Rumit

4.1K 207 9
                                    

Jam menunjukan pukul 20:02. Yunan mengantarkan Deva pulang. Vano bergegas turun dari kamarnya begitu mendengar mobil Yunan memasuki pelataran rumah Wijaya.

"Thanks Nan, udah ngehibur gue seharian." Ucap Deva.

"Iye, jan sedih-sedih lagi! Bang Yunan always ada buat ngehibur dede Deva!" Canda Yunan. Deva tersenyum.

"Sa ae lo. Gak mampir dulu?"

"Emm, boleh lah. Bentaran, gue juga ada perlu sama Vano." Ucap Yunan.

Deva memegang gagang pintu tepat saat Vano membukanya. Kontan tubuh Deva tertarik dan jatuh ke pelukan Vano. Yunan memalingkan wajahnya. Entah mengapa, ia merasa tak ingin melihat mereka.

Vano tersenyum pada Deva, sementara Deva hanya diam terpaku. Deva akui, ia sangat rindu dekapan dada Vano.

"Lo gak apa-apa kan?" Tanya Vano lembut. Deva langsung bangun. Ia tersenyum samar.

"Nan, gue masuk duluan." Pamit Deva pada Yunan.

"Oh, oke." Sahut Yunan.

####

"Sorry sebelumnya Van. Tapi, gue gak yakin Deva kuat sampai akhir." Ucap Yunan.

Mereka berada di kolam renang. Deva ada di balkon. Ia melihat Yunan dan Vano berbincang. Ia pun menutup kembali pintu balkon kamarnya.

"Maksud lo?" Vano sedikit emosi.

"Gak selamanya lo bisa nutupin ini dari Fellicha, dan Deva juga gak selamanya kuat dan sabar buat lo. Udah berkali-kali lo nyakitin dia. Oke gini Van, ya okelah gue, Alex bahkan Revand berusaha bikin Deva biar gak sedih, tapi wajah sama yang ada di hati belum tentu sama bro! Bisa aja dia senyum di depan kita, tapi isi hatinya? Kita gak tau men.." jelas Yunan.

"Jadi menurut lo gue mesti gimana?" Tanya Vano.

"Lo yang tegas. Pilih salah satu! Kalo lo sayang sama Deva, jelasin ke Fellicha biar dia paham statusnya saat ini. Dan kalo lo masih suka sama Fellicha, lepasin Deva. Karna gue yakin, antara gue ato Revand lebih mampu buat ngebahagiain Deva."

Vano terpaku.

"Lo suka sama Deva?" Potong Vano saat melihat Yunan beranjak dari duduknya. Yunan terdiam cukup lama.

"Gue pamit men." Yunan menepuk pundak Vano dan berlalu.

####

"Tante, Deva boleh pake sepeda tante gak?" Ucap Deva pada Dahlia yang baru saja meneguk habis jus jeruk nipisnya.

"Buat apa sayang, kan udah ada Vano. Enakan naik mobil kan, gak perlu kepanasan." Tolak Dahlia.

"Deva cuman ngerasa jadi gendutan tan, ya biar Deva sambil olahraga gitu." Bujuk Deva.

"Perasaan, Deva makan banyak pun juga gak gendut deh." Ucap Dahlia.

"Itu cuman perasaan tante aja. Boleh ya tan."

Dahlia pun akhirnya mengiyakan permintaan Deva.

Vano baru turun dari kamarnya. Ia bermaksud ikut sarapan bersama. Ia mengambil kursi di samping Deva. Namun gadis itu segera berdiri. Vano menoleh menatap Deva yang sibuk menata bekalnya.

"Tante, ayah sama om Hardi udah berangkat?" Tanya Deva sebisa mungkin terlihat santai seolah tak terjadi apa-apa dalam hatinya. Bahkan ia tak menganggap Vano ada di sampingnya. Vano terus saja menatap kekasihnya itu.

"Udah tadi pagi-pagi banget katanya ada meeting penting."

"Tante, Deva bisa nitip pesen gak buat bi Jumi?" Tanya Deva yang sudah memakai tasnya. Vano mengambil roti selai yang sudah di siapkan Dahlia.

Devano [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang