74. JANGAN PERGI, SAYANG

7.5K 723 388
                                    

⬆⬆⬆⬆
KLIK MULMED DI ATAS JUDUL UNTUK FEEL YANG LEBIH KUAT

⬆⬆⬆⬆KLIK MULMED DI ATAS JUDUL UNTUK FEEL YANG LEBIH KUAT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MAU KEMANA KITA HARI INI?" 😢😢

❤❤❤

"Ayaa ... bangun Sayang. Ini Mama, Nak."

Samar-samar kudengar suara isakan tangis yang tak asing di telingaku. Saat aku membuka mata, wanita cantik itu sudah ada di dekatku. Wanita yang teramat aku sayangi.

Aku sudah berada dalam kamar perawatan rumah sakit. Terbaring dengan Mama di sisiku.

"Maa ...?"

"Iya, Nak?"

"Eno ... Eno Ma ...." Aku tak sanggup melanjutkan kalimatku.

"Yang kuat, Ayy ... Eno akan baik-baik aja ... percaya sama Mama!"

Aku menggelengkan kepalaku, lalu bergegas untuk bangun.

"Kamu mau kemana?"

"Aya mau liat Eno!"

"Ayy ... kamu harus bisa mengendalikan diri kamu." Mama memegangi bahuku.

Aku menghela nafas. Merasakan udara yang mengalir dalam tiap tarikan ini terasa sangat menyakitkan hingga dadaku menjadi linu. Tapi aku tak bisa begini saja. Aku harus melihat keadaan Eno.

"Kamu harus kuat, okay?" Mama ingin memastikan.

Aku mengangguk perlahan. Lalu turun dari ranjang dengan dipapah Mama.

Di depan ruang IGD, Awank dan Beni masih bertahan di sana. Bahkan kulihat sudah ada Eza juga. Tapi Pak Ali sudah tak ada. Mungkin dia pergi untuk mengurus segala keperluan administrasi rumah sakit.

Aku dan Mama duduk di deretan kursi tunggu. Sesekali Awank dan Beni melirik padaku dengan wajah pucat dan pasrah. Penampakan yang sungguh aku benci.

Menit demi menit berlalu dengan begitu lambat. Hingga akhirnya pintu ruang IGD terbuka. Seorang Dokter keluar dari ruangan.

Awank, Eza dan Beni segera menghampiri.

"Gimana kawan saya, Dokter?" tanya Awank segera.

Dokter menghela nafas. Menepuk bahu Awank. Wajahnya yang tanpa harapan itu membuatku tak tahan, rasanya aku sudah ingin menjerit sejadi-jadinya.

"Kawan kalian koma. Kondisinya masih kritis. Cidera kepala berat. Banyak-banyak berdo'a. Saya turut prihatin," jelasnya tak panjang lebar.

Jawaban yang membuat jantungku kembali berdenyut ngilu. Aku tak mau lagi membuka mataku. Bahkan untuk sekedar meraungpun, aku merasa sudah kehilangan tenaga.

Air mata ini mengalir dalam kebisuan. Tangisanku meledak dalam kediaman. meloloskan satu rintihan dari bibirku. Rintih kesakitan yang luar biasa.

Mama merangkul tubuhku sangat erat. Tapi saat ini, pelukan Mama sekalipun tak bisa membuat perasaaanku membaik. Aku masih berharap ini adalah mimpi buruk. Berharap aku akan segera bangun, dan mendapati diriku terjaga di atas tempat tidur. Tapi tidak ... ini memang kenyataan.

BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang