46. PAMIT

9.5K 629 93
                                    

Makasih buat semua suport kalian buat Author gaje yang satu ini.

Lopyu gaeeesss.... 😚😚😚

16 November 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

16 November 2019

****

Sekitar jam delapan malam, Eno menjemputku ke rumah untuk keluar, sekedar mencari makan dan jajanan malam. Dia sudah berjanji saat tadi sore menjemputku pulang sekolah. Sudah lama juga kami tak pergi makan bersama. Ya... meskipun hanya sekedar berburu kuliner kaki lima di pinggir jalan. Tapi aku sudah sangat senang dan mulai terbiasa  sekarang.

Sebenarnya, aku bisa saja mengajaknya ke Kafe atau Resto faforitku tanpa harus merepotkan isi dompet Eno. Tapi tentu saja, aku tidak mau menyinggung harga dirinya dengan melakukan itu. Maka, aku memilih ikut saja dengan ajakannya. Dan sekarang aku menyadari, makanan pinggir jalan itu tidaklah buruk sebenarnya. Aku saja yang terlalu manja dan sombong selama ini.

Berburu kuliner malam khas Jakarta di kaki lima, ternyata sangat seru dan itu pengalaman baru yang menyenangkan bagiku semenjak aku mengenal Eno.

"Kamu tawuran lagi?" tanyaku ketika melihat Eno yang datang dengan pelipis memar keunguan.

"Enggak," jawabnya pendek.

"Itu? Kok wajah kamu sampe bengep gitu?" Aku menunjuk pelipisnya.

"Ga apa-apa, Ayy... cuma ketonjok doang tadi."

Aku menghela nafas. "Kamu belum bosen juga ya, tawuran kek gitu? Aku mulai khawatir lho, sama kebiasaan kamu, No," protesku.

"Enggak... tadi cuma gertak-gertakan doang. Enggak bener-bener tawuran," kilahnya.

Aku kembali hanya bisa mengelus dada. Ohh... mau sampai kapan dia begini terus? Pikirku.

Kami segera berangkat. Tidak terlalu lama, jam sepuluh malam Eno sudah mengantarku pulang. Dan di depan gerbang rumahku, kami melihat Glen tengah menunggu di dekat motor sportnya yang terpakir di dekat gerbang.

Motor Eno berhenti. Kulihat Glen langsung menghampiri kami. Membuatku beringsut. Menyembunyikan diri di belakang punggung Eno. Ya, melihat wajah si Glen dari dekat, membuatku merasakan ada ketakutan yang menyergapku. Sepertinya, aku masih agak trauma dengan apa yang sudah dia perbuat padaku.

"Hai... Aku udah lama nungguin kamu. Bisa kita bicara sebentar?" tanya Glen padaku.

"Gue enggak mau." Aku yang masih duduk di boncengan Eno memilih memalingkan wajahku. Aku tidak mau melihat wajah keparat itu.

"Cuma sebentar, Ayy..." Glen memohon.

"Mau ngomong apa lagi, si lo?" tanya Eno dengan nada kesal.

Aku melirik Glen. Dengan masih memeluk pinggang Eno erat-erat.

"Gue cuma mau minta maaf. Sekalian pamit. Gue mohon, No. Bujukin Aya buat mau bicara sama gue. Enggak lama, kok," kata Glen lagi.

Eno menghela nafas. Lalu menoleh kebelakang. Mengusap-ngusap tanganku.

BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang