53

507 16 3
                                    

Adrian memetik senar gitarnya di hadapan Rianty yang masih rebahan di brankar rumah sakit. Lalu melantunkan lagu waktu yang salah dari Fiersa Besari yang sedang terkenal saat itu. Rianty mendengarkan setiap bait dari lagu itu dengan seksama. Memahami setiap katanya. Bahkan tak mengalihkan pandangannya sedikit pun saat Adrian bernyanyi.

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantuimu
Karena sungguh ini tidak adil

Bukan maksudku menyakitimu
Namun tak mudah 'tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

Hidup memang sebuah pilihan
Tapi hati bukan 'tuk dipilih
Bila hanya setengah dirimu hadir
Dan setengah lagi untuk dia

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

Bukan ini yang kumau
Lalu untuk apa kau datang
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah
Di waktu yang salah

Adrian telah selesai menyanyikan lagu itu sampai pada bait terakhir. Lalu tersenyum menghadap Rianty yang tengah terpaku. Bukan karena suara Adrian yang merdu, jujur saja suara Jovi jauh lebih merdu dibandingkan Adrian. Rianty terpaku karena memahami setiap kata yang ada dalam lagu itu.

"Hidup memang sebuah pilihan. Tapi hati bukan 'tuk dipilih. Bila hanya setengah dirimu hadir. Dan setengah lagi untuk dia." Rianty menyebutkan salah satu bait yang ada dalam lagu itu. Menatap gamang kearah langit-langit ruangan itu. "Bukannya itu yang lagi kita rasain?" tanya Rianty yang sudah mengalihkan pandangannya pada Adrian.

Adrian hanya diam dan tak berniat menjawab. Lebih tepatnya dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Rianty itu.

"Rasa kita memang tepat, tapi di waktu yang salah," ucap Rianty lagi. "Yang pada intinya kita tak pernah mengerti, kau dan aku menyakitkan," lanjut Rianty yang semakin dalam menatap Adrian.

"Waktu kita tepat, Ri," sangkal Adrian.

"Gimana dengan Natalie?" tanya Rianty dengan nada yang lemah.

"Gue udah gak sayang sama dia, jadi waktu yang tepat bukan?"

"Tapi, gue masih sayang sama Jovi, jadi apa bisa dikatakan waktu yang tepat?" ungkap Rianty yang jelas itu menggores hati Adrian.

Sedangkan dibalik pintu rawat itu, Jovi mematung mendengarkan percakapan antara Adrian dan Rianty. Tapi sayang, Jovi memilih melangkah pergi sebelum Rianty mengatakan bahwa dirinya masih menyayangi Jovi. Jovi jadi berpikir sudah tidak ada kesempatan lagi untuk dirinya memperbaiki semua kesalahan yang telah diperbuatnya pada Rianty.

*****

Jovi berjalan menuju tempat dimana motornya terparkir. Dengan langkah lemah dan pikiran yang masih berkecamuk menjadi satu. Tentang semua apa yang telah terjadi selama ini. Haruskah Jovi mengikhlaskan Rianty sekarang? Apa tidak ada satu kesempatan lagi?

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang