"Huekkk... hueekkk..."
Jovi menggeliat dan terbangun mendengar suara itu. Menoleh ke sampingnya yang ternyata Rianty sudah tidak disana. Jovi buru-buru bangkit dan menyusuli istrinya yang sedang mual di kamar mandi.
"Kamu kenapa yang?" tanya Jovi jadi panik.
Rianty memijit kepalanya dan menggeleng lemah.
"Kamu sakit ya? Mana yang sakit? Kita ke rumah sakit aja gimana? Aku anterin yuk!"
"Nggak papa sayang, aku minum obat anti mual nanti udah mendingan kok," ujar Rianty melangkah keluar mendahului Jovi.
"Beneran nggak papa? Muka kamu pucet loh sayang," ujar Jovi masih terlihat panik.
"Huekkk..." Rianty berlari kecil kembali ke kamar mandi. Jovi jadi mendesah bingung harus bagaimana.
Jovi mencoba mengelus punggung Rianty. Siapa tau rasa mualnya hilang. Dan menuntun Rianty untuk berbaring lagi di kasur. Rianty menurut saja karena kepalanya yang memang sangat pusing.
Jovi ikut berbaring sambil memeluk tubuh istrinya. Mengelus kepalanya dengan sayang. Sesekali mencium keningnya.
"Kamu beneran nggak papa yang?"
Rianty mendongak. Menatap tepat manik mata Jovi. "Aku nggak papa kok," ujarnya. Rianty mencari posisi ternyamannya lalu memejamkan mata untuk menghilangkan rasa pusing yang menjalari kepalanya.
"Kamu siap-siap gih, hari ini kan masih kerja," ujar Rianty.
"Aku ngelibur aja deh, mau nemenin kamu."
"Aku nggak papa loh, kamu mending kerja."
"Beneran nggak papa?" tanya Jovi lagi untuk memastikan. Rianty mengangguk sambil tersenyum dengan wajah pucat pasinya.
Jemari Jovi mengulur mengusap pelan pipi Rianty yang menghangat. Tak tega juga jika harus meninggalkan istri tersayangnya ini sendirian di rumah dengan keadaan seperti ini.
Rianty kembali merasakan mual. Dengan cepat ia bangkit dan kembali ke kamar mandi. Jovi jadi mendesah. Sebenarnya apa yang terjadi dengan istrinya ini. Jovi meraih ponselnya. Mencari sebuah nomor untuk ia telepon. Tapi mengingat keberadaan orang itu sedang jauh Jovi jadi mengurungkan niatnya. Jovi tak mau membuat seorang ibu panik dengan keadaan anaknya.
Lalu kini mencari nomor ibu kandungnya. Dan mendialnya.
"Halo?"
"Mah, Aa harus gimana?"
"Gimana apanya sih A'?" tanya Farida dari seberang telepon.
"Rianty mual terus dari tadi. Aa ajak ke dokter dia gak mau."
"Kenapa eta si geulis A'?"
"Kecapekan kali ya, Mah. Mamah bisa kesini gak?"
"Mamah kan masih di Bandung A', kalo kesana ya lama sampenya. Coba Aa telepon Mamah Rina suruh kesana."
"Iya, Mah."
"Nanti kabarin Mamah lagi ya keadaan Rianty."
"Iya, Mah. Nanti Aa telepon Mamah lagi."
Jovi mematikan sambungannya dan kini menelepon Rina, ibu kandung dari Rain, alias ibu tirinya.
"Halo A', kenapa pagi-pagi telepon Mamah?"
"Mamah dimana?"
"Mamah di rumah ini sama Rain, kenapa?"
"Rianty mual terus ini, Mah. Aa bingung mau ngapain, Mamah bisa kesini gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIANTY
Teen FictionMencintaimu adalah hal terindah Merindukanmu sudah pasti kurasa Memilikimu hanya impian semata Bersamamu adalah harapanku juga ~Rianty Febriana~ Ini kisah Adrian dan Rianty yang diselingi oleh orang ketiga, tetapi menjelma sebagai tokoh utama. Start...