Dua hari berlalu. Vano sama sekali tak keluar dari kamarnya. Yunan dan Alex datang kerumah. Tapi Vano menolak menemui kedua sahabatnya itu.
Setiap kali Deva keluar dari kamarnya, ingin sekali ia mengetuk pintu kamar Vano. Seperti saat ini. Tak bisa ia pungkiri bahwa ia khawatir.
Deva berdiri di depan pintu kamar Vano dengan tangan terangkat ingin mengetuk pintu di hadapannya. Dan sekali lagi egonya menguasai Deva. Ia mengurungkan niatnya dan berlalu.
Dahlia sudah berdandan rapi. Sore ini ia ada acara arisan. Deva menghampiri Dahlia.
"Sore tante." Sapa Deva.
"Aaah kebetulan Deva turun, tante minta tolong boleh?" Ucap Dahlia yang masih sibuk menata rambutnya.
"Apa tante? Deva usahain." Sahut Deva.
"Tunggu bentar ya." Dahlia berlalu ke dapur.
Sepuluh menit kemudian, Dahlia kembali dengan baki di tangannya.
"Ini."
Deva menerima baki itu.
"Buat apa tante?" Tanya Deva polos.
"Tolongin tante, anak tante satu-satunya udah dua hari gak mau turun buat makan." Jelas Dahlia.
"Kenapa mesti Deva tan? Eem maksud Deva--"
"Bi Jumi? Baru aja jalan sama mang Usman. Pergi belanja ke mall."
"Tapi kan--"
"Yaudah, tante buru-buru nih. Tante ngandelin kamu ya." Dahlia pun berlalu. Deva mendengus kesal.
####
Deva menatap baki di tangannya. Bimbang. Antara gengsi dan khawatir. Ia memutar otak. Deva mencari semua pelayan yang ada di rumah. Tapi tak seorang pun mau mengantarkan makanan itu untuk Vano. Mau tak mau Deva pun melangkah menuju kamar Vano.
Dengan ragu-ragu Deva mengetuk kamar Vano. Tak ada sahutan. Ia pun mendorong gagang pintu perlahan. Vano ada di balkon dengan gitar dan headset di telinganya. Deva berjalan perlahan agar tak ketahuan Vano. Ia bermaksud meletakan baki itu diatas meja lalu berlalu keluar. Sayangnya Vano beranjak dari duduknya dan melihat Deva di depan meja. Deva ketahuan.
"Lo ngapain?" Tanya Vano.
Deva salah tingkah. Ia tertegun melihat wajah pucat Vano dengan mata yang terlihat kelelahan. Vano menghampiri Deva.
"Gue, bawain lo makan. Tante Dahlia nyuruh gue buat nganterin ke---" belum sempat Deva menyelesaikan kalimatnya yang terbata, Vano menarik tubuh Deva hingga terjatuh diatas kasur Vano. Vano menindih tubuh Deva. Deva terpaku. Detak jantung yang lama tak bergetar pun kini berdetak lebih cepat. Rasa takut bercampur khawatir dan rindu.
"Lo dateng disaat yang tepat. Gue emang laper banget, berharap lo bakal khawatirin gue dan bakal nyariin gue. Dengan begitu gue bisa jelasin ke elo, betapa gue sayang elo." Ucap Vano. Deva terdiam tak bereaksi.
Mata Vano berkunang-kunang. Tiba-tiba gelap dan..
Bruukk
Vano pingsan diatas tubuh Deva. Deva panik.
"Van, bangun!! Vano!" Ucap Deva seraya mengoyahkan tubuh Vano. Deva merasakan suhu tubuh Vano yang panas. Vano demam.
####
Deva merawat Vano dan mengompresnya. Deva sangat khawatir. Berulang kali ia menghubungi Dahlia tapi tak diangkat.
Senja pun tiba. Deva berdiri dari duduknya, ia bermaksud menutup pintu balkon tapi langkah kakinya terhenti saat tangan Vano meraih tangannya. Deva menoleh melihat Vano. Matanya masih terpejam. Deva mencoba melepaskan genggaman tangan Vano. Tapi Vano malah menarik tangan Deva dengan kuat, membuat tubuh munggil itu kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa Vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano [Complete]
Teen FictionCover by: surya_arr70 Second story sebenernya tp yg first diunpub. Ngambang soalnya😆. Pure khayalan sendiri, so dont copy paste my story!!!😆😆. Plagiat? Minggir!!!! No nyinyir yes! "Jika huruf diawali dengan ABC Angka diawali dengan 123 Nada diawa...