Gue salut sama kalian yang mau baca ulang BUKBAD. Apalagi sempetin komen lagi buat Bang Eno. Ngeliat kalian semangat, gue ikut semangat. Yang do'ain gue selalu sehat, semoga kebaikan do'a itu selalu menyertai kalian juga. Tetap di rumah dan jangan keluyuran jauh2 yah...
Tenang aja, BUKBAD 2 tetap jalan kok. Tunggu rilisnya...
Follow akun IG dorie.kusuma
Untuk lebih tau seputar Bukbad dan Aryan.****
Hampir tiga minggu sejak terakhir kali bertemu, aku tak juga bisa menghubungi nomor Eno. Dia tak pernah datang lagi ke sekolah untuk menjemputku. Mungkin, inilah arti ucapan selamat tinggal yang sempat dia katakan padaku. Untuk perpisahan inilah dia memberanikan diri menciumku.
Ya. Dia pamit untuk berhenti menemuiku. Lebih tepatnya, dia ingin kami berhenti berhubungan.
Sepertinya, kejadian hari itu membuat Eno ingin menjauhkanku darinya. Dari lingkungannya. Aku tidak tahu kenapa. Apa mungkin Eno takut aku terjerumus dalam pergaulan brutal seperti Citra dan teman gadis Eno yang lainnya? Entahlah!
Tapi aku sudah terlanjur masuk dalam kehidupan Eno. Aku sudah nyaman dengan semua cara dia memperlakukanku. Meskipun terkadang dia suka bersikap mesum dan menyebalkan.
Hari-hariku terasa sunyi dan hampa tanpa kehadiran Eno lagi. Aku terus memikirkannya. Eno tak bisa lepas dari pikiranku. Hingga aku merasakan resah sepanjang waktu. Dan sepertinya, aku memang merindukan dia. Baiklah, kuakui, aku sangat merindukan dia. Berandal tengil itu.
Karna putus asa, sepulang sekolah aku minta Pak Jamal mengantarku untuk mampir ke Halte. Namun Eno tak ada di sana.
"Bang Eno jarang ikut nongkrong sekarang, Kak. Ke basecamp aja cuman mampir sekali-kali." Seorang anak yang kutahu merupakan adik kelas Eno memberitahuku.
"Gitu, yah?" Begitu lesu aku harus menerima jawaban itu. Rasanya aku sudah ingin menangis. Benar, aku tak tahan harus kehilangan dia seperti ini.
Aku pamit pada mereka. Meneruskan perjalanan pulang ke rumah. Eno... Eno... Eno... nama Berandal itu terus memenuhi isi kepalaku. Tanpa kusadari, memikirkan dia hingga membuat air mataku menetes. Astagaaa Enooo... lo udah bikin gue kelabakan kayak gini? Tega lo ya?
"Ada apa, Pak?" Aku bertanya pada Pak Jamal saat mobil yang kami naiki tiba-tiba berhenti.
"Bentar Non. Ban depan kayak kempes." Pak Jamal mematikan mesin mobil. Lalu turun dan memeriksa ban depan.
"Gimana Pak?" Aku mendongakan kepalaku keluar kaca jendela.
"Kempes, Non. Kena paku. Bapak ganti dulu. Non mau Bapak carikan Taksi?"
"Enggak usah, Pak. Aya nungguin aja," jawabku.
Pak Jamal mengiyakan. Lalu bergegas membuka bagasi mobil untuk mengambil ban cadangan.
Aku melihat toko sembako di sebrang jalan. Berniat membeli minuman karna sangat merasa haus.
Hampir pukul empat sore. Tapi matahari yang bebas memancarkan sinarnya tanpa rintangan awan membuat udara masih terasa panas.
Aku turun membeli minuman dingin dan makanan ringan. Memutuskan menunggu Pak Jamal selesai mengganti ban mobil kami dengan duduk di pojok teras toko di mana ada kursi deret besi yang tersedia.
Saat itulah, aku melihat truk bermuatan penuh gas elpiji memasuki parkiran toko. Dan yang membuatku tercekat, sopir truk itu tak lain dan tak bukan adalah Eno. Lelaki yang sedang membuatku kelabakan beberapa hari ini.
Seketika aku tertegun. Apa yang dia lakukan di sini? Kerja? Jadi sopir truk pengangkut elpiji? Aku terkejut bukan main. Teringat pada ucapan Isam tempo hari, yang pernah memberitahuku kalau sepulang sekolah Eno sering kerja serabutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Fiksi RemajaTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...