15

731 24 0
                                    

"Jovi!" Panggil gadis yang baru saja keluar dari kelas Ipa 3 saat melihat pemuda dengan penampilan berantakan itu. Yang merasa dipanggil hanya menoleh ke sumber suara.

"Lo bolos lagi?"

"Menurut lo?"

"Lo kan udah janji sama gue gak bakalan bolos lagi." Ucapnya seraya berkacak pinggang seakan menantang cowok dihadapannya itu.

Jovi berdecak malas. "Peduli amat gue." Jawabnya dengan nada ketus khasnya itu.

Jawaban Jovi membuat Rianty terenyak. Ia sadar bahwa dia bukan siapa-siapa Jovi. Bukan hak dia melarangnya.

"Urusin aja sana pacar lo!"

Rianty mengerutkan kening tak mengerti. "Lah pacar gue yang mana dah?"

"Itu tuh, yang kemaren jemput lo."

Rianty salah tingkah. Tak menyangka Jovi bisa mengetahui kedekatannya dengan Adrian. Namun Rianty tetap mengelak. "Oh, itu mah temen gue." Jawab Rianty mencoba menguasai dirinya.

"Temen tapi mesra maksud lo?" Jovi tersenyum miring. Mengetahui Rianty sudah salah tingkah mengingat cowok kemarin yang menjemputnya itu.

Rianty meringis. Berusaha menutupi kegugupannya. Namun Jovi tetaplah Jovi. Ia bisa melihat Rianty sedang gugup karena salah tingkah. "Apaan sih lo ah? Ngaco deh." Rianty mencoba tersenyum.

"Siapa namanya?" Tanyanya dengan tampang sok kalemnya itu. Padahal di dalam hatinya sudah merasa tercabik-cabik. Sorot mata yang tajam membuat Rianty malah bungkam.

Entah mengapa Rianty bertambah gugup. Pertanyaan Jovi dengan nada tak bersahabat itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjawab. Rianty kelabakan. Tak tahu harus menjawab apa. Perasaannya merasa tidak enak kepada Jovi.

"Hey! Kok diem?" Tegur Jovi.

"Eh itu gue ditungguin sama Naya, duluan ya." Rianty akan beranjak namun kalah cepat oleh tangan Jovi yang sigap menahannya. Rianty merutuki dirinya.

"Kenapa gue gugup gini dah deket nih buaya. Mau nyebut nama Adrian aja gue kagak berani." Batinnya.

"Jawab dulu pertanyaan gue." Hardiknya seperti sedang menghakimi seorang pencuri yang  tertangkap basah.

"Itu temen gue."

Jovi manggut-manggut. Seolah percaya dengan perkataan itu. Senyum manis itu mulai tercetak dibibir Jovi. "Padahal yang gue tanyain namanya, bukan hubungan lo sama dia. Tapi bagus deh kalo cuma temen."

"Emang kenapa?"

Jovi enggan menjawab pertanyaan yang membuat Rianty heran itu. "Balik sana lo! Katanya udah ditunggu Naya." Perintahnya tak ingin dibantah sedikitpun.

Rianty menepuk dahinya. Teringat bahwa Naya sudah menunggunya di parkiran sekolah dari tadi. "Oh iya. Gue duluan ya."

"Hati-hati."

Rianty membalas ucapan itu dengan senyuman. Mengapa selalu saja begitu? Setiap dirinya berhadapan dengan Jovi di dadanya merasa ada desiran yang tidak tahu apa artinya. Dan setiap Jovi berbicara lembut dan meledek membuat wajahnya seperti kepiting rebus.

Rianty selalu meyakinkan diri bahwa ia hanya menyukai Adrian. Tapi saat dia berada dihadapan Jovi, tiba-tiba lidahnya kelu hanya untuk menyebut nama Adrian.

Saat Rianty menatap mata Jovi, tatapan mata itu terlihat sendu. Seperti tak memiliki nyawa. Seperti hidup sang pemilik mata yang tak memiliki tujuan.

*****

"Lama banget sih, Ri? Katanya cuma ngambil buku doang, tapi sampe sejam gitu." Gerutu Naya.

"Gak selama itu juga kali, Nay. Lebay lo."

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang