💖💖💖
Aku terlonjak, saat mendengar dering ponselku di atas tempat tidur. Suara benda itu memang sudah kutunggu sejak tadi. Aku benar-benar gelisah, karna menunggu telpon Eno untuk mendapat kabar darinya.
"No! Kamu baik-baik aja?" tanyaku segera.
"Iya. Aku baik-baik aja. Maaf ya? Bikin kamu khawatir."
Ohh ... kuhempaskan nafas lega meskipun dadaku masih terasa bergemuruh menahan sesak. Aku mendengus kesal. Karna ini sudah yang kesekian kalinya Eno membuatku berada dalam situasi menakutkan seperti ini.
"Dimana kamu sekarang?" tanyaku.
"Di kost."
"Ok. Aku lega kalau kamu baik-baik aja. Aku tutup dulu." Kuputus sambungan kontak kami. Tak mau banyak bicara. Kulempar hape ke tempat tidur lalu menghempaskan diriku juga.
Aku tidak tau, sampai kapan harus begini. Sampai kapan Eno akan menguji kekuatan mental yang kumiliki dengan melibatkan diri dalam bahaya seperti itu. Semakin aku memintanya berhenti, semakin berani saja dia mempertaruhkan keselamatannya.
Oh ya Tuhan ... aku hampir putus asa sepertinya.
Dan disinilah aku sekarang. Di depan bangunan kost Eno. Aku tak mengatakan kalau aku akan datang. Sengaja. Karna dia pasti akan menjemputku jika tau aku akan menemuinya di kost.
Aku ingin memastikan keadaannya. Aku tak bisa percaya begitu saja sebelum melihat penampakannya secara langsung.
Belum sempat aku meniti tangga untuk naik ke lantai dua, dari atas sana aku melihat Eza turun. Pemuda itu tercekat saat melihat kedatanganku. Langkahnya sedikit melambat.
"Ayy ...." Eza menyapaku agak ragu.
"Lo di sini? Eno ada, kan?" tanyaku.
"Iya. Ada kok."
Aku menatap lelaki itu. Wajahnya bengkak di sebelah kiri. Sisi wajah lainnya memar-memar. Sebelah telapak tangannya juga tampak dibelit perban bergulung-gulung. Tapi yang paling menarik perhatianku, adalah seragam dengan bercak darah yang ada dalam genggamannya.
Dia langsung menyembunyikan seragam itu kebelakang punggungnya saat menyadari aku memperhatikan.
Aku menghela nafas panjang. Berusaha melegakan dadaku yang terasa sesak.
"Eno baik-baik aja kok, Ayy. Lo jangan khawatir." Eza sudah mendahului membuka mulut.
"Lo sendiri?" tanyaku dingin.
"Gue enggak apa-apa. Lo liat sendiri kan?"
"Muka bengep gini, lo bilang enggak apa-apa? Baju seragam lo penuh darah gitu, masih lo bilang enggak apa-apa?" tudingku.
"Maaf. Gue enggak bermaksud bikin lo khawatir dengan libatin Eno."
"Za!" Aku memotong kalimatnya.
"Ini bukan masalah Eno atau bukan. Ini masalah keselamatan kalian! Gue bukan cuma takut Eno kenapa-napa. Tapi gue juga enggak mau siapapun sampai ada yang terluka termasuk lo!" sambungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Novela JuvenilTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...