22

650 25 0
                                    

Rianty mulai tersadar. Mencoba membuka matanya perlahan. Saat ia benar-benar membuka mata. Ia melihat Jovi dihadapannya. Sedang menunggunya. Menatap tepat manik matanya.

"Lo udah sadar? Lo mau apa? Mau makan atau minum? Atau apa gitu?" Tanya Jovi panik sendiri saat melihat keadaannya.

Rianty tersenyum samar. Baru kali ini melihat Jovi panik. Dan panik itu karena dia.

Jovi menyodorkan segelas air hangat. Seperti apa yang diperintahkan Bu Lia tadi. "Ini diminum dulu." Jovi membantu Rianty duduk.

Rianty meneguk air hangat itu hingga setengah. Jovi meletakkan gelas itu di meja. "Lo kenapa pake pingsan segala sih, ah?"

"Ya mana gue tau kalo gue mau pingsan." Jawab Rianty melotot ke arah Jovi.

"Halah. Lo sengaja kan biar gue gendong lo? Biar kayak di film-film gitu kan? Iya kan?" Kata Jovi tak mau kalah.

Rianty makin melotot. "Apaan sih ah, gue juga gak mau kali kalo lo yang bawa gue kesini." Jawabnya menaikkan satu oktaf suara.

Jovi malah gemas dengan Rianty. Ia mencubit hidung kecil Rianty. "Balik ke kelas aja lah sana. Buat gue darah tinggi kalo ada lo disini." Usirnya.

"Bukannya terima kasih apa gimana gitu, ini mah gak, malah dimarahin. Heran gue mah." Cibir Jovi tak terima.

"Kan gue gak minta tolong sama lo, ngapain gue terima kasih." Sulutnya masih terlihat kesal.

Saat Jovi akan menimpali. Tiba-tiba ada seorang cowok yang masuk ke UKS. Jovi dan Rianty langsung menoleh ke arah cowok itu. Cowok itu mendekat. Membawa suasana dingin.

"Lo enggak papa?" Tanya cowok itu tak menghiraukan keberadaan Jovi.

"Enggak papa gimana? Jelas-jelas dia pingsan tadi. Ini aja baru sadar. Gimana sih lo jadi ketua gak becus, masa anggotanya sakit lo gak tau?" Omelnya pada Refan. Namun reaksi Refan hanya diam saja. Tak menanggapin omelan Jovi. Aura tenang yang selalu ia bawa kemana-mana.

Sedangkan Rianty sudah sibuk mencubiti Jovi. Dan mengumpatnya tanpa suara. Jovi menatapnya tanpa dosa. Seolah ia tak melakukan apapun barusan.

"Lain kali kalo sakit jangan sok kuat." Refan menatap datar ke arah Rianty. Lalu melenggang pergi keluar dari UKS.

Jovi hampir saja mengumpat kasar. Kesal dengan  perlakuan Refan. Masa iya anggotanya sakit dia gak peduli gitu? Cuma masang muka datar. Gak ada senyum atau basa basi gitu. "Heran gue kenapa sekolah ini punya ketos kayak gitu." Jovi masih mencibir yang dihadiahi jitakan dari Rianty. Membuat Jovi meringis. Dan mengelus kepalanya.

"Lo kalo ngomong pelan-pelan. Nanti dia balik lagi mampus lo." Bisiknya.

"Gue gak takut tuh." Jawab Jovi santai.

Rianty memutar bola mata malas. Tak berniat membalas lagi. Emang dari lahir kali ya sifat ngeselinnya si Jovi. Suka heran aja gitu gak pernah ada capeknya kalo buat ulah.

Sementara Jovi masih mengumpati Refan dalam hati. Merasa sangat kesal mengapa ada cowok datar macam Refan. Yang Jovi tau Refan ketua OSIS. Yang Jovi tau Refan punya wajah datar dan cuma punya satu ekpresi wajah. Yang Jovi tau Refan adalah cowok yang gak peduli sama sekitar. Tapi ada yang Jovi gak tau tentang Refan, bahwa Refan adalah mantan pacar Rianty.

Rianty mungkin sudah terbiasa dengan sifat dingin dan raut wajah datar Refan. Bahkan Rianty menyukai Refan karena sifat itu. Membuat Refan lebih terlihat berkarisma. Namun semenjak berpacaran dengan Rianty, Refan menunjukkan sisi hangatnya. Selalu memberi kenyaman kepada Rianty. Membuat Rianty semakin terbuai. Tapi kisah cinta mereka kandas begitu saja. Ketika Rianty mengetahui bahwa salah satu dari sahabatnya menyukai Refan.

Bel istirahat berbunyi. Dan hanya butuh waktu beberapa detik saja untuk sahabat-sahabatnya sampai di UKS. Mereka masuk dengan brutal. Dorong sana, dorong sini. Kemudian disusul oleh Satria dengan suara seperti toak masjid.

"Woi, minggir woi! Abang ganteng mau masuk." Teriaknya saat melihat tiga cewek tengah berebut untuk masuk lebih dulu. Ngedusel-dusel gak jelas.

"Gak ada, gak ada. Pokoknya gue duluan yang masuk. Minggir lo semua!" Perintah Franda tak ingin dibantah.

"Gak mau, gue gak mau tau pokoknya harus gue duluan yang masuk." April ikut berteriak membuat suasana semakin tak terkendali.

Satria berdecak kesal. Masih tak mau mengalah. "Biar yang ganteng dulu yang masuk elah." Katanya sambil maju untuk menyelinap masuk.

"Ladies first kali." Teriak Naya ikut-ikutan.

Akhirnya perebutan itu dimenangkan oleh Satria. Dengan pintarnya ia mengalihkan perhatian tiga cewek itu. Dan nyelonong masuk begitu saja dengan mudahnya.

"Heh, bangsat! Licik lo." April sudah mencak-mencak gak jelas sambil menunjuk Satria.

"Iya nih, gak adil. Kita main sehat dong." Suara Franda tak mau kalah.

Sedangkan Naya masuk paling akhir sambil mencibir Satria tiada henti. "Monok emang yang namanya Satria."

"Heh, main senggol-senggolan kok gak ngajakin gue sih? Curang lo, Sat. Kalo gini caranya lo yang menang banyak." Ucap Jovi tak tahu malu yang menawarkan diri untuk ikut ngedusel gak jelas kayak tadi.

Rianty terperangah. Jovi sama gilanya dengan tiga sahabatnya dan Satria. Membuat Franda geram langsung menabok punggungnya. Jovi meringis. Tapi masih cengar-cengir gak jelas.

Franda mencibir. "Otak lo kapan beres sih, Jo?"

Dengan santainya Satria menjawab, "lah emang Jovi punya otak?"

Jovi menoyor kepala Satria begitu saja. "Heh, bangsat! Gini-gini otak gue encer kayak Albert Einstein."

"Apaan sih anjir? Kok gue jadi kayak orang bego gini." Celetuk April frustasi sendiri.

"Lo mah emang bego kali, bukan cuma kayak orang bego." Celetuk Satria makin asal. Lalu dibalas jitakan oleh April.

Dan lebih begonya lagi Satria balas jitakan itu. Membuat rambut April jadi acak-acakan. Dan terjadilah perang dunia ketiga di UKS. April masih bringas mencoba menjambak rambut Satria. Dan Satria masih berusaha menepis dan mengelak.

Kegaduhan itu berhenti ketika Jevin datang dengan Bu Lia. Membuat Bu Lia gatal untuk bertanya. "Ada apa ini kok ribut?"

"Oh itu tadi bu harimau di safari lepas kendali. Pawangnya lagi pergi soalnya." Celetuk Satria tanpa dosa membuat April melotot tajam ke arahnya.

"Mereka mah emang gitu bu, masalah rumah tangga suka dibawa ke sekolah." Kali ini celetukan Jevin membuat yang lain menahan tawa. Kecuali April yang malah mengumpat. Dan Satria yang menganga tak sadar.

Bu Lia hanya geleng-geleng kepala saja. Memang beginilah suasananya jika sudah ada Satria, Jovi, dan Jevin yang sekarang ditambah mulut toak milik Franda dan April.

"Lo kalo kesini cuma buat mojokin gue mending pergi aja." Usir Satria karena Jevin malah meledeknya.

"Gue kesini bawa makanan buat Jovi sama Rianty kali. Ngapain juga peduliin lo." Jawabnya santai.

Satria merengut. Bibirnya manyun. Persis seperti cewek kalau lagi ngambek.

"Apasih ini bocah elah? Malah muka dijelek-jelekin gitu. Makin ngeri gue liatnya." Franda bergidik ngeri melihat Satria manyun seperti itu.

"Apasih anjir gue mulu dah." Sahutnya tak terima.

"Ngambekan kayak cewek. Najis." Cibir Naya ikut menimpali.

"Lah baru tau kalo Satria itu cewek?" Celetuk Jevin tak mau kalah.

"Lah iya juga. Baru ngeh gue kalo dia itu cewek." Ucap Jovi membenarkan.

Satria makin terpojok. Beginilah jika jadi anak bawang. Kerjaannya dipojokin mulu. Mau bales makin dipojokin. Gak bales tetep aja dipojokin juga.

ADRIANTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang