Aku membuka mata perlahan. Mendapati tubuhku ada di sebuah tempat asing yang tidak aku kenal. Kepalaku masih sedikit pusing. Namun aku memaksakan diri untuk segera bangkit dan duduk perlahan.
"Eh, dia bangun! Ooii ...! Ceweknya udah banguuun!" Kulihat seorang siswa berbadan agak bongsor tengah menatapku. Dia langsung berteriak memanggil kawan-kawannya saat melihatku membuka mata.
Aku mengedarkan mata di tempat agak gelap ini. Sepertinya ... aku berada di sebuah ruangan empat kali lima meter dengan lantai kramik yang sudah kusam. Dindingnya yang sudah kumal nampak penuh oleh coretan dan gambar-gambar grafiti. Mungkin tempat ini semacam basecamp markasnya anak muda nongkrong-nongkrong. Tubuhku berada di atas sebuah balai-balai terbuat dari papan kayu beralaskan tikar lantai.
Beberapa anak cowok berseragam SMA masuk ke dalam ruangan. Sebagian dari mereka bahkan ada yang bertelanjang dada.
"Udah bangun, Neng?"
"Masih pusing, ya?"
"Lo anak mana?"
"Dari SMA Pertiwi yah?"
Kulihat tampang-tampang penasaran mengarah padaku. Menatapku seolah aku adalah seonggok daging segar di tengah para karnifora yang sedang mengelilingi hasil buruan. Ya Tuhan ... aku di mana ini?
"Mana si Eno? Kasih tau, ni cewek udah bangun!"
"Udah, lagi bersihin lukanya dulu!"
Suara mereka ribut bersahutan. Aku tak berani berkata- kata. Aku tidak kenal mereka dari sekolah mana. Yang pasti, penampilan mereka hampir sama rata. Dekil dan begajulan semuanya.
"Noo ...! Cepetan No! Ni cewek udah melek!" Satu di antara mereka berteriak memanggil.
Tak selang lama, seorang lainnya masuk kedalam ruangan. Dengan celana SMA yang tampak kotor dan mengenakan kaos warna biru. Badannya menjulang agak kerempeng. Wajahnya lebam dan sebagian memar-memar. Aku ingat, dia adalah siswa yang tadi jadi korban pengeroyokan.
"Udah bangun lo?" Dia bertanya padaku seraya menyalakan sebatang rokok yang terselip di bibirnya. Setelah itu, dia menarik bangku plastik dengan punggung telapak kakinya lalu mendudukinya menghadap padaku.
Aku hanya menelan ludah menatapnya. Ternyata perkiraanku salah. Tadinya aku pikir, dia adalah siswa yang dikeroyok karna menolak dipalak atau dirampok oleh kelompok siswa berandal lainnya.
Tapi rupanya, dia juga sama-sama berandalan juga. Hanya beda sekolah saja sepertinya. Huh! Aku jadi menyesal sempat membelanya tadi. Tau begini, aku tinggalkan saja dia sampai habis dikeroyok musuh-musuhnya.
"Jangan takut, biar muka gue sama leceknya kayak musuh gue tadi, gue enggak punya niat buat perkosa atau ngerampok lo kayak mereka!" lanjutnya masih menatap santai padaku.
"G-gue mau pulang!" jawabku langsung. Aku tak mau lagi berlama-lama ada di tempat menyeramkan seperti ini. Aku sungguh ingin pulang. Aku benar-benar takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Novela JuvenilTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...