Aku menatap nomor kontak Eno di layar ponselku. Berpikir untuk menghubungi lelaki itu sekedar menyapa menanyakan kabar. Tapi aku ragu-ragu. Lagipula, untuk apa aku melakukannya?Kenapa Eno pergi dan melupakan aku begitu saja? Padahal aku merasa dia sangat menyenangkan sebagai seorang teman.
Sikapnya yang selalu ceria, jenaka dan konyol membuatku begitu cepat menaruh simpati. Yaa... walau kadang dia juga menyebalkan, karna sering menggodaku dengan gaya mesum juga tingkah tengilnya.
Heyy... apa ini? Apa aku sedang merasa kecewa dilupakan seorang berandal urakan macam Eno?
Tapi sungguh... aku memang sudah merasa nyaman dengannya. Apalagi, perasaanku sedang tidak baik- baik saja karna mendapati kenyataan Glen dan Serly yang sudah resmi pacaran. Pikiranku kacau. Aku benar-benar merasa patah hati saat ini.
Maka dari itu, sepulang dari sekolah, akhirnya aku nekat memutuskan untuk menemui Eno. Entah mengapa, mungkin karna pikiranku yang sedang galau berat akibat melihat kemesraan mantan pacarku Glen, dengan sahabatku yang paling terkutuk, Serly.
Sebenarnya aku tak benar-benar ingin bertemu dengan berandal urakan itu. Benarkah? Kurasa aku memang ingin bertemu dengannya tadi. Ahh... entahlah. Yang jelas, aku ingin jalan-jalan melepas rasa suntuk, tapi aku tak punya tujuan. Jadi, aku putuskan untuk datang ke basecamp Eno.
Kedatanganku di depan basecamp disambut tatapan tak percaya dari para penghuninya. Entah apa yang mereka pikirkan, tapi sepertinya kehadiranku jadi sebuah kejutan besar.
"Cewek! Nyariin siapa lu, Neng?"
"Nyariin Abang, ya?"
"Ayo sini Neng! Jangan berdiri di situ, ntar kesamber bemo!"
Mereka bersahutan memanggilku yang masih mematung di pinggir jalan. Di antara mereka, ada beberapa siswi perempuan. Mereka menatapku penuh rasa penasaran.
Tiba-tiba salah satu dari mereka maju mendekatiku. Itu Isam, salah satu teman Eno yang pernah kutraktir makan Bakso.
"Aya? Lo ngapain ke sini?" tanya lelaki itu.
Aku hanya tersenyum. Jujur, aku juga tidak tau, untuk apa aku datang ke sini.
"Lo nyariin Eno, ye?" tanyanya lagi.
Aku kembali hanya tersenyum.
"Nyet! Panggilin si Eno di dalem!" seru Isam pada penghuni basecamp.
"Ayo sini, Ayy!" Isam mengajakku ke basecamp. Tapi aku menggelengkan kepala. Melihat teras basecamp yang penuh sesak, aku tak berniat untuk mendekat ke tempat itu. Aku takut. Apalagi melihat semua mata penghuni basecamp yang kompak menatapku.
Tak berapa lama, dari dalam basecamp, Eno muncul. Masih mengenakan celana seragam abu dan singlet putih gombor. Kemeja seragamnya tergantung sembarangan di pundak lelaki itu. Dia mendekat padaku dan Isam.
"Elo Ayy? Ngapain lo kesini?" sapa Eno dengan sebatang rokok menyala terselip di antara jarinya.
Ditanyai begitu, aku jadi salting sendiri.
Iya juga ya? Mau Ngapain gue datang ke sarang berandal kayak gini?
"Dia mau nagih utang Bank keliling! Ya mau ketemu sama lo, Buluk! Pakek nanya, lagi !" Isam yang menjawab.
Eno menatapku. "Mau ketemu gue? Srius?"
Aku hanya menatapnya sambil menggigit bibirku.
"Ajak sini, No!"
"Kenalin kita dong, No!"
"Blagu lo, No! Pakek so' jual mahal segala!"
Beberapa seruan teman-tan Eno bersahutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Teen FictionTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...