Nginep 2

104 14 0
                                    

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" Teriak Ken saat baru dibukakan pintu oleh salah satu pelayan dirumahnya.

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh" Beberapa pelayan didekatnya menjawab. 

Ken langsung berlari kelantai dua. Dimana biasanya, keluarganya berkumpul disana. Dia menaiki tangga dengan begitu cepat, serasa dialah orang paling hebat dalam hal naik menaiki. Langsung melewati dua anak tangga, bahkan tiga.

Otaknya memberi saran menaiki satu anak tangga,  namun kakinya malah melangkah sedikit lebar. Hanya menginjak ujung anak tangga yang kakinya inginkan, membuat badannya tak bisa seimbang. Saat ia tau ia akan terjatuh, tangan Ken berusaha memegang besi pegangangannya, namun tangannya tidak bisa menggapai itu dengan benar.

"Adeekkk" Teriak seorang pelayan saat melihat salah satu anak majikannya menggelinding dari tangga yang cukup tinggi.

"A. A. A. A. Aaaaa" Ken memeluk tubuhnya sendiri. Lengan bagian atasnya terasa nyeri karena terus menerus berbenturan dengan ujung anak tangga.

"Aw!" Ken langsung merentangkan tangannya saat tubuhnya sudah kembali dilantai dasar. Dia menatap langit rumah yang begitu tinggi, dan bersyukur karena dia masih bisa melihat dengan jelas, tanpa ada titik hitam yang mungkin akan mengulang sebuah masa kelam.

"Ken!" Niken buru buru turun dari lantai kedua. Dibelakangnya ada Zio dan seorang pelayan.

Disekeliling Ken juga sudah ada beberapa pelayan. Mereka bertanya kepadanya apakah dia baik baik saja.

Ken masih diam. Saat Niken sudah berada disamping Ken, dia langsung memeluk anaknya dan bertanya sama seperti yang ditanyakan para pelayan tadi.

"Kamu ga papa kan?"

Ken langsung duduk, dan berhadapan dengan wajah Niken yang begitu tegang dan khawatir. Zio juga sudah berjongkok memeriksa tubuh anaknya, apa ada luka serius disana?

"I'm okay. Jangan hawatir bun" Ken mengusap pipi Niken dengan begitu lembut. Membuat Niken setidaknya melepas rasa gelisah yang ada dalam dirinya.

"Stts, Au!" Ken meringis saat ayahnya dengan sengaja memegang lengan bagian atasnya.

"Berdiri" Perintah Zio dengan tegas.

"Gabisa. Sakit pantat" Ken tidak mau lebih banyak bergerak lagi. Setelah pertandingan barusan, dia sudah tidak punya tenaga lagi untuk bergerak apalagi sambil menahan sakit.

"Pelanan dikit napa!" Ken kembali meringis saat ayahnya langsung menggendongnya.

"Pelan pelan yang. Kasian adeknya" Niken membela.

"Lah. Cowok ini dia! Harus kuat!" Zio dengan sengaja membenturkan lututnya kebokong Ken. Dan membuat Ken untuk yang kesekian kalinya meringis kesakitan.

"Kampret!"

*

Dikamar Ken yang kini jauh lebih luas dari sebelumnya, ada banyak orang disana. Hampir semua pelayan di lantai dua rumahnya kini ada disana, ditambah ada Dava dan Raka juga. Ini mereka mau ngelayad apa ya? Rame amat.

"Aku cuma ngegelinding doang, yailah. Ga kenapa napa"

Dava menatap tajam Ken. Dia terlihat begitu marah saat tau Ken jatuh dari tangga. Marah kepada Ken dan marah kepada tangganya.

"So jago banget lu! Masih mending cuma pantat sama tangan yang sakit. Kalo kepala lo kebentur trus berdarah gimana!?"

Semua orang di kamar Ken hanya diam. Termasuk ayah bundannya. Dava bisa jadi yang paling tegas pada suatu waktu. Mengalahkan Zio, ayahnya sendiri.

DIA 2: KENZO RADAVI ALDRYANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang