Camping

3.3K 132 13
                                    

"Minggir!" Ucap Lisa sembari mendorong tubuh Deva agar menjauh dari Vano. Deva kesal.

"Vano, lo gak apa-apa kan? Gue denget tadi lo pingsan di lobi, jadi gue buru-buru bawa lo kerumah sakit." Aku Lisa.

"Makasih udah khawatirin gue. Gue cuman ngerasa pusing aja." Keluh Vano sembari memegangi kepalanya.

"Dokter bilang lo gak boleh banyak pikiran." Ucap Deva.

"Termasuk buat inget masa lalu lo. Lo harus fokus sama masa depan lo dan gue!" Sahut Lisa. Vano hanya mengangguk. Ia malas mendebat Lisa. Tapi Deva salah mengartikan. Anggukan berarti mengiyakan ucapan Lisa. Deva kesal, ia pun pergi meninggalkan ruang rawat Vano.

####

Deva duduk di halte bus. Ia menunggu angkutan umum yang akan membawanya pergi ke kantor. Ia masih sibuk dengan ponselnya, yang tanpa ia sadari sedang diperhatikan seseorang dari seberang jalan. Cowok itu melangkah menghampiri Deva. Sadar ada seseorang berdiri di depannya, Deva mendongak. Cowok itu tersenyum dan menyapanya dengan telapak tangan terbuka lebar.

Seperti tak ingin lagi berurusan dengan cowok itu, Deva hanya menatapnya tanpa membalas senyuman itu.

Bus datang, Deva segera beranjak pergi tanpa mengucap sepatah kata pun dan hanya melewati Vano. Vano menarik tangan Deva agar berhenti.

"Apa?" Tanya Deva jutek. Vano senang, ia tersenyum makin lebar.

"Gue dirumah sakit seminggu." Ucap Vano.

"Gak ada kaitannya sama gue. Lepasin, gue sibuk!" Ucap Deva.

"Ada! Lo bilang gue suami lo, terus knapa lo nelantarin gue?" Tanya Vano. Deva tertawa sinis.

"Iya gue yang bilang! Dan gue juga yang ngaku-ngaku istri lo! Tapi keknya posisi itu dah gak penting, lebih pentingan posisi calon tunangan lo!" Sindir Deva. Bus melaju meninggalkan mereka tanpa Deva sadari.

"Lo cemburu?"

"Kagak! Lo tau ini apa?" Tanya Deva sembari menunjukan cincin pernikahannya.

"Ini dan buku nikah kita, lebih segalanya dibanding rasa cemburu gue!" Lanjut Deva.

"Ya terus knapa lo marah-marah gak jelas?" Tanya Vano. Deva tertawa garing.

"Pikir aja sendiri!" Ucap Deva lalu melangkah pergi. Ia baru sadar, bus yang ia tunggu sudah berlalu. Deva menghela nafas berat. Paginya memburuk. Vano menghampirinya.

"Masuk, gue anterin." Ucap Vano dari dalam mobil. Deva menoleh.

"Gue nyuruh lo buat mikir bukan buat nganterin gue!" Ucap Deva.

"Fira!" Ucap Vano. Deva tak menggubris dan terus melangkah. Vano turun dari mobilnya.

"Jadilah Fira, dan tetap seperti ini. Lo butuh amarah lo buat ngelawan kerasnya dunia. Gue bakal bantu lo, sebagai suami lo." Ucap Vano lirih. Matanya masih menatap Deva yang kian menjauh.

####

"Sayang, ini berkas-berkas yang harus ditandatanganin." Ucap Lisa saat menghampiri Vano diruangan Vano. Gadis itu duduk di atas meja Vano.

"Kan ada kursi, knapa lo naik meja?" Tanya Vano. Lisa tersenyum senang diperhatikan Vano.

"Ini biar disini dulu. Gue suntuk dikantor mulu, jalan yuk." Ajak Vano. Lisa semakin senang. Ia melupakan tugasnya untuk mendapatkan tanda tangan Vano.

"Kmana?"

"Gimana kalo nonton?"

"Gak seru ah, kita liburan ke pulau aja. Cuman berdua. Gimana?" Ucap Lisa.

Devano [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang