17. KABAR DARI RIFAN

10.5K 621 68
                                    


Aku tahu, aku yang sudah memutuskan ini. Mencintai berandalan seperti Eno. Melabuhkan hatiku untuk seorang perusuh seperti dia. Aku tau dia bukan cowok baik-baik. Aku tau segala keburukannya jauh sebelum merasa jatuh cinta padanya.

Tapi entah mengapa, rasa kecewa karna melihatnya mabuk-mabukan seperti kemarin tak bisa aku hindari. Padahal aku tau, siapa Eno dan bagaimana latar belakang pergaulannya.

Aku berusaha menerima, berusaha tidak menghakimi. Bukankah aku yang sudah memilih dia? Eno sudah memperingatkan aku berkali-kali. Menjauhkan dirinya dariku, menjauhkan diriku darinya. Berbagai cara ia lakukan untuk menyadarkan aku, bahwa dia tak baik untukku. Tapi apa? Aku yang terus mengejarnya. Bukan begitu?

Benar. Aku yang nekat mengejar Eno. Aku yang tak bisa kehilangan dia. Aku yang sudah memaksanya untuk menerimaku. Padahal jelas-jelas Eno sudah berusaha menjauhiku karna sadar diri dengan keadaan juga kepribadian kami yang jauh berbeda.

Maka dari itu, rasa sakit yang kurasakan sekarang aku anggap sebagai resiko atas kenekatanku sendiri yang sudah mencintai berandal seperti dia.

Hari libur ini, aku menghabiskan waktu seharian dalam kamar. Tidur, makan, tidur, makan lagi.

Aku tak membalas chat Eno, tak mengangkat telpon darinya. Boleh kan, kalau aku sedikit menunjukkan kemarahanku? Setidaknya, karna kesalahan Eno yang telah membiarkan ada gadis lain menempel padanya begitu intim kemarin.

"Non... di bawah ada temennya nyari'in, tuh!" Tiba -tiba saja Bi Nur mengetuk pintu kamarku.

"Hah? Ada yang mencariku?" Segera aku turun dari kasur.

"Siapa, Bi? Cewek apa Cowok?" teriakku.

"Cowok, Non!"

"Eno?" Aku sedikit terkejut.

"Eno mencariku?"

Aaa... aku langsung berjingkrak. Eno pasti mau minta maaf padaku karna masalah kemarin. Uhuuuuyyyy!!!
Aku senang bukan main.

"Tunggu bentar, Bi! Aya segera turun!" teriakku lagi.

Akupun bergegas ke kamar mandi, cuci muka, pake lipstik dan menyisir rambut.

Apa lagi ya? Oh... parfum! Aku harus pake parfum. Jangan sampai Eno tau, kalau aku belum mandi sejak pagi. Hehehe...

Setelah siap, akupun keluar kamar. Turun ke lantai bawah. Sebelum membuka pintu depan, sekali lagi aku merapikan rambutku. Kubuka pintu dengan senyum merekah...

"Hai...!"

"Elo?" Aku tersentak.

SETTAN!

Ternyata yang datang bukannya Eno, tapi si Rifan, banci gadungan itu.

Huh! Siall!

Aku berdandan susah payah hanya untuk menemui cowok comel tukang gibbah ini? Muke gileeee...!

"Ngapain lo ke sini?" sentakku sengit.

"Ngajak lo jalan," jawabnya enteng.

"Heh! Lo mau PDKT sama gue? Mau coba pacarin gue? Lo kira gue udah ga doyan sama yang namanya laki? Ha?" hardikku.

"Idih, GR banget lo singa betina! Sapa juga yang mau deketin wewe gombel kayak lo!"

"Ga usah ngeles de, lo...! Kalo bukan mau deketin gue, ngapain lo pakek datang kesini dengan gaya kinclong kek gitu?" cibirku.

"Sorry ya, gue juga masih cukup normal buat doyan sama cewek imut nan lembut kayak Maudy Ayunda. Males banget gue harus naksir sama cewek jadi-jadian kayak lo!" balas Rifan tak kalah sewot.

BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang