26 - Ternyata

797 40 1
                                    

|26. Ternyata|

"Dibalik keceriaannya, ia menyembunyikan rasa sakit yang amat perih."

***

Pagi ini, Sunny tidak ada hasrat sama sekali untuk ke sekolah. Malas, lemas, dan tidak ingin bertemu dengannya merupakan beberapa faktor. Tapi, informasi bahwa akan ada ulangan biologi pun membuatnya untuk tetap ke sekolah.

Dengan wajah pucat, berjalan dengan lambat dan tidak ada senyuman sama sekali, Sunny berjalan menuju kelasnya.

"Sun? Lo nggak papa?" tanya Pelangi saat melihat Sunny yang duduk dan langsung membaringkan kepalanya diatas tasnya.

"I'm okay," jawabnya lesuh.

Pelangi hanya menghela napas. Mungkin, Sunny lelah. Ia membiarkan Sunny istirahat sebentar sebelum ulangan dimulai.

Tak lama kemudian, seorang guru wanita pun masuk dengan mengucapkan salam.

Pelangi menyenggol-nyenggol bahu Sunny dengan sikunya. Namun, Sunny masih tertidur lelap.

"Sun..." panggil Pelangi pelan.

Sunny menggeliat sebentar lalu bangkit perlahan. Mengerjapkan mata untuk menyesuaikan penglihatannya. 

"Guru udah dateng tuh," ujar Pelangi diangguki Sunny.

Setelah mendapat kertas ulangan masing-masing, para murid mulai mengerjakan dengan tenang. Pikiran Sunny masih kemana-mana. Dan itu membuat kepalanya pusing. Ia memijati pelipisnya dengan menggunakan tangan kiri, sementara tangan kanannya mengerjakan soal.

Berselang beberapa menit, Sunny makin merasa lemas. Rasanya, ia akan segera tumbang. Penglihatannya sudah buram, keringat dingin sudah menyusuri tubuhnya dan kepalanya yang terasa mau pecah.

"ASTAGA, SUNNY!" pekik Felisya, murid yang duduk disamping kiri Sunny.

Semua mata pun beralih ke Sunny. Ia menutupi hidungnya dengan tangannya, kertas ulangannya yang tadi putih bersih menjadi bernoda karena darah yang mengalir dari hidungnya.

Miran, guru biologi itu pun langsung menghampiri Sunny. Seorang siswi memberinya tisu untuk menyeka hidungnya. Sunny yang sudah tidak bisa menahan, sebentar lagi ia akan tumbang.

"SUNNY!" pekik Miran sambil mendekap tubuh dingin Sunny yang tidak sadarkan diri.

.

"WOY, YAN!" teriak Guntur saat memasuki kelas.

"Apaan?" tanya Jovian.

"S-SUNNY!" jawabnya.

"Sunny? Kenapa?" tanya Jovian lagi.

"DIA-- AH SINI AJA NAPA?!"

Jovian pun mengikuti Guntur. Menuruni tangga dan berlari kecil ke arah UKS.

"Dia harus dibawa ke dokter, Bu," ujar Velma, penjaga UKS.

"Aduh! Bagaimana ini?" tanya Miran.

Jovian menerobos kerumunan itu. Melihat wajah pucat Sunny, hidung yang diseka dengan tisu dan badan yang sangat dingin. 

Jovian mengangkat tubuh Sunny dan menyuruh semuanya untuk memberinya jalan.

"Kamu mau bawa dia ke mana Jovian?!" tanya Miran.

"Ke rumah sakit lah, Bu. Masa mau ke mall?" 

Miran mendengus dan membiarkan Jovian membawa Sunny. Tentu saja semuanya sudah tahu bahwa Sunny adalah pacar Jovian. Walaupun itu hanyalah sebuah rumor.

~oOo~

Sunny langsung dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil Jovian. Entah kenapa hari ini juga Jovian membawa mobil. Mungkin karena memang sudah ada firasat bahwa ini akan terjadi? Entah.

Sunny sudah dibawa oleh beberapa perawat ke ruang UGD. Sementara itu, Jovian menelpon Thalia.

Tak lama kemudian, Thalia dan Rendy serta Bagas datang.

"Jovian? Keadaan Sunny gimana? Dia kenapa?" tanya Thalia.

"Saya juga nggak tau, Tan," 

"Tadi dia ke sekolah emang nggak ada semangat banget, Tante. Dia duduk terus langsung tidurin kepalanya di meja. Pas ulangannya udah mau mulai, aku bangunin. Awalnya dia baik-baik aja, tiba-tiba dia mimisan, wajahnya lebih pucat, terus keringat dingin. Nggak lama setelah itu, dia pingsan," jelas Pelangi.

"Astaga!" 

Beberapa detik setelah itu, seorang lelaki berjas putih pun keluar dari ruang UGD.

"Dok? Gimana keadaan anak saya?" tanya Rendy.

"Dia hanya perlu istirahat. Sepertinya, ia memikirkan banyak hal sehingga ia menjadi lelah dan kambuh seperti ini lagi. Saya minta, pasien harus dijaga baik-baik. Karena, dia tidak boleh banyak bekerja dan lainnya," jawab sang dokter diangguki mereka.

"Boleh saya bicara dengan dokter?" tanya Thalia.

"Mari, ke ruangan saya," ujar sang dokter.

Thalia memasuki ruangan dokter yang bernama Vincent itu.

"Jadi, bagaimana perkembangannya, dok?" tanya Thalia.

"Sunny masih perlu menjalani kemoterapi, Bu. Dia perlu banyak istirahat," jawab Vincent.

"Dia bisa sembuh kan, dok?" tanya Thalia.

"Kami pihak rumah sakit akan selalu melakukan yang terbaik, Bu. Tapi, jika takdir berkata lain, kita harus apa?" ujarnya. "Sunny termasuk pejuang yang sangat hebat. Dia berjuang untuk hidup sejak 12 tahun yang lalu, semenjak ia menderita penyakit ini," lanjutnya.

"Apa dokter yakin, Sunny bisa bertahan?" tanya Thalia dengan mata yang berkaca-kaca.

"Jika Sunny masih ingin berjuang, mengapa tidak? Saya juga akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan Sunny," jawab Vincent.

"Saya percaya dokter," ujar Thalia

"Sunny pasti bisa lawan leukimia! Saya yakin!" ujar Vincent dengan semangat.

Wanita itu mendengar semuanya dari luar. Leukimia adalah kata yang paling membuat hatinya pecah. Ternyata, selama ini, Sunny yang selalu bahagia, semangat dan ceria ternyata berjuang untuk melawan penyakitnya. Kanker darah yang sudah ia alami sejak 12 tahun yang lalu.

Leukimia?!  batinnya sangat kaget.

...

yey:v 

sudah terjawab kan, mengapa sunny begitu lemah?:")

VOMMENT

15.04.2019


[✔️] AIEL'S JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang