Penghujung Agustus telah berakhir beberapa hari yang lalu, digantikan dengan udara sejuk di awal September dan daun maple yang berguguran.
Keadaan Dongpyo kian membaik setiap harinya hingga akhirnya pemuda itu benar-benar telah pulih. Dongpyo kembali menjalani rutinitas tanpa kendala berlebih, terlebih dengan adanya orang-orang yang peduli padanya. Dongpyo memang tidak sepenuhnya membuka diri, namun pemuda itu masih aktif di kelas dan di jurnalistik.
Intinya, Dongpyo memang benar-benar telah pulih.
Ya, semuanya, kecuali hatinya.
Entah berapa hari terlewat hingga kini, Dongpyo masih tetap merindu. Perasaannya tak kunjung berkurang, sebaliknya justru makin jelas terasa. Rindunya pada Jinwoo adalah nyata. Sekalipun Dongpyo berniat melupakan rasa rindunya, tetap saja bayangan sosok Jinwoo mampu membuatnya kembali merindu.
Hingga kini pun Jinwoo masih terus menghubunginya. Memang mengobati rasa rindunya, namun bukan berarti mampu menutup seluruh rasa rindu yang dirasanya. Berapapun kata rindu yang terucap tidaklah cukup untuk menunjukkan rindu yang dirasakannya.
Hubungan keduanya masih berstatus sepasang kekasih. Tidak ada yang berubah dan keduanya tidak berniat mengubahnya. Kalau Jinwoo bilang, nanti biar dirinya saja yang mengubah status keduanya menjadi lebih serius. Dongpyo waktu itu hanya mengiyakan saja, padahal aslinya dirinya sudah lemas hanya karena kata-kata Jinwoo.
Dongpyo kembali mendapat segala kebucinan Jinwoo—yang sialnya dirindukannya juga. Setelah entah berapa lama Dongpyo tidak menjumpai kata-kata manis yang Jinwoo tujukan padanya.
Tetapi pagi ini berbeda, tidak ada pesan dari sang kekasih kala dirinya membuka mata di pagi hari. Hingga Dongpyo hendak berangkat ke sekolah pun, pesan yang ditunggunya tak kunjung tiba. Tak mau mengambil pusing untuk ini, Dongpyo mengirim pesan selamat pagi pada sang kekasih.
Sdpyo
Pagi Jinu
Jangan lupa bangun
Ketika sampai di sekolah, Dongpyo langsung disibukkan dengan Yujin yang merengek minta diajari materi pelajaran yang belum gadis itu mengerti. Berakhir dengan keduanya yang jadi sama-sama bingung, pasalnya seingat Dongpyo, dia juga tidak mengerti materi yang Yujin tanyakan.
Saat jam istirahat, Dongpyo baru sadar kalau sedari pagi dirinya belum berbicara dengan Hyungjun. Sementara itu Hyungjun tidak ada di bangkunya, mungkin sahabatnya sudah pergi ke kantin duluan. Tumben, biasanya 'kan Hyungjun akan memaksa Dongpyo ikut ke kantin.
Tidak mau memikirkan Hyungjun lebih lama, Dongpyo beralih pada ponselnya. Pemuda itu mencebikkan bibirnya kala melihat tidak ada pesan dari kekasihnya. Bahkan pesannya pun belum dibaca.
Dongpyo menyimpan kembali ponselnya dengan wajah yang masam.
"Pyoooo! Bantuin akuuuu!"
Baru saja Dongpyo ingin menempelkan kepalanya di meja, suara Hyungjun terlebih dulu mengejutkannya. Sahabatnya itu tampak tergesa-gesa menghampirinya.
"Ada apa?"
"Bantuin aku ya, hehe."
Dongpyo mendengus kesal kala pemuda itu berjalan menuju kelasnya. Tadi Hyungjun meminta tolong padanya agar dia menemui guru matematika mereka. Katanya, Hyungjun di minta membantu guru matematikanya itu. Tapi karena Hyungjun sedang ada kepentingan dengan jurnalistik yang tidak dapat diganggu gugat, jadilah Dongpyo berakhir menggantikan sahabatnya itu.
Dongpyo tidak keberatan sebenarnya, cuma membantu mengoreksi jawaban ulangan matematika dari murid tahun pertama dan juga tahun kedua. Ada jawaban dari sebelas kelas yang harus dia koreksi. Jika ada tiga puluh dua siswa tiap kelas, terbayang 'kan sebanyak apa kertas jawaban yang harus Dongpyo koreksi? Tapi lama-lama Dongpyo pusing juga melihat ratusan angka di setiap lembar jawab yang dia koreksi.
Saking banyaknya, pekerjaannya itu baru selesai sore tadi. Yang artinya sekolah sudah sepi karena para murid telah kembali ke rumah masing-masing. Karena itu Dongpyo mendengus kesal. Apalagi saat mengingat respon guru matematikanya ketika Dongpyo berpamitan tadi. Ugh, ingin menangis saja rasanya.
Dongpyo makin mencebikkan bibirnya ketika mendapati kelasnya yang telah kosong. Dengan kesal pemuda itu berjalan mendekati bangkunya dan membereskan barang-barangnya. Ketika melihat bangku Hyungjun yang kosong, Dongpyo tidak bisa untuk tidak bergumam kesal.
"Ih, Hyungjun malah ninggalin."
Di sela-sela gumaman kesalnya, tiba-tiba terdengar suara pintu yang menutup. Dongpyo seketika membeku, karena tiba-tiba dirinya merasa merinding. Tidak mungkin angin yang menutup pintu dan tidak mungkin juga ada yang iseng padanya.
Dongpyo ingin menoleh memastikan, tapi apa daya tubuhnya terasa membeku sekarang. Terlebih saat ada derap langkah seseorang yang menghampirinya. Dongpyo panik tapi tidak bisa melakukan apapun, sekedar untuk menoleh pun tidak berani.
"Sore, by—" Dongpyo tersentak mendengarnya. "—aku nggak mungkin lupa bangun kok."
Dongpyo menoleh dan mendapati sosok yang tengah memasang cengiran di wajahnya. Berdiri di hadapannya, sosok yang begitu Dongpyo rindukan.
"K-kamu?"
Pandangan Dongpyo menjadi kabur karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Semakin lama makin tak mampu ditahannya. Air mata itu lolos membasahi pipi Dongpyo, hanya air mata tanpa ada isakan.
Dongpyo kembali tersentak dan air matanya makin mengalir deras. Sosok di hadapannya kini tengah memeluknya, mendekapnya begitu erat. Memberinya kehangatan yang selama ini menghilang darinya.
"Stt, jangan nangis ya?"
Sayangnya Dongpyo justru terisak karenanya.
"Selamat ulang tahun, by."
Dongpyo bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya.
09 September
( • )
Ternyata kepanjangan kawan-kawan :')
Jadi ku potong di sini :v
Chap depan jelas chap terakhir kok hwhw
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't know you ✓ | ljw • sdp
FanfictionDi depan minimarket sore itu, Dongpyo menemukan sosok rapuh seorang Lee Jinwoo. Bxb! Shonen-ai! Lee Jinwoo • Son Dongpyo 2019 © Neko