Sore ini, aku ikut Eno nongkrong di Halte sepulang sekolah. Kali ini kami tidak hanya berdua. Ada Awank, Beni, dan lima orang anggota basis mereka yang lain. Dua di antaranya anak kelas sepuluh yang belum aku kenal namanya. Tapi mereka sudah sering kulihat datang ke basecamp. Sudah kenal padaku dan selalu menyapa penuh hormat tiap kali kami bertemu."Isam kemana No? Biasanya dia selalu ngintilin lo nongkrong?" tanya Awank.
"Tadi pamitnya ke pasar. Katanya mau nyari velg baru buat motornya,"
jawab Eno."Sendirian?"
"Iya, keknya."
"Bawa motor?"
"Enggak tau gue. Kenapa emang?"
"Ngambil resiko tu anak. Kalo ketemu musuh di sono, bisa mampus tu dia!"
Awank menghembuskan rokoknya dengan wajah menerawang."Gengnya si Markus enggak akan berani sampe sejauh itu. Mereka pasti belum lupa sama tawuran yang pernah pecah di depan pasar," sahut Eno.
Aku hanya menyimak saja. Seraya memantau kegiatan media sosial di ponselku.
"Iya, sih. Mereka kayaknya kapok buat ngusik anggota basis kita lagi. Pasti si Markus masih inget, gimana kupingnya nyaris putus karna lo sabet, kan?"
Deg! Jantungku terlonjak satu detakan, hingga gelenyarnya terasa ngilu di dada kiriku. Aku menoleh pada Awank mendengar kalimatnya barusan. Sangat terkejut.
Kulihat Awank terkesiap. Ia menyadari kalau saat ini aku tersentak menatapnya. Eno segera menatap Awank. Lalu melempar bungkus rokoknya ke kepala lelaki itu dengan kesal.
"S-sory! Gue keceplosan!" sambung Awank agak gugup. Menatap Eno dengan wajah cemas. Lalu meringis setengah nyengir.
Mataku beralih pada Eno. Menatapnya dengan ngeri. Apa aku tidak salah dengar? Kuping siapa tadi yang nyaris putus? Aku langsung merinding tak karuan.
"Udah, enggak usah dipikirin. Si Awank kalo lagi sange emang suka ngomong sembarangan, Ayy!" seru Beni yang duduk di belakangku. Rupanya dia juga merasakan kecanggungan yang menyergap di antara kami.
Aku masih menatap Eno. Dia tersenyum sambil mengerjap-ngerjapkan matanya padaku. Lalu bertingkah seperti badut yang sangat menggemaskan. Memainkan mimik wajahnya dengan jenaka. Seolah ingin memberiku keyakinan, kalau seorang pacar yang imut dan lucu seperti dia tidak mungkin melakukan hal sekejam itu.
HAH!! Dia berusaha mengelabuiku. Dia pikir aku bodoh? Pada Heri yang notabene masih kawan satu sekolahnya saja Eno bisa berlaku begitu bengis. Apalagi pada orang yang jelas-jelas merupakan musuhnya? Pasti dia bisa bertindak lebih sadis dari itu.
Ah... semoga aku tak pernah menyaksikan langsung sisi lain yang dimilikki Eno. Sisi lain dari dia yang aku harap bisa sirna meskipun secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Teen FictionTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...