20

635 24 0
                                    

Elvano menggeliat. Terbangun setelah 3 jam mereka tertidur di tepi danau itu. Menatap wajah manis Rianty saat tertidur. Membuat Elvano gemas melihatnya. Tangannya mengulur menyentuh pipi bulat Rianty. Elvano langsung menegak. Menyadari suhu tubuh Rianty yang panas. Membuatnya panik sendiri.

Elvano menepuk-nepuk pelan pipi Rianty untuk membangunkannya. "Ri, bangun. Ayo, kita pulang."

Rianty membuka matanya perlahan. Kantuknya belum hilang walaupun sudah tidur. Rianty mengerjapkan mata. Menatap Elvano yang sedang panik. "Kenapa?" Tanyanya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Kamu demam. Kita ke rumah sakit sekarang." Ucapnya sangat cemas.

Rianty menggeleng. Ia tidak mau dibawa ke rumah sakit.

"Kalo kamu gak mau, kita ke rumah aku aja ya?" Tawarnya.

"Antar aku pulang ke rumahku." Pintanya

Elvano awalnya masih ragu membawa pulang Rianty. Karena ia tahu bahwa di rumah Rianty tidak ada orang. Papanya sibuk bekerja. Mamanya sibuk dengan bisnis barunya. Dan pembantu rumah tangga itu sedang cuti.

Namun akhirnya Elvano mengiyakan permintaan Rianty. Elvano membantu Rianty berdiri. Kepalanya terasa berkunang-kunang. Pandangannya mulai mengabur. Namun ia tetap memaksakan diri. Ia tak mau membuat Elvano cemas dengan keadaannya. Selama diperjalanan Rianty memeluk erat tubuh Elvano dari belakang. Ia tenggelamkan kepalanya yang terasa berat itu dibahu tegap milik Elvano.

Setelah sampai di rumah Rianty. Elvano membantu Rianty turun dari motornya. Memapahnya menuju kamar. Ruang pribadi milik Rianty. Dan hanya Elvano lah cowok yang boleh memasuki kamar itu. Elvano membaringkan Rianty di atas ranjang. Lalu menyelimutinya agar Rianty hangat. Kemudian ia keluar dari kamar Rianty menuju dapur untuk mencari air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Rianty.

Dengan telaten, Elvano mengompres Rianty. Perasaannya masih cemas terhadap gadis itu. Gadis yang sampai detik ini ia jaga. Tak tega kini melihatnya sedang terkulai lemah di atas ranjang.

"Kamu belom makan?" Tanyanya saat Rianty mulai tersadar.

Rianty menggeleng lemah.

Elvano dengan sigap menelepon Mamanya untuk membuatkan bubur Rianty. Dan hanya butuh waktu 30 menit bubur itu diantar ke rumah Rianty oleh orang suruhan Erni.

Elvano menyuapi Rianty dengan telaten. Walaupun Rianty sudah menolak. Namun Elvano tetap memaksa Rianty untuk memakannya.

Senja mulai menghilang. Dan hari mulai gelap. Rianty merasa tidak enak dengan Elvano yang mengurusnya saat sakit seperti ini. "Kamu pulang aja, aku udah sehat kok."

"Sehat dari mana? Demam kamu belom turun gitu." Sahutnya masih terlihat cemas. Karena demam Rianty tak kunjung turun meskipun sudah dikompres dan meminum obat.

"Aku enggak apa-apa." Rianty tetap kekeh menyuruh Elvano pulang.

"Aku bakal tungguin kamu. Aku mau nginep disini untuk jagain kamu." Elvano juga tetap kekeh ingin menemani Rianty. Ia tidak mungkin meninggalkan Rianty dalam keadaan seperti ini. Ia tak mau Rianty berada dalam kesulitan. Sebisa mungkin ia akan ada disetiap keadaan Rianty.

Rianty menghela nafas. Tak bisa membantah ucapan Elvano lagi.

Elvano duduk ditepi ranjang Rianty. Mengelus lembut pucuk kepala Rianty. "Cepet sembuh, Ri." Ucapnya tulus.

Rianty tersenyum kepada Elvano. Hatinya menghangat. Selalu Elvano yang mengerti dirinya. Selalu Elvano yang membuatnya sangat berarti di dunia. Selalu Elvano yang menyemangatinya saat ia terpuruk.

"Tidur ya, udah malam." Rianty mengangguk lalu memejamkan matanya.

Elvano memandangi sahabat masa kecilnya itu. Ia terlihat lebih manis ketika sedang tertidur pulas. Aura tenang yang dibawanya membuat Elvano tidak begitu cemas lagi.

Elvano setia menjaga Rianty yang sedang tidur. Takut jika Rianty memerlukan apa-apa saat ia tidak berada di sampingnya. Matanya mulai memerah. Ia sesekali menguap. Namun tetap berusaha terjaga demi Rianty. Namun Elvano tetaplah manusia yang butuh istirahat. Perlu tidur untuk memulihkan tenaga. Hingga akhirnya Elvano tertidur ditepi ranjang Rianty.

Hingga fajar tiba. Elvano masih tertidur pulas. Rianty bangun lebih dulu. Melihat Elvano tidur ditepi ranjang. Ia mengembangkan senyumnya. Dan segera bersiap-siap untuk ke sekolah. Karena tubuhnya sudah membaik.

Elvano menggeliat. Mencoba membuka mata yang masih terpejam rapat itu. Dilihatnya Rianty sudah tidak ada di kasur itu. Elvano mengucek matanya untuk memastikan lagi. Ia segera bangun dan mencari Rianty. Ternyata Rianty sedang di kamar mandi. Dan keluar dengan seragam sekolahnya.

"Yakin mau sekolah hari ini?" Tanyanya ragu.

Rianty mengangguk membenarkan.

"Hari ini libur dulu ya. Istirahat dulu di rumah. Besok kalo udah enakan baru sekolah." Ucapnya masih terlihat cemas.

"Aku udah sehat. Nih kalo gak percaya." Rianty berlari menghamburkan tubuhnya ke pelukan Elvano.

Elvano membalas pelukan itu. "Aku yang anterin. Tapi kita ke rumah aku dulu untuk sarapan." Ucap Elvano yang diangguki oleh Rianty.

"Kamu bau, ih." Ucapnya sambil melepaskan pelukan Elvano. "Mandi dulu sana. Jorok banget." Lanjutnya.

"Lah kan kamu yang main peluk-peluk aja. Aku mah memang belom mandi dari kemaren." Elvano mengaku.

"Pantesan bau banget." Rianty menutup hidungnya.

"Ini mau mandi loh."

"Cepetan! Gak pake lama." Rianty keluar dari kamarnya membiarkan Elvano mandi.

Rianty menunggu Elvano di ruang tamu. Dan setengah jam kemudian Elvano keluar dari kamar Rianty dan menghampirinya di ruang tamu.

"Udah wangi nih." Katanya riang karena sudah mandi.

Rianty geleng-geleng. Semalam Elvano berperilaku sangat manis. Dan pagi ini mulai berperilaku absurd kembali.

"Yaudah, yuk ke rumah aku." Ajaknya.

Rianty mengekor di belakang Elvano. Menaiki motor Elvano. Dan meninggalkan rumah.

Sesampainya di rumah Elvano, Erni menanyakan keadaan Rianty. Memberinya pertanyaan yang sama. Dan sudah pasti jawabannya akan sama.

"Kamu beneran udah sembuh?" Tanya Erni tak kalah cemas dengan Elvano kemarin.

"Udah, tante." Jawabnya. "Udah berapa kali coba tante tanya itu ke aku?" Tanyanya heran.

Erni meringis. Ia merasa tidak berlebihan. Ia hanya cemas saja ketika Elvano mengabarinya bahwa Rianty sakit. "Yaudah kamu makan sekarang ya. Tante mau panggil abang kamu sama Vano untuk sarapan." Katanya mempersilakan Rianty sarapan.

Erni berjalan menuju kamar kedua anaknya itu. Namun baru saja ia menaiki anak tangga ketiga, kedua anaknya keluar dari kamar dan akan segera menuju meja makan.

"Baru aja Mama mau panggil kalian."

"Vano mah gak perlu dipanggil Ma, dia cepet kalo soal makanan." Alvino meledek adiknya.

Elvano hanya melirik malas ke arah sang kakak. Tak mau memperpanjang perdebatan mereka. Mengingat hari ini ia harus mengantar Rianty ke sekolah. Dan kebetulan sekolah Rianty lebih jauh dari sekolahnya. Elvano tak ingin membuang waktu dan menguras tenaganya hanya untuk meladeni ledekan sang kakak.

Mereka duduk di meja makan. Dan lagi-lagi Alvino membuat Rianty kesal karena meledeknya. "Eh, Riri pagi-pagi udah sampe sini."

"Rianty bukan Riri." Ucapnya kesal karena sang kakak memanggil nama kecilnya dan hanya Elvano yang boleh memanggilnya seperti itu.

Alvino menyeringai jahil. "Galak banget sih kamu kalo abang panggil dia Riri."

"Mending abang berangkat sekarang deh. Berisik kalo ada abang disini." Elvano mengusir Alvino terang-terangan.

"Ri, liat tuh Vano. Galak bener kan sama abang." Alvino mengadu kepada Rianty.

"Salah abang sendiri lah, ngapain ngeledekin Vano. Udah tau dia sensian jadi orang." Jawabnya antara membela dan meledek Elvano.

Bukannya kesal, Alvino malah terkekeh. Membuat Elvano jengah. Ia tak tahan berada dekat dengan kakaknya ketika sedang menyebalkan seperti ini.

*****

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang