Sepulang sekolah sore ini, aku dijemput Eno untuk singgah sebentar ke tempat kostnya. Kami sudah membeli nasi padang di perjalanan dan berniat makan bersama di kost.Tapi kali ini, aku mendapat kejutan yang agak menakutkan. Karna di teras kamar kost Eno, kedatangan kami di sambut dua orang pria tak dikenal dengan tampang menyeramkan.
"No, siapa mereka?" bisikku dengan perasaan takut. Ya, takut melihat mereka.
Eno langsung memasang badan di depanku, seakan ingin menghalangiku dari tatapan sangar kedua orang itu.
Badan mereka tinggi besar. Yang satu berambut cepak, yang satunya lagi berkepala botak. Wajah mereka terlihat kasar. Cocok untuk peran preman atau debt kolektor di sinetron-sinetron.
Kuperkirakan usia mereka tak kurang dari tiga puluh lima tahunan. Mereka memakai stelan celana dan jaket hitam. Raut wajahnya sangat tidak bersahabat menatap kami.
"Kita harus bicara!" kata pria botak yang menurutku mirip dengan aktor Hollywood, Vin diesel, salah satu pemain film XXX. Bedanya, dia berkulit gelap khas Indo. Nada suaranya tegas dan sedikit membentak.
Eno menggenggam tanganku erat. Kulihat dia agak gugup berhadapan dengan dua orang ini. Siapa mereka? Aku merasa begitu bertanya-tanya.
Aku langsung merinding melihat cara mereka menatap Eno. Terkesan gusar seolah ada kesalahan yang sudah dilakukan Eno pada mereka.
"Ayy, kamu tunggu di sini yah. Aku ke warkop depan, bentar!" Eno berujar padaku.
Aku hanya mengangguk. Balik menatapnya dengan rasa cemas. Tak berapa lama, Eno segera turun diikuti dua pria tadi. Mereka menuju warung kopi di sebrang jalan depan kost.
Aku memperhatikan dari balkon kamar Eno. Mereka tampak berbicara dengan srius. Eno terlihat lebih banyak diam. Entah apa yang dibicarakan kedua lelaki itu. Yang pasti sesekali mereka menunjuk wajah Eno dengan ekspresi kesal.
Sekitar dua puluh menitan berbicara, kedua orang itu lalu pergi dengan sebuah sepeda motor besar. Si botak yang mirip Vin diesel itu sempat menatapku sebelum motor yang dikemudiakan kawannya melaju pergi.
Eno kembali kepadaku. Langkahnya gontai dan wajahnya terlihat lesu.
"No, siapa mereka?" tanyaku segera. Aku benar-benar tidak tenang melihat ekspresi tertekan yang ditunjukkan Eno sekarang.
Dia tersenyum samar. "Bukan siapa-siapa."
"No!" Aku menarik tangannya. "Kamu mau main rahasia-rahasiaan sama aku?"
Eno menghela nafas. Lalu menatapku dengan sorot mata bimbang.
"Ini urusan laki-laki. Kamu enggak perlu tau. Bukan hal yang penting."
"Bukan hal penting?" Aku jelas tak percaya.
"Mereka kayak marah gitu sama kamu! Ada urusan apa kamu sama mereka? Dan mereka itu siapa? Ngeliat tampangnya aja udah bikin aku gemetaran tau, enggak?" Aku jadi kesal pada Eno.
Eno tersenyum sambil mengusap rambutnya ke belakang. Ekspresi yang sudah sangat aku hafal, kalau dia sedang tertekan atau frustasi.
"Bilang sama aku. Ada masalah apa kamu sama mereka?" Aku makin tak tenang saja.
Lagi-lagi Eno menghela nafas. "Saat ini, aku enggak bisa cerita apa-apa dulu sama kamu. Tapi aku janji, kalau saatnya udah tepat, aku pasti cerita. Yang pasti, sekarang kamu enggak usah khawatir, dan jangan mikir macem-macem. Aku akan berusaha mengatasi semuanya. Okay?" Eno mengusap pipiku seraya menatapku lembut.
Entahlah. Aku tak bisa mengiyakan begitu saja. Aku benar-benar merasa takut. Ya, bisa saja mereka itu para kriminal atau orang jahat. Mengingat kebiasaan Eno yang selalu penuh resiko dan dekat dengan dunia terlarang seperti tawuran dan balapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Teen FictionTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...