Aku hanya bisa diam. Menyimak semua penjelasan Eno dengan perasaan mengambang. Syok, dan tak menduga tentu saja.
"Apa kamu pernah melecehkan perempuan juga, kayak yang tadi mereka lakukan sama aku?" tanyaku dengan tatapan kosong kedepan.
Eno tersentak mendengar pertanyaanku. Ia menatapku sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"No! Jawab aku!" Aku mengulang.
Eno menundukkan wajahnya. Kemudian mengangguk pelan.
Ohh... Tentu saja dia pernah melakukannya. Lihat saja kelakuannya di basecamp saat pesta kemenangannya kemarin. Dia bahkan membiarkan seorang jalang duduk mesra di pangkuannya.
HUWAAAA.... ingin kuteriak... di mana? Di sini bukan hutan.
Eno mengusap kepalaku. Gurat wajahnya menunjukkan penyesalan mendalam.
"Semua bayangan buruk kamu tentang aku, itu adalah benar. Apa yang menurut kamu hanya prasangka dan kemungkinan, 90 persen itu juga benar, Ay!" ucapnya.
Aku mengiggit bibir. Tak terasa air mataku sudah menetes saja. Ah... aku benci dengan mataku yang cengeng ini. Karna selalu menunjukkan sisi kelemahanku.
"Maaf... sudah buat kamu kecewa, tapi itulah pacar kamu. Itulah aku," tegas Eno terus terang.
"Tapi kamu enggak pernah bunuh orang kan? Enggak pernah hamilin anak orang kan? Enggak begal motor emak-emak kan? Enggak rampok mini market kan?" tanyaku begitu saja.
Eno tercekat menatapku. Kemudian tersenyum lebar.
"Belum sejauh itu," jawabnya.
Oh... aku sungguh lega. Meskipun tetap saja dadaku terasa nyeri setelah mendengar semua pengakuannya ini.
"Sama kayak dua anak tadi, aku sangat brutal saat pertama kali masuk basis. Tapi meskipun begitu, aku masih tetap menggunakan sedikit kemampuan otak aku untuk berfikir. Percayalah, waktu itu aku hanya berani melecehkan mereka yang pantas dilecehkan. Aku pilih-pilih mangsa dalam urusan yang satu itu," jelas Eno lagi.
"Pilih-pilih?" Aku tak mengerti.
"Seperti yang kamu liat di basecamp kemarin. Hanya cewek kayak mereka yang biasanya aku pegang. Yang sepantasnya buat orang brengsek macam aku," tukas Eno.
"Siapa mereka? Aku baru liat mereka di basecamp?"
"Ya, kemarin taruhan yang aku menangkan lumayan besar. Semua basis dari sekolah aku pada datang. Biarpun beda kelompok, kami tetap jaga hubungan baik karna masih satu sekolah. Sering saling bantu kalau ada masalah serang menyerang dengan musuh dari sekolah lain. Makanya aku ngelarang kamu buat datang."
"Biar kamu bisa bebas ngapa-ngapain sama cewek-cewek itu?" sinisku.
"Bukan gitu, Ay! Aku enggak mau kamu dipandang sama kayak cewek-cewek di basecamp. Buktinya, kedatangan kamu sukses bikin semua mata-mata jelalatan mereka pada mau loncat melototin kamu, kan? Aku enggak mau kayak gitu." Eno membelai wajahku lembut.
Bisa kulihat ia sangat srius dengan perkataannya.
"Kamu enggak sama kayak mereka. Aku mau jagain kamu supaya kamu tetap jadi Soraya yang aku kenal. Aku enggak mau jerumusin kamu ke pergaulan basecamp. Itu buruk, Ayy. Aku enggak akan rela kamu jadi ikutan rusak kayak mereka," jelas Eno.
Duhh... aku sungguh terharu mendengarnya.
"Jadi, kamu terbiasa nempel-nempel kayak gitu sama cewek-cewek di sana?" selidikku dengan perasaan cemburu yang mulai merambati pikiranku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Roman pour AdolescentsTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...