Jovi sedang berada di ruang ekskul sekarang. Sebelum pulang tadi, Satria mengatakan bahwa basket mengadakan perkumpulan hari ini membahas turnamen yang akan datang.
Awalnya Jovi merasa khawatir dengan Rain. Tapi Rain meyakinkannya dan bersedia menunggunya. Barulah Jovi mau meninggalkan Rain sendiri.
Jovi melirik kearah luar jendela. Langit berubah menjadi mendung seketika. Jovi tersenyum, pasti Rain juga sedang tersenyum saat ini. Beberapa saat kemudian hujan turun, tidak terlalu deras memang, tapi selagi itu hujan Rain pasti menyukainya.
"Yaelah malah ujan, mau pulang jugaan," keluh Satria.
"Hilih, lo gak pulang aja gak bakal dicariin,"
Seisi ruangan tertawa dengan celetukan Jhon tadi.
"Iya juga ya, ngabisin beras kata emak gue," sahutnya menambahi. Kemudian tertawa lagi. Disela tawanya Satria tersenyum miris. Bagaimana mungkin orang tuanya mengkhawatirkan dirinya, tinggal bersama saja tidak.
"Gue duluan ya," pamit Jovi.
"Tumben amat lo balik cepet, biasanya lo ngehasut kita biar gak pulang."
"Yang punya adek mah beda," sindir Satria.
"Masih ujan, Jo."
"Ujan gak buat gue mati kalo lo semua khawatirin gue," ucapnya bercanda. Lalu keluar dan menutup pintu ruangan itu.
Jovi mengernyit heran. Dia tidak menemukan Rain main hujan di area sekolah. Dimana Rain sekarang? Harusnya Jovi tidak meninggalkan Rain sendirian tadi untuk menunggunya.
Hujan tidak begitu deras. Jovi nekat menerobos hujan dengan motornya. Dan menemukan Rain di depan halte sedang berdiri mendongak ke atas merasakan setiap titik hujan yang turun menyentuh tubuhnya. Ah, syukurlah Rain baik-baik saja. Jovi bernafas lega. Tapi tunggu, ada Rianty disana? Jovi makin tersenyum. Rianty sedang memperhatikan Rain tanpa berniat untuk ikut merasakan hujan itu. Sesekali tertawa melihat tingkah lucu Rain. Ah, Jovi jadi rindu dengan Rianty yang sedang tertawa seperti ini. Sungguh menarik perhatian Jovi untuk mendekat.
Ya, Jovi akhirnya mendekat. Rianty yang sadar ada seseorang yang memperhatikannya sedari tadi jadi menoleh. Menampilkan wajah Jovi yang basah karena hujan itu. Rianty tersenyum kepadanya.
"Kesini, disitu ujan," ucap Rianty.
Jovi tersenyum. Rianty masih saja memperhatikannya walaupun Jovi sudah mengecewakannya.
"Kamu yang kesini, kita main ujan bareng."
"Aku gak bisa kena ujan," Rianty menggeleng.
Jovi mengalah. Dia berjalan menghampiri Rianty. Mata Rianty memerah seketika. Dia selemah itu melihat Jovi sekarang. Ada apa dengan Rianty yang tegar dulu. Dia tidak boleh menangis dihadapan Jovi.
"Kenapa?"
Jovi mengernyit heran.
"Kenapa gak bilang kalo Rain adek kamu?" Rianty memperjelas pertanyaannya.
"Maaf," ucap Jovi tulus.
Air yang sedari tadi Rianty tahan pun tumpah membasahi pipinya. "Jangan nangis," Jovi mengusap wajah Rianty.
"Aku gak akan nangis kalo kamu gak bohongin aku."
"Maaf aku udah bohongin kamu, udah buat kamu kecewa, maaf. Aku gak pantes buat kamu pertahanin."
"Kenapa kamu bilang gitu?"
"Aku mau kita udahan," ucapnya tanpa menatap Rianty.
"Gak, aku gak mau. Gak akan pernah mau," Rianty terkejut, kemudian menggeleng tegas mengatakan dia tidak mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...