Liburan telah usai dan rutinitas para murid dimulai lagi.
Sebulan pertama setelah liburan, Dongpyo disibukkan dengan tugas yang terus bertambah setiap harinya. Bukan hanya Dongpyo, tapi seluruh siswa tahun pertama dan kedua di sekolahnya. Karena para guru sibuk menyiapkan siswa tahun ketiga untuk ujian akhir mereka, jadilah mereka harus meninggalkan kelas.
Sekilas memang menyenangkan karena itu artinya mereka mendapat jam kosong. Masalahnya terletak pada tugas-tugas dari para guru. Jika ada lima belas mata pelajaran dan tugas dari sepuluh di antaranya memiliki dateline yang berdekatan, para siswa akan otomatis rela begadang untuk menyelesaikannya. Apalagi kebanyakan tugas yang diberikan adalah makalah.
Hari ini Dongpyo mengerjakan makalahnya yang kelima selama satu minggu terakhir. Hari Jumat sepulang sekolah langsung digunakannya untuk menyelesaikannya tugas-tugasnya. Jujur saja Dongpyo juga merasa pusing karena terus berurusan dengan struktur makalah. Belum lagi materi pokok untuk makalah yang kadang membuat Dongpyo emosi.
Berbeda dengan Dongpyo yang masih bisa menahan diri untuk tidak menyuarakan kekesalannya, maka Hyungjun adalah kebalikannya.
"Pyoooo aku pusing! Kok kejam banget sih gurunya!"
Kurang lebih hal-hal semacam itu yang Hyungjun ucapkan selama satu jam terakhir. Padahal selama satu jam itu pula, Hyungjun hanya mengeluh dan berbaring di karpet bulu di apartemen Dongpyo.
Keduanya memang kini berada di apartemen Dongpyo. Hyungjun bilang dia ingin mengerjakan makalahnya di apartemennya, jadi ia iyakan saja. Lagipula sudah lama Hyungjun tidak berkunjung ke apartemennya. Tapi Dongpyo tidak menyangka Hyungjun akan terus mengoceh seperti itu.
Tambah lagi alasan Dongpyo untuk sakit kepala, yaitu ocehan sahabatnya.
"Kamu mending buruan nyicil deh!"
Dongpyo akhirnya berucap juga, lama-lama lelah juga melihat sahabatnya itu tidak melakukan apapun selain mengeluh.
"Oh iya ya!"
Respon yang Hyungjun berikan membuat Dongpyo ingin membanting laptop di pangkuannya. Untung dia sabar, untung Hyungjun sahabatnya, untung dia sayang Hyungjun.
Setelahnya Hyungjun memang mulai mencicil makalahnya. Namun tetap saja ocehan Hyungjun tidak berhenti. Kali ini sahabatnya itu sibuk mengomentari struktur makalah.
"Kenapa harus pakai daftar isi?"
"Kenapa harus dikasih kata pengantar?"
Atau,
"Kenapa harus ada makalah di dunia ini?! Kenapa Pyo?!"
Sekali lagi, untung Dongpyo sabar, untung Hyungjun sahabatnya, untung dia sayang Hyungjun.
Akhirnya setelah dua jam lamanya Dongpyo mendengar ocehan Hyungjun, ia akhirnya bisa beristirahat juga. Hyungjun sudah pulang beberapa saat lalu dan kini Dongpyo sudah menggelepar di kasurnya. Tidak peduli dengan makalahnya yang belum selesai sepenuhnya.
Sebenarnya, Dongpyo pun mengiyakan semua protes Hyungjun. Karena sesungguhnya ia pun mengeluhkan hal yang serupa. Ia merasa sebulan terakhir ini tidak ada waktu baginya untuk beristirahat. Karena selain makalah, masih ada tugas lain berupa membuat video riset dan sebagainya. Dongpyo bahkan tidak ingat kapan dia bisa tidur cukup selama delapan jam.
Dongpyo terlarut dalam lamunannya hingga matanya mulai terasa berat dan ia tidak sadar kapan tepatnya ia telah jatuh tertidur.
Dirinya terbangun ketika sang ibu membangunkannya untuk makan. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya kembali, Dongpyo berjalan lesu menuju dapur. Matanya masih setengah terpejam hingga membuatnya tidak sengaja menyenggol benda-benda di sekitarnya.
"Ish, ini siapa yang naruh tembok di sini?!"
Iya, Dongpyo menabrak tembok karena kecerobohannya. Pemuda itu mengusap keningnya yang terbentur tembok. Sakit memang, tapi setidaknya kesadarannya kembali sepenuhnya.
Ibu Dongpyo hanya tersenyum geli melihat tingkah menggemaskan putranya. Beliau masih tidak percaya kalau putra kecilnya itu telah beranjak dewasa. Putranya itu bahkan telah mengerti tentang cinta. Iya, ia tahu kalau putranya telah memiliki kekasih.
Siapapun orangnya, beliau hanya mampu mengucapkan terima kasih dalam diam. Setidaknya kini putranya terlihat lebih hidup. Tidak lagi difokuskan pada setumpuk buku pelajaran.
Sehabis makan malam, Dongpyo tidak berniat menonton siaran di televisi. Pemuda itu memilih untuk segera berkelana ke alam mimpi. Sebelumnya, ia menyempatkan diri untuk membuka ponselnya.
Baru saja membuka aplikasi chatting, Dongpyo langsung di suguhi pesan dari Jinwoo di kolom teratas. Jelas di paling atas sebenarnya, 'kan dia sematkan.
°°°
Bucin🐻
Bucin🐻
By, ga kangen aku apa?
:(Bucin🐻
Besok ku jemput jam 9 ya :*Bucin🐻
Jangan terlalu capek
ngerjain tugasnya,by :(
Nanti kamu sakit :(Sdpyo
Mau kemana?Sdpyo
Iya iya :)Sdpyo
Udah ya, aku mau tidurBucin🐻
Oke baby, sleep well
Luv u💕Sdpyo
💕Sdpyo
Eh maap, keteken soalnya :)°°°
Itu serius Dongpyo tidak sengaja kok, bukan maksudnya mau mengirim emoticon itu pada Jinwoo. Dongpyo tidak tahu saja efeknya sebesar apa untuk Jinwoo.
Iya, soalnya Jinwoo sudah hampir kehabisan napas hanya karena Dongpyo yang mengirim emoticon love padanya?
Iya, bucin. Maklumi saja :)
( • )
Sepi ya, cem hati :)
Mungkin ini terakhir kali aku rajin apdet
See you~
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't know you ✓ | ljw • sdp
FanfictionDi depan minimarket sore itu, Dongpyo menemukan sosok rapuh seorang Lee Jinwoo. Bxb! Shonen-ai! Lee Jinwoo • Son Dongpyo 2019 © Neko