"Maksud lo nyebar kebohongan so'al Aya, apa? Ha?" geram Eno sudah tersengal."Ke-kebohongan?" Serly gelagapan. "Kebohongan yang mana?"
BUGH!!
Eno menghentak dinding di samping kepala Serly dengan tangannya. Membuat gadis itu terlonjak ngeri. Meringis sambil merapatkan matanya.
"Lo jangan pura-pura bego di depan gue! Gue udah denger semuanya! Denger gosip konyol yang lo sebar di sekolah ini. Perlu gue kasih tau? Ha? Perlu enggak?" sentak Eno hingga suaranya menggema di ruangan itu.
Wajah Serly sudah memucat. Nafasnya tertahan-tahan karna ketakutan yang sudah menguasainya.
"Tadinya gua masih bisa nahan diri. Gue masih ngehargain lo sebagai mantan temennya Aya. Tapi lama-lama lo ngelunjak juga, ya? Sekarang bilang ke gue, apa maksud lo nyebarin cerita bohong, kalo lo pindah ke sekolah ini karna jadi korban bully cewek gua! BILANG!!" teriak Eno.
Serly meringis lagi. Nafasnya terengah karna kengerian. Ia menelan ludah berkali-kali.
"G-gue... gue... enggak bermaksud begitu...," sahutnya tergagap gagap.
"Enggak bermaksud gitu gimana? Jelas-jelas lo udah bilang ke semua anak-anak akuntan, kalo lo dituduh Aya rebut pacarnya dia. Iya, kan?" desak Eno kian tak sabar.
Serly terdiam. Tak bisa berkata-kata lagi. Ia hanya menundukkan matanya sambil menahan tangis. Tak berani menatap Eno yang sudah dikuasai amarah.
"Padahal kenyataannya, lo yang udah nikung Aya! Lo godain cowoknya yang hidung belang itu! Lo selingkuh di belakang Aya, main gila sama pacar sahabat lo sendiri! Itu kenyataannya!" Mata Eno membundar menatap Serly.
"Lo enggak berhak mengatakan semua itu ke gue! Lo enggak tau apa-apa!" sahut Serly lantang.
"Gue enggak tau apa-apa?" Eno tersenyum kecut.
"Gue tau semuanya!" bentaknya nyaring.
Eno mendekatkan wajahnya. "Justru guelah orang pertama yang menyaksikan kelakuan bejat lo sama si Glen. Gue liat semua dengan mata kepala gue sendiri! Gimana dengan murahannya lo nikam temen karib lo yang sudah begitu percaya sama lo!"
PLAK!!
Satu tamparan Serly menyambar pipi Eno. Gadis itu menatapnya dengan wajah memerah.
"Lo pikir lo siapa sampai berani mengatakan semua ini sama gue? Ha? Lo bukan siapa-siapa, tau enggak?" Serly mendorong dada Eno kasar.
Eno tersenyum kecut. Menatap gadis di hadapannya dengan tatapan muak.
"Ya! Gue akui, gue mengatakan semua itu! Gue yang udah nyebar gosip itu! Kenapa? Karna gue enggak suka sama cewek lo! Gue benci sama dia!" pekik Serly.
"Apa salah Aya sama lo? Lo yang udah jahat sama dia, dan sekarang lo masih juga belum puas ngusik hidupnya dia! Apa masalah lo, HA?" Eno balik menghentak.
"Lo mau tau kenapa? Lo mau tau kenapa?" Serly kembali mendorong dada Eno.
"Karna dia udah rebut semuanya dari gue! Semuanya!" Tangisan Serly sudah tak terbendung.
"Di SMP, gue pernah suka sama cowok di kelas kami. Mati-matian gue cari cara buat dapat perhatian dari dia, tapi cowok itu malah nembak Aya. Lalu di SMA, jauh sebelum Glen jadian sama Aya, gue sudah lebih dulu naksir dia. Tapi ujung-ujungnya, Glen malah macarin Aya. Enggak ada yang mandang gue! Enggak ada yang peduli sama gue! Semuanya hanya ngeliat Aya!" Serly menangis sejadinya.
Eno terkesiap, menatap gadis itu tak percaya.
"Setelah semua yang gue alami itu, apa gue salah, jika gue masih berusaha mengharapkan Glen? Bahkan setelah gue berhasil rebut dia, Glen sekarang campakin gue buat ngejar Aya lagi! Apa salah, kalo sekarang gue benci sama Aya? Apa salah, kalo gue masih sakit hati sama cewek lo?" Air mata Serly berderai membasahi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN BADJINGAN (BUKBAD) tamat & lengkap ✅
Roman pour AdolescentsTak terlukiskan betapa bahagianya aku pernah menulis cerita ini. Kisah yang hingga kini masih menyisakan sukacita mendalam saat aku membacanya. Kisah yang selalu menggetarkan hati. Kisah yang selalu menghanyutkan jiwa hingga aroma kenangannya tak p...