Berantem

149 17 1
                                    

Hari ini Ranggit ingin meluapkan emosinya!

Apapun alasannya, dengan Ken yang memeluk Kirey kemarin, itu pertanda bahwa Ken mencatatkan dirinya sendiri sebagai musuh Ranggit!

Iya, Ranggit melihatnya. Saat Ken memeluk Kirey sesudah pulang sekolah kemarin.

Ranggit ingin marah saat itu juga, namun teman temannya menahan. Mereka mengingatkan bahwa Kirey tidak bisa melihat kekerasan. Dia bisa langsung membencinya saat Ranggit benar benar memukul Ken dihadapannya.

Ranggit juga tidak bisa memastikan bahwa dia akan menahan diri untuk tidak memukul Ken. Jadi, alangkah baiknya ia menuruti kata kata temannya.

Sebenarnya Ranggit tidak punya hak untuk marah. Dia hanyalah seseorang yang mencintai, tanpa pernah merasakan rasanya dicintai.

Tapi bagaimana? Askar saja bisa mencegah setiap laki laki yang mau mendekati Kirey dengan hanya bermodal kepercayaan dari Om Saka. Kenapa ia tidak? Dia juga punya modal. Modal pantang menyerah dan kepercayaan diri untuk memiliki Kirey seutuhnya.

Pokonya, Ranggit juga akan berusaha mewujudkan mimpinya. Kirey tidak boleh menjadi milik siapapun termasuk Askar dan Ken.

Terlebih untuk Ken, lelaki itu telah berbohong. Berbicara kepadanya, bahwa dia akan membantunya untuk mendapatkan Kirey. Entah, semenjak Ken mengantarkannya pulang, Ranggit merasa bahwa laki laki itu benar benar manusia yang baik. Dia tidak mengingat kembali bagaimana dulu Ranggit memperlakukannya sedemikian buruk. Ken menolongnya saat Ranggit kecelakaan, mengantarkannya pulang. Juga sempat beberapa kali menanyakan keadaan kakinya yang terluka disekolah. Ken benar benar seperti seorang teman. Saat Ranggit marah di belakang sekolah, tidak bisa mengendalikan diri, Ken datang menyadarkan dan memberi semangat. Dia percaya bahwa Ranggit bisa mendapatkan Kirey, dia juga menawarkan bantuan untuk itu. Tapi sekarang? Apa!?

Untuk yang kesekian kalinya. Ranggit merasakan sakit yang dibuat orang lain. Entah benar atau tidak, sepertinya Ranggit tidak bisa merasakan bahagia, barang sedikit.

"Lu yakin bakal gebukin si Ken?"

Ezra. Dialah salah satu teman Ranggit dari tiga teman yang lainnya. Dia jugalah yang setidaknya paling mengenal Ranggit. Dia mengakui bahwa temannya itu termasuk orang yang sulit mengendalikan emosi, saat marah, benar benar dalam keadaan marah, Ranggit bisa saja mencelakai orang lain tanpa perduli apa yang akan terjadi.

"Yakinlah! Dia udah boongin gue, kenapa gue harus ga yakin!?"

"Ken itu bukan Askar Git. Lo gabisa asal mukulin dia, kalo dia gabisa ngelawan atau setidaknya ngehindarin pukulan lo, dia bisa mati. Lo gaakan bisa berenti mukulin dia sebelum lo dapet apa yang lo mau"

"Tepat! Gue bahkan berharap itu yang terjadi!"

"Lo bisa dipenjara, anjing!" Ezra sudah memperingatkannya dengan tenang. Sekarang ia sudah tidak bisa lagi seperti itu, Emosi Ranggit benar benar susah terkendali.

"Berapa taun? Sepuluh? Seumur hidup? Hh_

Ranggit tersenyum miring.

"Gue bahkan udah siap jika harus dieksekusi mati!"

"Lo gila!"

"Memang! Sekarang lo mau apa?"

Ezra benar benar tidak habis pikir dengan otak sahabatnya itu. Mungkin ini akibat terlalu banyak tekanan. Kedua orang tuanya cerai, mamahnya pergi dan hilang kabar, papahnya tiap hari pulang dalam keadaan mabok, dan Kirey, wanita itu menolak cintanya beberapa hari yang lalu. Oh iya, jangan lupakan kasus Ken yang katanya membohongi dia.

Itu memang berat. Ezra akui jika dia diposisi Ranggit, dia juga tidak bisa memastikan bahwa dia akan baik baik saja. Tapi untuk terjerat dengan suatu tindakan kriminalitas, bukankah itu terlalu berlebihan?

DIA 2: KENZO RADAVI ALDRYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang