Aku terus melangkah mendekat ke lintasan. Menerobos barisan penonton tanpa rasa takut lagi. Ya, rasa takutku sudah terkikis habis oleh kemarahan dan rasa cemburu.Eno dan Ito sudah bersiap di garis start. Beberapa kawan dari masing-masing tim terlihat masih mendampingi mereka sambil berbicara. Tak lama kemudian, mereka mulai menepi.
Aku pikir, balapan ini akan seperti balapan motto gp yang sering kulihat di televisi, di mana semua pembalap akan berlomba bersamaan dalam satu sesi. Ternyata tidak seperti itu. Balapan dibagi menjadi beberapa sesi tergantung banyaknya peserta. Tiap peserta akan berlomba satu lawan satu. Mereka diundi untuk menentukan siapa lawan masing-masing.
Angel masih berdiri di samping Ito. Bercakap-cakap seolah mereka sedang saling menguatkan. Kulihat pasangan kekasih itu tampak sangat mesra. Memberi semangat dan keyakinan satu sama lain. Romantis sekali. Ito memasangkan helm kepada Angel. Temanku itu tampak luar biasa dengan penampilannya.
Aku beralih pada Eno. Gadis seksi di sampingnya bergelayut mesra pada pacarku itu. Hiks...! Merana gue! Merana ga ketulungan!
Kalau ada yang tanya siapa manusia paling menyedihkan malam ini, maka jawabannya adalah aku. Akulah orang paling menyedihkan itu.
Apalagi saat kulihat Eno yang tampak melingkarkan satu tangan ke pinggang gadisnya. Entah hanya formalitas atau untuk sekedar style saja. Aku tak faham. Sebelum memasang helmnya, kulihat gadis itu mencium bibir Eno sekilas.
Kumenangiiiss...
membayangkan...
betapa kejamnya dirimu
atas diriku...
kau duakan cinta ini...Stop! Jangan teruskan. Lagu ftv itu membuatku makin terpuruk saja.
Aaarrgghhh... aku tak tahan. Aku ingin melompat saja kedepan sana, lalu menarik rambut merah si jalang itu. Ini sudah kelewat batas!
Sabar Ayaaa... sabar. Jangan permalukan diri lo sendiri dengan menuruti apa yang ada di kepala lo saat ini. Tahan... okay...?
Mereka bersiap. Si rambut merah dan Angel sudah naik keboncengan. Eno dan Ito sudah menghentak-hentakkan gas kemudi. Penonton sisi kanan dan kiri yang berjubel dengan kompak menyingkir ke tepian.
Seorang pria bertopi maju kehadapan Eno dan Ito lalu berdiri di antara roda depan motor mereka. Tampak memberi pengarahan. Aku tidak tau apa yang di katakannya karna suaranya kalah, tertelan oleh deru mesin motor. Tapi kulihat Eno dan Ito sama-sama mengangguk-angguk.
Oh, aku semakin merasa tegang. Pria bertopi itu menepuk pundak Eno dan Ito bersamaan. Menghadap Eno dan Ito, lelaki itu agak mundur. Ia melepas topinya. Memegangnya dengan satu tangan mengarah ke depan.
Eno dan Ito bersiap siaga. Saat topi dijatuhkan, keduanya melesat bak peluru yang meletus dari senapannya.
Penonton bersorak dan berhamburan ke jalan selepas kedua pembalap itu meninggalkan garis start.Tubuhku membeku. Mataku menatap kosong jauh ke ujung jalan. Mengikuti laju motor Eno yang kini hanya terlihat lampu belakangnya saja.
Penonton beralih ke jalur sebelah. Menunggu finish kedua pembalap. Kurasakan seseorang meraih pundakku.
"Ayy, pulang yuk!" ajak Rifan lembut.
Menatapku dengan sorot mata iba.Aku menggeleng. "Gue mau liat sampai selesai," jawabku.
"Enggak usahlah... sekarang aja muka lo udah lecek kek tisu bekas pakai. Enggak tega gue. Mending kita pulang aja," kata Rifan lagi.
Ya. Aku pasti terlihat sangat menyedihkan. Sungguh, aku bisa terima kalau Eno seorang bajingan. Aku terima kebiasaannya mabuk, dan tawuran, berkelahi juga balapan. Tapi aku tak bisa terima melihatnya bermesraan dengan gadis lain. Apapun alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Teen FictionTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...