Telah ditemukan oleh Sean, seonggok manusia berciri ciri wanita diatas kasur anaknya. Wanita itu diduga korban kecapean lantaran didapatkannya bukti bukti yang jelas, seperti sepatu yang masih terpasang dikaki, tas punggung yang masih ia gendong, dan gaya tidur yang luwar biazaah absurdnya.
Sean menggelengkan kepalanya beberapa kali, ia bertanya kepada hatinya. "Apa benar Fasya adalah anaknya?"
Dilihat dari fisik, mungkin memang ada kemiripan antara Fasya dan dia. Tapi untuk sifat, kenapa begini amat ya Fasya jadi cewe? Apa kemarin waktu di hotel, dia juga begini?
Aish, memalukan sekali!
"Sya" Sean mengguncangkan pelan tubuh mungil anaknya itu. Untung anak! Kalau kucing udah Saka jinjing itu bagian atas lehernya!
"Pa a Pah aku capee..."
Fasya hendak melentangkan tubuhnya diatas kasur itu, namun terhalang oleh tas yang masih ia gendong. Akhirnya, Fasyapun kembali keposisi awal, yaitu tengkurap.
Ada rasa iba melihat anaknya ini. Sebenarnya Sean tidak akan mengganggu jika saja, Askar tidak datang kerumahnya dan ingin membicarakan hal penting dengan Fasya. Kata Askar, perbincangannya itu menyangkut hidup dan mati seseorang. Sean fikir, daripada orang yang dimaksud itu mati karena Fasya yang masih tidur, lebih baik Sean bangunkan Fasya, dan mulai berunding dengan Askar. Iya betul, Sean tidak ingin anaknya terlibat pembunuhan!
"Syaaaa, itu ada Askar. Cepet bangunnn"
Askar?
Fasya semakin memejamkan matanya. Dia berusaha mengingat apa hal terakhir yang terjadi dengan orang yang baru disebutkan namanya itu.'Gue. Gue yang suka sama lo'
Tiba tiba kalimat itu terdengar diotaknya. Suara Askar yang berat, serta disusul munculnya wajah yang begitu Fasya kenal.
"Aduh. Aduh. Aduh! Gue harus gimana ini!?" Fasya yang langsung membuka matanya lebar lebar, telah meloncat turun dari kasur dan buru buru membuka gordeng kamarnya. Dia celingak celinguk, mencari Askar yang katanya akan menemuinya.
"Sya. Askar ada di luar kamar kamu taukk"
"Hah!!!"
"Siapa? Siapa yang akan mati? Apa urusan kamu sama orang ituu?" Melihat wajah panik anaknya, Seanpun juga ikut panik. Apa Fasya telah menghajar seseorang sampai sekarat?
"Ma? Mati!? Papah ngomong apa?" kini kamar Fasya sudah beralih fungsi menjadi ruang debat. Dengan kedua yang bersangkutan tidak mengerti dengan apa yang diperdebatkan.
"Loh. Askar bilang, dia harus bicara sama kamu. Dan pembicaraan itu menyangkut hidup dan matinya seseorang. Aduhhh sya, jangan macem macemlah gunain keahlian kamu. Gaboleh bunuh orang. Astagfirullah" Sean semakin kalut. Dia sudah terlihat seperti orang yang berputus asa. Merasa telah gagal mendidik anak satu satunya itu.
"Apaan sih pah. Ngawur tu si sekar!" Fasya menggulung lengan panjang bajunya menjadi lebih pendek. Dia berjalan menuju pintu kamar dengan tergesa gesa. Sepertinya dia telah melupakan kembali kejadian kemarin, dan memilih mempermasalahkan omong kosong Askar yang telah membuatnya buruk dimata papahnya sendiri.
Saat Fasya membuka pintu kamar, dia langsung disambut dengan wajah songong yang sudah biasa diperlihatkan Askar kepadanya. Laki laki itu tengah bersender ditembok dan tak merubahnya menjadi posisi siap sama sekali saat tau Fasya telah keluar dari sarangnya.
Beberapa detik Askar melongo melihat penampilan Fasya. Iyalah, setau Askar, Fasya itu baru dibangunkan dari tidurnya. Tetapi dia sudah terlihat trendy dengan tas punggung dan sepatu kerennya. Namun ada yang aneh sih, kenapa wajah dan rambut Fasya begitu kusut?
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA 2: KENZO RADAVI ALDRYAN
Teen Fiction[DIHARAP MEMBACA CERITA 'DIA' PERTAMA TERLEBIH DAHULU] Dia, KENZO RADAVI ALDRYAN, adik dari seorang ketua kumpulan berbahaya. Kini dia bukan lagi seseorang yang tidak diandalkan. Dengan sebuah fakta yang terungkap, membuat semua yang disimpan perlah...