"Hallo, Sayang! Liat, apa yang Mama beli buat kamu dari Singapur? Kamu pasti suka!"Kedatanganku di rumah disambut Mama, yang tampak sibuk di sofa ruang tamu dengan banyaknya paper bag berserakan di sekitarnya.
Aku menghela nafas. Pantas saja Papa mencampakkan Mama. Karna bagi Mama, barang-barang konyol seperti ini lebih penting dan lebih berharga daripada suaminya sendiri.
"Liat wanita ini, sibuk dengan barang-barang branded, sementara suaminya sibuk dengan barang bening," cibirku dalam hati.
"Lihat! Sneakers baru buat kamu. Ini limited edition lho, Ay! Kamu pasti bakalan tambah nge-hits kalo pake ini." Mama menunjukkan sepasang sepatu padaku.
"Iya. Nanti Aya cobain. Sekarang Aya capek. Mau istirahat." Aku menghindar. Memilih langsung meninggalkan Mama menuju kamarku.
❤
Malam ini aku tidak bisa tidur. Aku merasa sangat gelisah. Karna aku tau malam ini Eno akan ikut balapan lagi. Beberapa hari belakangan, dia sibuk dengan kawan-kawannya di tempat yang biasa mereka sebut dengan lintasan.
Entah itu tempat seperti apa, tapi kurasa itu adalah tempat di mana Eno biasa melakukan aksi balap liarnya.
Aku tidak ingat, pukul berapa aku tertidur. Tapi ketika aku bangun pagi hari dan meriksa hapeku, kulihat pesan dari Eno masuk sekitar jam dua pagi.
Ayy, kamu udah tidur? aku menang!
Oohh... aku menarik nafas lega. Bukan karna Eno memenangkan balapan. Tapi karna mendapat pesan darinya, aku jadi tahu, kalau dia baik-baik saja.
Sore ini, keluar dari sekolah, bukan Eno yang menjemputku. Tapi Beni, kawan baiknya.
"Gue dapat tugas dari Eno buat nganterin lo pulang." Beni memberikan laporannya saat melihatku keluar gerbang.
"Enggak apa-apa, Ben. Gue bisa pulang naik taksi." Aku merasa tak enak padanya. Karna seenaknya saja Eno menyuruh-nyuruh orang lain seperti itu.
"Enggak apa-apa, Ayy! Ini tugas. Gue harus mastiin lo tiba di rumah dengan selamat," tukas Beni.
Aku menatapnya. "Eno kemana?"
"Ada di basecamp."
"Kenapa bukan dia sendiri yang datang kesini?" tanyaku menyelidik.
Beni terdiam. Tampak agak kikuk kutanyai seperti itu.
"Ajak gue ke basecamp. Gue mau ketemu Eno," tegasku.
"Enggak bisa, Ayy! Eno nyuruh gue langsung nganterin lo pulang. Enggak mampir kemana-mana," tolak Beni.
"Kalo gitu lo boleh balik ke basecamp sekarang. Gue akan kesana naik taksi."
"Aya, tunggu!" Beni menahan tanganku.
"Beneran, Ay! Eno ngelarang lo buat ke basecamp sekarang. Lo harus langsung pulang kerumah." Beni nampak agak panik.
"Lo tau, Ben? Ngeliat lo kayak gini, gue justru makin enggak sabar buat segera datang kesana. Karna gue penasaran, lagi ngapain Eno di basecamp sampai ngelarang gue buat datang!" ucapku.
"Aya! Gue mohon! Lo pulang ke rumah. Jangan ke basecamp sekarang. Eno bakalan marah kalo lo nekat datang kesana. Bukan cuma sama lo, dia pasti bakalan hajar gue juga." Beni tampak sungguh-sungguh.
Aaa... ada yang tidak beres. Pasti. Siapa peduli dengan semua ocehan Beni. Justru aku semakin tak sabar untuk segera melihat langsung, apa yang sedang terjadi di Basecamp sampai Beni begitu ngotot melarangku ke sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Roman pour AdolescentsTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...