38. MAGANG

9.8K 730 68
                                    


Ini hari kedua Eno magang di bengkel sebagai tugas tambahan dari gurunya. Sehabis Magrib, aku datang ke sana sesuai janjiku pada Eno. Bengkel mobil itu lumayan besar dan ramai oleh pelanggan.

Saat aku tiba di sana, Eno langsung menyambut kedatanganku dengan sumringah.

"Naik apa ke sini?" tanya Eno.

"Taksi," jawabku. Kuperhatikan Eno dengan baju mekaniknya yang kotor penuh bercak oli. Wajah dan tangannya juga. Tapi sungguh, dia tampak keren dengan penampakkannya itu. Hahaa... aku sudah sangat tergila-gila pada Eno sepertinya.

"Bentar yah, aku cuci tangan dulu. Kamu duduk dulu di situ!" Eno menunjuk deretan kursi tunggu yang tersedia di ujung bangunan bengkel. Aku mengiyakan dan segera menuju ke sana.

Tak berapa lama, Enopun menyusulku dengan wajah yang sudah bersih. Tak belang-belang seperti tadi.

"Ini, aku bawain makan buat kamu!" Aku menyodorkan plastik bawaanku.

"Apa ini?" Eno menerimanya sambil mengintip kedalam plastik.

"Nasi padang."

"Banyak banget?"

"Katanya kawan kamu ada lima orang dari sekolah. Aku beli buat mereka juga," jawabku.

"Euuummm... kamu ini... baiknya emang enggak ada duanya!" Eno mencubit gemas pipiku. Dia tampak sangat gembira.

"Saaammm... Saaam...!" Lalu ia berseru memanggil Isam yang nampak berbincang dengan kawannya sesama pelajar. Posisi mereka tak terlalu jauh dari kami.

"Apa, No?" sahut Isam berseru juga.

Eno melambaikan tangan, meminta Isam mendekat. Anak itu cepat menghampiri.

"Rezeki buat lo sama anak-anak! Sana bagi!" Setelah mengambil sebungkus nasi, Eno memberikan plastik bawaanku pada Isam.

"Wahh... nasi padang nih? Ini buat kita No? Dari siapa? Aya?" Isam menatapku berbinar-binar.

"Bukan. Dari nenek moyang lo!" jawab Eno sembarangan, lalu sibuk membuka bungkus nasinya.

Isam tak peduli. Ia tersenyum lebar sangat riang. "Makasih ya, Ayy. Lo emang the best banget dah jadi pacar!"

"Eit! Pacar siapa lu?" Eno langsung tersentak menatap Isam.

"Iya, iyaa... pacar lo, No...," sahut Isam merengut. Aku tertawa saja menanggapinya.

"Sana, sana!" usir Eno tampak risih.

"Ayy, makasih ye?" Isam menatapku penuh rasa terima kasih. Aku hanya mengangguk saja. Lalu anak itupun pamit dari hadapanku dan Eno.

"Kamu enggak makan?" tanya Eno padaku.

"Kamu aja. Aku udah, di rumah," jawabku.

"Baik banget si, kamu. Pakek bawain makan segala. Tau aja aku lagi kelaperan," sahut Eno.

Dia tampak berkomat kamit sebelum memulai suapan pertamanya.

"Kenapa No?" tanyaku heran.

"Bismillah dulu. Kamu udah repot-repot beliin aku makan. Aku enggak rela ada setan yang ikutan makan bareng aku," sahutnya.

Aku tergelak mendengar itu. "Bisa aja kamu? Kamu juga sering berubah jadi setan, kan?" Aku menggodanya.

"Iya. Kalo lagi nafsu sama kamu," jawabnya tanpa sungkan.

Aku kembali tertawa. Dasar!

Kulihat Eno tampak sangat lahap. Menyantap nasinya dengan begitu nikmat. Aku menatapnya dengan perasaan prihatin. Dia pasti sangat lapar dan belum sempat makan. Ahh... aku jadi merasa sedih. Tapi sebisanya aku sembunyikan perasaan itu agar Eno tak merasakannya juga. Aku tidak mau membuatnya tak nyaman.

BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang