Sudah hampir pukul delapan malam. Tapi Eno masih lelap tertidur sejak Awank membawanya ke kost jam lima tadi.
Aku bahkan sudah selesai membereskan kamar berantakan bak kapal pecah ini. Dari mulai mengepel lantai, hingga mencucikan rendaman cucian Eno yang entah sudah berapa lama tersimpan di kamar mandi.
Padahal di rumahku, jangankan mengepel apalagi mencuci, untuk makan saja aku masih sering dilayani Bi Nur. Oh, Astagaa... aku tak percaya aku melakukan ini.
Tapi sungguh. Aku tidak nyaman melihat keadaan kamarnya yang berantakan dan kotor. Jadi mau tak mau aku harus turun tangan.
Aku menatap wajah lelap Eno. Mengingat kembali semua racauannya di basecamp tadi.
Dia pasti sangat terluka dengan janji yang terpaksa harus dia ucapkan karna paksaan dariku. Sungguh, aku melakukannya karna aku teramat mencemaskan dirinya. Bukan karna tak mau melihat Glen terluka seperti yang Eno tuduhkan padaku.
Kuusap rambutnya perlahan. Kembali merasakan batinku perih mengingat bagaimana ekspresi kesedihan Eno di basecamp tadi. Dia sampai frustasi setengah gila karna permintaanku padanya. Eno benar-benar salah faham padaku.
Tiba-tiba saja kekasihku itu menggeliat. Merentangkan tangan dan tubuhnya sambil meringis. Dia membuka mata perlahan.
"Jam berapa?" tanyanya padaku dengan suara serak.
"Delapan," jawabku singkat. Kulihat Eno yang lemas. Sepertinya dia masih pusing akibat pengaruh minuman keras tadi.
Perlahan dia bangkit lalu duduk di sebelahku. Matanya masih nampak terkantuk-kantuk. Untuk beberapa menit dia terduduk, seakan berusaha mengumpulkan kesadarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Novela JuvenilTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...