memastikan apa benar itu Jovi. Lagi-lagi itu kenyataan. Jovi benar-benar ada dihadapannya. Sungguh, bukan hanya bunga tidur.
"Jovi?" panggil Rianty dengan suara yang memang masih serak. Lagi-lagi Jovi tersenyum sangat manis di depannya dan mengangguk membenarkan.
Rianty tidak tau harus merespon seperti apa. Jujur dia sangat senang. Tapi rasa kecewa kembali menghantuinya. Senyum yang tercetak di bibir indahnya mulai memudar.
"Pas banget kamu turun, ayo kita makan sama-sama. Jovi udah nungguin kamu loh dari tadi," ucap Sita memecah keheningan diantara dua remaja itu.
Rianty tersenyum simpul. Dia tidak mau ibunya tau bahwa dirinya dan Jovi sudah tidak memiliki hubungan lagi. Rianty tidak mau jika ibunya memandang Jovi sebagai pemuda yang tidak baik. Begitulah Rianty, sesakit apapun dia, tetap saja masih memikirkan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...