4 Weeks on Cloudy

449 94 44
                                    

Malam itu, pada akhirnya Dongpyo menginap di rumah Jinwoo.Berhubung rumah Dongpyo terlalu jauh untuk ditempuh malam-malam seperti ini.

Awalnya Changbin merengek meminta Dongpyo untuk menginap ketika pemuda itu tahu jarak rumah Dongpyo terlalu jauh. Felix yang di belakang Changbin langsung menggeleng, meminta Dongpyo untuk menolak permintaan kekasihnya itu. Terlupakan dia kalau ada Dongpyo, dia 'kan mau cuddle sama Changbin juga.

Hal yang mustahil dilakukan kalau Dongpyo menginap.

Dongpyo ingin tertawa melihat wajah memelas Felix. Iya, dia paham kalau Felix tidak ingin diganggu. Karenanya dia berucap, "Nggak perlu, aku pulang aja ya?"

Changbin tidak bisa memaksa kalau Dongpyo sendiri yang menolak. Tapi tetap saja pemuda itu tidak ikhlas, jadilah ia cemberut saat mengantar Dongpyo sampai teras rumahnya.

"By, nginep di rumah aku aja ya?"

Jinwoo berucap kala mereka telah meninggalkan rumah Changbin. Dongpyo yang saat itu telah kelelahan dan mengantuk pun mengiyakan tanpa berpikir panjang. Ia segera mengirim pesan pada sang ibu jika dirinya akan menginap malam ini.

Jadilah Dongpyo berakhir di rumah Jinwoo.

Rumah Jinwoo benar-benar luas, mungkin setara dengan luas satu lantai di gedung apartemennya atau malah lebih luas lagi. Interiornya sederhana namun terkesan elegan. Mungkin ini adalah wujud nyata dari istana dalam kisah pengantar tidur.

Namun di balik semua keindahan itu, rasa hampa menyelimuti rumah Jinwoo. Dongpyo dapat merasakannya, rumah ini begitu kosong meski dipenuhi barang-barang mewah nan mahal.

"Kamu sendirian kalau di rumah?"

Dongpyo bertanya saat Jinwoo menunjukkan kamarnya. Jinwoo menatap manik milik Dongpyo dan tersenyum miris.

Tiba-tiba Dongpyo merasa bersalah. Tentunya Dongpyo masih mengingat apa yang Jinwoo ceritakan tentang keluarganya. Pasti pemuda itu merasa kesepian.

Jinwoo berucap dengan senyum miris yang masih tersemat di sudut bibirnya, "Kamu tahu? Kadang aku berharap dilahirkan dalam keluarga sederhana saja."

"Rumah ini memang indah tapi percuma, hampa sekali." Jinwoo tersenyum tulus pada Dongpyo, "Kamu juga merasakan hampanya 'kan?"

"Maaf."

Jinwoo tersenyum kecil kala melihat Dongpyo yang berucap sambil mencebikkan bibirnya. Kekasihnya itu menggemaskan sekali. Coba beritahu padanya cara baginya agar tidak jatuh pada pesona Son—to be Lee—Dongpyo?

Jinwoo membawa kekasih mungilnya dalam dekapannya. Mendekapnya erat seolah jika ia lepas sedikit saja, Dongpyo dapat pergi meninggalkannya.

Jinwoo berbisik tepat di telinga Dongpyo, "Tidak masalah, aku bersyukur karena punya kamu."

Dongpyo yang mendengarnya langsung menyembunyikan wajah meronanya pada dada bidang Jinwoo. Heran, mengapa Jinwoo selalu saja bisa membuat dirinya malu dan salah tingkah?

Setelah acara pelukan keduanya, kini Dongpyo tengah bergelung manja di ranjang Jinwoo. Selimut tebal milik Jinwoo digunakannya untuk membalut tubuhnya yang kedinginan. Memang suhu diluar begitu dingin.

Perhatian Dongpyo teralihkan pada Jinwoo yang baru saja keluar dari kamar mandi. Pemuda itu mengenakan kaos putih dan rambutnya yang berantakan itu terlihat lembab. Melihatnya, Dongpyo kembali dibuat bertanya-tanya mengapa Jinwoo dapat menjadi begitu sempurna?

Jinwoo yang baru keluar dari kamar mandi tersenyum geli melihat kekasihnya. Dongpyo terlihat menggemaskan dalam balutan selimut tebal yang hanya menampakkan kepalanya saja. Senyumnya makin mengembang kala mendapati Dongpyo yang tengah menatapnya.

"Iya, aku tau kok by, kalo aku ganteng."

Dongpyo langsung tersadar jika dirinya sedari tadi terus menatap Jinwoo. Pemuda itu cemberut ketika mendengar ucapan narsis dari kekasihnya. Sesungguhnya ia tidak menyangkal kalau Jinwoo memang tampan, tapi tetap saja dirinya merasa malu karena tertangkap basah sedang menatap Jinwoo. Jadilah Dongpyo menyembunyikan kepalanya dalam selimut dan berbalik memunggungi Jinwoo.

Jinwoo masih tersenyum geli ketika ia telah berbaring di samping kekasihnya. Tidak ada selimut yang membalut tubuhnya karena selimutnya sedang dimonopoli oleh kekasih mungilnya. Jinwoo tidak kesal kok, dirinya justru merasa gemas karena tingkah Dongpyo.

Iya, bucin. Biarkan saja.

"By," panggilnya yang hanya Dongpyo respon dengan dehaman.

"Kamu tahu mimpi terbesarku?"

Dongpyo langsung berbalik dan menyembulkan kepalanya dari balik selimut. Jinwoo yang melihatnya kini tengah menahan diri untuk tidak menerkam kekasihnya.

"Apa?"

"Mengubah margamu dari Son ke Lee. Hehe."

Jinwoo menjawab disertai cengengesan yang tak tertinggal. Dongpyo benar-benar curiga kalau kekasihnya itu telah terkontaminasi virus Lee Felix.

"Bodo."

Dongpyo cemberut menatap Jinwoo yang masih setia cengengesan di hadapannya. Sampai perhatiannya teralih pada rambut Jinwoo yang masih lembab.

"Jinwoo, rambutmu belum kering. Nanti sakit."

Jinwoo tersenyum mendengar Dongpyo yang khawatir padanya, "Nggak bakal sakit kok."

"Lagian 'kan ada kamu," lanjutnya.

Dongpyo kembali cemberut, "Idih, nggak mau ya ngerawat kamu kalo kamu sampai sakit."

"Jangan cemberut terus dong, by. Nanti aku makin susah."

"Musnah sana!"

Jinwoo tertawa melihat Dongpyo yang kembali menyembunyikan wajahnya di balik selimut.

"Love you too, by."

( • )

PYOPYO KU DEBUT HUHU T-T
Tp ku msh sensi gegara draft ilang kemarin _-

Don't know you ✓ | ljw • sdpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang