32. Dia

825 36 1
                                    

|32. Dia|

"Kau datang lagi? Disaat aku sudah bahagia dengan orang lain? Mengapa?"

***

Lagi-lagi, semuanya berakhir di rumah sakit. Tapi, kali ini Sunny tidak di infus, di suntik atau di rawat hingga harus tinggal. Sunny dan Jovian pun pulang menggunakan taksi. Jovian juga sudah meminta maaf kepada Thalia dan Rendy karena sudah membuat anak merea drop lagi.

Di kamar, Sunny menyendiri. Kamarnya terkunci rapat-rapat, gordennya yang ditutup hingga kamarnya menjadi sangat gelap, serta barang-barang Sunny yang berantakan.

Sunny menatap kertas yang tercecer di lantai itu. Kertas yang membuat hatinya hancur. Kertas yang membuat harapannya hancur.

"Kenapa cobaan Sunny begitu berat, Tuhan?" lirih Sunny setelah meneteskan air mata.

Sunny mengambil kertas itu dan membacanya perlahan. Itu sudah yang ke delapan kalinya ia membaca surat itu dengan teliti, takut salah membaca.

Sunny menyendarkan punggungnya di tembok. Ia memeluk lututnya yang ditekuk dan menenggelamkan wajahnya lalu menangis.

"Apa Sunny nggak ada harapan lagi, Tuhan? Kenapa harus begini? Sunny mau bahagia. Tapi, kenapa jalannya seperti ini?! Kenapa?!" 

Suara ketukan pintu pun terdengar. "SUNNY! BUKA PINTUNYA, SAYANG!" teriak Thalia dari luar.

"Sunny," panggil Rendy.

"Maaf, Pa, Ma. Sunny nggak bisa! Sunny butuh waktu sendiri! Sunny janji nggak bakal ngelakuin apa-apa," jawab Sunny dengan suara agak besar.

Suara ketukan tidak lagi ada, Sunny pun melanjutkan tangisannya. 

Disaat kebahagiaan mulai datang di dirinya, suatu masalah ikut datang. Membuatnya rapuh dan sakit. Apakah takdir Tuhan sekejam itu? Tidak. Tuhan sudah merencanakan yang terbaik untuk ciptaannya.

Sunny pun duduk di kursi meja belajarnya. Mengambil buku yang selama ini menjadi saksi bisu kesedihannya. Semua uneg-uneg hidup yang ia simpan tertera disana. Semua keluh kesahnya tertulis disana. 

Sunny meraih pulpen hitamnya dan menulis sesuatu. Sambil menangis, ia menulis kata-kata itu. 

Tuhan, bisa Sunny minta waktu sedikit lagi?
Sunny belum siap untuk meninggalkan semuanya.
Sunny bahkan belum mencapai titik kebahagiaan.
Sunny belum buat orang-orang yang Sunny sayang bahagia.
Tolong beri Sunny sedikit waktu lagi.
Sunny mohon...

Sunny menutup buku itu. Ia membaringkan kepalanya di atas buku itu. Tak lama kemudian, Sunny terlelap. Efek sesudah mengangis memang selalu terjadi pada Sunny.

Beberapa menit kemudian, Thalia kembali mengetuk pintu. Namun lebih lembut.

"Sunny," panggilnya.

Sunny langsung bangun. Ia menoleh ke cermin dan memperhatikan matanya yang sembab dan wajahnya yang merah. Ia pun masuk di kamar mandi dan mencuci wajahnya.

Sunny berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya. Melihat Thalia yang berdiri dan menatapnya sendu, Sunny langsung memeluk Ibunya.

"Sunny sayang Mama," ujar Sunny.

Thalia mengelus rambut lembut putrinya. "Mama juga sayang kamu, Sun," ujarnya.

Sunny melepaskan pelukannya. "Sunny kuat kan, Ma?" tanya Sunny.

Mata Thalia berkaca-kaca. Ia pun mengangguk pelan. "Sunny itu adalah orang paling kuat yang Mama kenal," jawab Thalia.

"Apa Sunny bisa lawan ini, Ma?" tanya Sunny lagi.

[✔️] AIEL'S JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang