Ay, maaf yah... hari ini aku enggak bisa jemput kamu. Ga papa kan?Aku baca pesan WA dari Eno siang ini.
Ga papa
Balasku padanya.
Kamu hati-hati yah. Langsung pulang ke rumah. Love u Ay...
Balasan dari Eno membuatku tersenyum sendiri. Aku menelpon Mama, memintanya mengirim sopir untuk menjemputku pulang sekolah.
"Pak Jamal lagi anterin Mama, kamu naik taksi aja, ya?" jawab Mama di ujung telfon.
Aku menghela nafas.
"Ya, udah...!" Akhirnya aku mengalah.
Haaahhh... Ibu macam apa dia itu? Kadang aku suka berfikir jahat pada Mamaku sendiri. Karna aku merasa dia tak pernah memikirkan kepentinganku. Dia hanya memikirkan kebahagian dan kesenangannya sendiri.
Ada kalanya aku merasa muak, jengah, dan sakit hati. Seakan kehadiranku di dunia ini tidak pernah mereka hargai.
Kalau mereka tak menginginkan aku, kenapa saat proses membuatku dulu mereka tak berhati-hati? Mungkin kalau mereka berhati-hati, aku tak akan muncul ke dunia ini.
Huh? Dasar! Mau enaknya saja!
Jam pulang sekolah, aku keluar gerbang dengan lesu. Menunggu ojek online pesananku tiba, lagi-lagi Glen menghampiriku. Kali ini dia menunggangi motor sport mewah kesayangannya.
"Ay, kamu nungguin siapa? Berandalan itu lagi?" sapanya.
Aku tak menyahut. Pura- pura tak melihatnya, menganggap dia angin lalu, menganggap dia butiran debu, menganggap dia sudah mati.
"Dia enggak jemput kamu, ya? Ayo naik! Aku anterin kamu pulang," ujarnya.
Aku tetap diam. Lebih memilih menatap kumis Pak Damiri, yang memperhatikan kami dari balik kaca posnya.
"Ay!" Glen masih berupaya memanggilku.
Karna sudah merasa jengah, aku memutuskan pergi dari tempatku. Meninggalkan gerbang sekolah. Eh, si bangsat itu malah menguntitku dengan melajukan pelan motor yang ia tunggangi.
"Lo ngapain si, pakek nguntitin gue?" Akhirnya emosiku terpancing juga.
Glen turun dari motornya, menatap dingin padaku.
Aku melengoskan tubuhku, tak mau berlama-lama berhadapan dengannya. Tapi Glen menahan lenganku.
"Aku mau kamu balik sama aku, Ayy!" ujarnya.
"Jangan gila, lo!" Aku kembali menghindar, tapi Glen lebih kuat menahan tubuhku.
"Kamu yang gila! Kamu lebih memilih berandal itu buat jadi cowok kamu? Apa kamu enggak waras, Sorayaaa?" Mata Glen menyala menatapku.
"Diam!" Aku menepis tangan Glen dengan kasar.
"Lo suka kan, sama Serly? Lo pacaran kan di belakang gue sama dia? Sekarang gue ngasih lo kebebasan buat lakuin apa yang lo mau sama dia! Ngapain lo masih gangguin gue?" Aku tak gentar sama sekali.
"Kamu mau tau kenapa? Ha?" Glen menarik tubuhku merapat ke badannya.
"Karna aku enggak rela liat kamu pacaran sama berandalan itu, Ay! Aku enggak rela!" teriaknya seperti kesetanan.
"Eno bukan berandalan! Jaga bicara lo!" tangkisku tak terima.
"Huh? Apa yang kamu liat dari anak itu sampe mati-matian belain dia, ha?" Glen makin murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Teen FictionTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...