(Bab ini sambil dengerin lagu Dusk Till Dawn).
Dan hari itu pun tiba. Deva di jemput Rara bersama bodyguard di sampingnya.
"Udah di tunggu di bawah." Ucap Vano dingin. Ia hanya berdiri di depan pintu kamar Deva tanpa berniat menghampiri gadisnya itu.
Deva melirik Vano sejenak lalu beralih menatap koper di depannya.
"Gue--" Deva tak bisa melanjutkan kata-katanya. Suaranya parau menahan tangis.
"Gue juga bakal kangen lo. Jadi buruan, biar tar sore gue bisa apelin lo." Ucap Vano tanpa sedikitpun menatap Deva. Deva tersenyum getir, ada rasa sakit ada juga rasa senang mendengar kalimat yang keluar dari bibir Vano.
"Es krim." Celetuk Deva. Vano akhirnya menoleh.
"Sedingin apapun es, tapi masih dinginan elo. Tapi elo adalah es krim, sedingin apapun elo tapi tetap saja manis." Lanjut Deva dengan sunginggan senyum manis di wajahnya. Akhirnya Vano pun ikut tersenyum.
####
Hari berlalu. Nyatanya Vano tak datang hari itu dan seterusnya hingga sepekan. Dan Deva tak di ijinkan pergi ke sekolah. Kakeknya mengurus semua kepindahannya hingga kepindahan sekolah Deva.
Setiap hari yang di lalui Deva di hiasi dengan linangan air mata. Bayangan ia akan bahagia bersama keluarga sahnya, hancur dalam sekejap. Kakeknya memindahkan Deva di sekolah bisnis dan akan melanjutkannya di luar negeri.
Ponsel Deva disita. Setiap pesan yang masuk dari Vano di hapus tanpa di baca. Vano sebenarnya datang sore itu, tapi alamat yang di berikan berbeda dengan alamat dimana Deva tinggal.
Pedih yang di rasakan gadis itu menjadikannya pribadi yang lain.
Vano tak kalah sedihnya. Ia bingung harus mencari kekasihnya itu kemana lagi. Ia juga sempat melacak melalui GPS ponsel Deva, tapi tetap nihil.
Tak putus asa, Vano meminta ayahnya untuk melapor pada kepolisian. Masih dengan hasil yang sama, tak ada apapun.
Vano sempat jatuh sakit hingga membuat Dahlia khawatir. Tapi Fellicha datang bagai obat penenang untuk Vano.
Hari berlalu, Vano seakan pasrah dengan keadaan. Jauh dalam lubuk hatinya, ia sangat merindukan sosok Deva.
"Mo gue temenin jalan?" Tawar Fellicha.
"Lagi males sebenernya. Lo mo kemana? Gue anter." Ucap Vano.
Rasa senang nampak jelas di wajah Fellicha.
"Gimana kalo nonton. Lama ich gak pernah nonton." Ucap Fellicha manja sembari menarik lengan Vano.
"Gue ambil jaket dulu." Ucap Vano. Ia berlalu ke kamarnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar. Ia menoleh pada pintu kamar di samping kamarnya.
"Dulu lo deket banget, hingga gue gak sadar bakal pisah sejauh ini sama lo. Gue kangen sama lo." Racau Vano di depan pintu kamar Deva.
####
Sepanjang perjalanan, tak sepatah kata pun keluar dari bibir Vano meski Fellicha mengajaknya ngobrol. Fellicha pun terdiam karna ia tak tau harus membahas apa lagi.
Fellicha diam saja hingga mobil yang ia kendarai dengan Vano berhenti di sebuah mall. Fellicha menoleh menatap Vano. Nampak jelas ia merasa bingung.
"Kenapa kesini?" Tanya Fellicha.
"Nonton disini aja." Jawab Vano. Ia melangkah tanpa mempedulikan Fellicha.
"Gue kasian sama lo. Tapi gue juga masih sayang lo. Vano, mari ikuti saja skenario kita. Lupain Deva." Gumam Fellicha yang masih berdiri di area parkir sembari menatap punggung Vano yang kian menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano [Complete]
Teen FictionCover by: surya_arr70 Second story sebenernya tp yg first diunpub. Ngambang soalnya😆. Pure khayalan sendiri, so dont copy paste my story!!!😆😆. Plagiat? Minggir!!!! No nyinyir yes! "Jika huruf diawali dengan ABC Angka diawali dengan 123 Nada diawa...