Jatuh

5.2K 197 7
                                    

Malam semakin larut. Namun baik Deva maupun Vano masih tak bisa tidur. Mereka berada di kamar masing-masing. Deva menatap keluar jendela. Sementara Vano berada di balkon. Helaan panjang berulang kali keluar dari bibir keduanya.

"Sifat lo, sebenernya gimana? Kek apa?" Ucap Deva lirih. Ia memegangi dadanya. Detak jantungnya masih tak tenang. Ia menggigit bibir dalamnya.

Ditempat lain, Vano menatap langit. Ada satu bintang di langit yang tak tertutup mendung.

"Cantik" gumam Vano. Ia pun kembali teringat Deva. Ia menoleh kearah kamar Deva. Lampunya sudah padam. Vano tersenyum kecil.

"Ada yang bisa tidur, ada yang gak bisa tidur" lanjut Vano. Senyum Vano makin melebar.

Cekklek...

Deva membuka jendela kamarnya dan berjalan menuju balkon. Vano panik. Ia langsung ngumpet dibalik kursi yang biasa ia pakai untuk bersantai.

Deva menoleh. Lampu kamar Vano masih menyala.

"Udah malem gini masih belum tidur.. manusia kalong!" Celetuk Deva. Mendengar itu, emosi Vano langsung naik. Tapi ia redam, ia tak ingin ketahuan. Deva mengalihkan perhatiannya. Ia menatap langit dan melihat bintang yang sama dengan yang dilihat Vano. Deva tersenyum. Vano melihatnya.

"Lo sendirian? Sama, gue juga" ucap Deva lirih. Ia sedang berbicara dengan bintang di langit.

"Gimana kalo kita temenan? Gue gak punya temen.." lanjutnya.

"Oke, gue boleh minta tolong? Sampein ke ibu gue kalo gue kangen.."

"Bilang juga sama beliau, suruh marahin cowok di kamar sebelah ya..."

"Gue...." Deva terdiam sesaat. Ia memikirkan kalimat apa yang harus ia ucapkan lagi.

"Gue.."

"Gue..."

"Sepertinya..." Deva meneguk ludahnya. Begitu kelu.

"Sepertinya gue..."

Vano makin penasaran.

"Buruan kek!" Ucap Vano dalam hati.

"Ibu...." ucap Deva. Ia mulai memegangi lagi dadanya. Detak jantungnya masih sama. Bahkan setelah berdialog dengan bintang, tak ada perubahan.

"Deva...sepertinya.." lanjut Deva.

"Suka.."

"Sama siapa?" Tanya Vano tiba-tiba. Deva berjingkat kaget.

"Astaghfirullahaladzim...." teriak Deva. Vano memasukan kedua tangannya di kedua saku celananya.

"Suka sama siapa?" Tanya Vano mengulangi. Ucapannya terdengar seperti tak sabar. Tapi ekspresi wajahnya begitu tenang. Deva terperanggah.

"Jadi dari tadi lo nguping?" Selidik Deva.

"Kagak..." elak Vano.

"Gue pikir ada tikus lagi dangdutan di balkon.." celetuk Vano lalu menggeloyor masuk meninggalkan Deva.

"Itu tadi.. gue dikatain tikus gitu?" Deva bermonolog.

"Dikatain atau di samain sih?" Lanjutnya.

Sementara Vano masih berdiri di depan jendela kamarnya. Ia masih penasaran dengan kata-kata Deva yang menggantung.

#####

Pagi ini Deva kesiangan hingga ia tak sempat sarapan. Tapi Dahlia sudah menyiapkan bekal untuknya. Deva senang, setidaknya ia bisa sarapan setelah istirahat nanti.

Pukul 06:57. Tiga menit lagi bel akan berbunyi dan pintu gerbang akan ditutup. Vano menghentikan mobilnya dipertigaan seperti biasa. Naas bagi Deva. Jika biasanya ia perlu waktu setidaknya lima menit untuk sampai, kini ia harus berlari agar tidak telat. Atau ia akan di hukum.

Devano [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang