"Terima kasih, ya, Elisa." Mirae tersenyum kepada Elisa yang masih menemani mereka hingga ke bandara. Tidak harus sebenarnya, hanya saja Mirae yang mau.
Mirae bahkan mengobrol dekat dengan Elisa walau baru kenal sekitar tiga hari yang lalu. Walau hanya sebatas seorang turis asing dan pemandu wisata, Mirae bisa menjadi teman Elisa. Bahkan mereka saling bertukar kontak. Yeah, secepat itu.
Elisa membalas senyum Mirae, "Senang bisa menemani kalian," ucap gadis dengan surai hitam itu.
Mereka sudah berada di ruang tunggu. Jadi aman dari para penggemar yang katanya ingin mengantar mereka pulang dengan selamat. Ya, begitulah katanya.
"Noona, aku mau ke toilet dulu," kata Renjun dibalas anggukan Mirae sebelum akhirnya anak itu pergi dari kumpulan teman-temannya.
"Saya minta maaf kalau ada kesalahan selama menjadi tour guide kalian."
Para member ikut tersenyum kepada Elisa. Mereka benar-benar ramah ke semua orang rupanya bahkan Elisa.
Masih ingat Elisa mengatakan kepada Mirae kalau dia seorang penggemar. Dan yeah, penggemar yang sangat beruntung.
"Aku pergi dulu," ucap Elisa kepada Mirae. Mirae melambaikan tangannya kepada Elisa sampai gadis itu sudah tidak terlihat lagi oleh matanya.
Hampir keluar dari ruang tunggu, Elisa berbelok ke arah kanan. Kembali lagi ke arah belakang. Kakinya terus melangkah hingga ia mendapati sebuah lorong di mana di dalamnya sebuah pintu ruangan yang ada di sana. Berada di paling sudut ruang tunggu bandara tersebut yang biasanya digunakan hanya untuk sekedar menyimpat alat kebersihan.
Elisa mengedarkan pandangannya ke sekeliling sebelum akhirnya membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan tersebut dengan hati-hati dan kemudian langsung menutup kembali pintunya lalu memutar kunci pintu tersebut.
"Kupikir kita tidak ada urusan lagi sekarang." Elisa berbalik kemudian bersandar di pintu itu.
"Kupikir kau juga sudah selesai." Lelaki yang ternyata ada di dalam ruangan tersebut berbalik menghadap Elisa kemudian menurunkan masker yang dikenakannya, "Eli noona?"
"Elisa." Gadis itu mengoreksi kembali namanya, "Apa kau masih menganggapku seperti dulu, Huang Renjun?"
Mendengar perkataan gadis itu membuat lelaki bertopi itu tersenyum miring. Bayangkan saja smirk yang keluar dari wajah polos Renjun. "Kalau iya, aku tidak akan peduli padamu kemarin dan membiarkan wajahmu terekspos lagi."
"Oke, terima kasih." Elisa tersenyum tipis kemudian melepaskan tanda pengenal miliknya dan menaruhnya di saku celana, "Sekarang kenapa kau mau bertemu denganku. Lagi?"
"Aku tidak yakin kau sudah meninggalkan duniamu, Min Eli?"
Mendengar perkataan Renjun barusan membuat Elisa terdiam. "Wah," kemudian merotasikan matanya sedetik kemudian, "Kau bahkan sudah bisa menyebut nama lengkapku. Dimana sopan santunmu, Huang Renjun yang aku kenal sebagai lelaki polos?"
Renjun tidak memperdulikan perkataan gadis di hadapannya dan memilih untuk mengulangi pertanyaannya, "Kau belum meninggalkan duniamu kan?" katanya kemudian tersenyum miring, "Padahal aku sudah menganggap Min Eli yang dulu hilang."
"Min Eli? Orang yang kalian tidak sukai disaat bahkan kalian tidak mengenal wajahnya dengan jelas?" Gadis itu menaikkan kedua alisnya menatap Renjun, "Dia memang sudah menghilang kan?
Renjun memasukkan kedua tangannya di saku jaket kemudian maju selangkah ke hadapan Elisa. Aura Renjun benar-benar berubah sekarang. "Lantas, kenapa masih bisa muncul di hadapanku?"
"Huang Renjun," Elisa mengubah tatapan dan nada suaranya menjadi serius, "Jangan salah mengira. Aku di sini karena dikirim untuk menemani kalian. Aku yang sekarang hanyalah Elisa Amanda, seorang pemandu wisata. Bukan Min Eli yang kalian kenal sebagai sassaeng fan kalian. Karena itu sudah lama sekali."
Renjun hanya diam menatap tatkala Elisa berbicara panjang lebar.
"Kupikir kau sudah melupakan segala yang terjadi dulu waktu kau memberikan topi dan masker itu," lanjut Elisa, "Ternyata kau juga masih menganggapku sama. Padahal baru kali ini kita ketemu setelah beberapa tahun."
Renjun menghela napasnya dalam. Kalau orang ini benar-benar berubah, Renjun merasa bersalah karena mengintimidasinya. Tidak sopan sekali.
"Lima menit lagi pesawat kalian berangkat." Elisa melirik jam yang melingkar di tangannya, "Tadi aku melihat ada beberapa sassaeng fan yang mengikuti kalian. Aku kenal mereka, mereka akan mengambil kursi yang jauh dari tempat duduk kalian, jadi kalian tidak terganggu." Elisa kemudian memutar kembali kunci pintu ruangan tersebut kemudian langsung membuka pintunya.
Sebelum itu dia berbalik kembali ke arah Renjun, "Jangan terlalu membenciku. Tidak lucu kalau ternyata idolaku duluan jatuh cinta padaku. Selamat tinggal," ucapnya singkat kemudian pergi menghilang dari hadapan Renjun, dari balik pintu ruangan tersebut.
Renjun menghela napasnya. Ah, dia jadi merasa bersalah karena mengungkit masa lalu.
Dia yakin Elisa pasti mencoba melupakan semua yang dia lakukan, sebab itu dia nekat pindah negara bahkan mengganti namanya hanya untuk melupakan masa lalunya, dan Renjun? Dia malah mengungkitnya lagi seolah semua kesalahan kecil Elisa begitu besar di matanya dan sulit untuk memaafkan.
Lelaki itu kemudian menaikkan kembali maskernya dan langsung ikut keluar dari ruangan tersebut.
***
"Kenapa lama sekali?" Mirae langsung bertanya ketika mendapati Renjun yang baru saja kembali lagi ke tempat mereka.
"Aku tersesat," jawab Renjun bohong. Bagaimana bisa tersesat coba?
Mirae menautkan alisnya heran sebelum akhirnya hanya menghela napas dan membenarkan letak kaca matanya, "Ada sesuatu dimatamu?"
"Apa?" Renjun meraba-raba pinggiran matanya.
"Sesuatu yang tersembunyi."
Renjun lantas menurunkan tangannya dari matanya kemudian menatap heran Mirae yang masih menatapnya dengan tatapan yang tak dapat di artikan, "Apa maksud noona?"
"Hey, Huang Renjun! Manager Choi! Ayo, kalian mau ketinggalan pesawat?"
Renjun dan Mirae sama-sama tersentak, saling menatap sejenak sebelum akhirnya melangkah cepat menyusul yang lainnya. Melupakan sejenak rasa penasarannya di Renjun.
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔