Si pendek dan Si jakung

5.6K 208 4
                                        

Deva sedang berada dikamarnya. Ia memegangi jarinya yang terbalut plester pemberian Vano. Awalnya ia merasa senang diperhatikan Vano. Namun kata-kata yang diucapkan Vano, membuat khayalan Deva musnah seketika.

Deva berpikir, Vano sudah menerimanya sebagai teman. Sayangnya, Vano hanya peduli tentang pesan Dahlia. Dahlia menyuruhnya untuk selalu menjaga Deva.

Deva menggigit bibir bawahnya. Entah lah, ia merasa kecewa. Deva menghela berat. Ia memengangi tangannya. Entah berapa kali Vano mengenggam tangannya. Entah berapa kali Vano menariknya mendekat. Lalu menjauh lagi.

"Bodo amat lah.." ucapnya. Deva merebahkan tubuhnya diatas kasur.

####

"Tukang konser belum pulang bi?" Tanya Vano. Ia sedang berada di meja makan. Bi Jumi menyiapkan sarapan untuknya dan Deva.

"Belum den, nanti malam mungkin.." jawab Bi Jumi. Vano menatap bi Jumi.

"Kenapa den?" Tanya bi Jumi penasaran.

"Bibi salah ngomong lagi ya? Maklumin den, udah tua.."

"Vano maklum aja sih... tapi bisa kan bibi gak pikun soal janji?"

"Janji apa atuh den?"

"Gak perlu curhat sama tukang konser kalo tu bocah sakit kemaren." ucap Vano tanpa mengalihkan sedikitpun padangannya pada bi Jumi. Saat-saat seperti ini adalah saat yang serius. Ketika Vano menatap lekat seperti saat ini, tandanya keputusannya adalah final! Tidak boleh ditolak apalagi dibantah.

Bi Jumi hanya menganggukan kepalanya.

"Pagi..." salam Deva saat tiba di meja makan. Vano segera berpaling. Ia menikmati sarapannya dengan tenang. Santai. Dan menganggap tak ada orang lain selain dirinya.

"Pagi non.." sahut bi Jumi. Deva melirik Vano. Tak ada respon. Balik melirik pun tidak. Deva merasa kecewa.

"Kenapa lagi ni anak.." gerutu Deva pelan. Deva mulai duduk di depan Vano. Vano selesai sarapan. Ia pun berdiri meninggalkan Deva. Deva melongo.

"Bener-bener.." Deva makin menggerutu di cuekin seperti itu.

"Apa.. tadi dia denger omongan gue?" Deva berargumen sendiri.

"Iya gue denger!" Sahut Vano di belakang Deva. Membuat Deva berjingkat kaget.

"Astaghfirullah...!"

Lagi-lagi Vano hanya melengos dan meninggalkan Deva.

####
Dalam perjalanan ke sekolah pun Vano hanya diam. Sesekali Deva melirik.

"Jadi es batu lagi..." batin Deva sambil memalingkan wajahnya. Ia menatap keluar jendela.

"Turun!" Perintah Vano begitu mereka sampai di pertigaan. Deva pun mengangguk. Ia langsung turun dari mobil. Dan tanpa ba bi bu Vano langsung meninggalkan Deva.

"Tu anak kenapa sih! Heran.... cepetan dia berubahnya dibanding power rangers sama ultraman! Kemaren baik banget sekarang? Boro-boro baik, nyambung aja kagak! Kabel mah enak kalo putus tinggal disambungin.. yakali lo kabel! Kadang nyambung kadang kagak! Perlu gitu gue laporin ke PLN?" cerocos Deva tak jelas.

"Pagi-pagi ngegas neng? Gak capek tu mulut?" Sahut Yunan di belakang Deva.

"Astaghfirullahaladzim..." Deva kaget.

"Yaelah.. lo kira gue iblis?"

Deva nyengir kuda.

"Mirip sih.." sahut Deva.

"Ampun Lex... ganteng gini dibilang mirip iblis..copot kek tu kacamata, keknya ngeblur mata lo"

"Ngadu aja lo.. kek banci kaleng!" Celetul Alex. Deva tertawa kecil.

Devano [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang