Mirae menyenderkan kepalanya pada kaca mobil di samping kanannya tepat setelah ia memberhentikan mobilnya berhenti di pinggir jalan.
Jaemin lantas menoleh dan menatap heran, "Kau ini kenapa sih?"
Gadis itu balik menatap Jaemin dengan tatapan memelasnya, "Kau bisa nyetir tidak?"
Tatapan heran Jaemin tidak pudar mendengar pertanyaan tiba-tiba Mirae.
"Kau saja yang nyetir, kepalaku sakit."
"Mana bisa aku menyetir mobil," jawab Jaemin.
"Ya terus untuk apa kau repot-repot mau mengantarku!? Kau pulang bagaimana nanti, Na Jaemin sayang."
Sayang
Sayang
Sayang
Jaemin terkekeh sejenak, "Akhirnya, ada perempuan selain ibuku yang manggil sayang."
Mirae mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menepuk dahinya sendiri. Sayang bagaimana yang diartikan anak ini astaga.
Mirae berdecak kesal, "Tidak berguna," gerutunya kemudian mengembalikan posisi duduknya semula dan langsung memegang setir, kembali memutar kunci lalu menginjak pedal gas.
"Aku suruh manager Nam nanti jemput, sekalian dia bawa mobil ini. Kan ini mobil punya dia."
Mirae menghela pelan. Padahal Mirae bisa mengembalikan mobil ini besok ke kantor. Kenapa malah Na Jaemin yang repot dan membuyarkan manager Nam dari jam istirahatnya coba? Anak aneh menang.
Baik Mirae maupun Jaemin sama saja. Tidak ada yang mengerti jalan pikiran rumit ketika ada jalan yang mudah. Otak pajangan yang terlalu pintar?
***
"Kenapa masih disini? Pulang sana."Mirae menunjuk pintu keluar dengan dagunya. Mereka berdua sekarang sudsh berada di apartmen Mirae. Jaemin benar-benar ikut Mirae pulang.
"Kan kubilang tunggu manager Nam jemput, Choi Mirae." jawab Jaemin yang duduk selonjoran di sofa dengan ponselnya. Sepertinya Jaemin sudah menganggap itu seperti rumahnya sebelum sang pemilik mengucapkan kalimat retoris 'Anggap saja seperti rumah sendiri'.
Tidak. Mirae bukan tipikal orang ramah seperti itu. Terlebih kepada orang-orang seperti Na Jaemin, Huang Renjun, Lee Jeno, sampai Nakamoto Yuta.
Dia bahkan mengusir Jaemin sedari tadi untuk segera pulang.
Mirae mendengus jengah kemudian berbalik sembari membenarkan letak kacamatanya berjalan menuju ke kamar.
"Hey, kau meninggalkan tamumu begitu saja?" Jaemin menaikkan kedua alisnya menatap Mirae yang langsung berbalik ke arahnya.
"Apa?"
Jaemin menghela napas, "Nona Choi, setidaknya sebagai tuan rumah yang baik kau harus menyediakan sesuatu untukku."
Mirae diam menatap. Anak ini. Mirae tidak sedang dalam suasana hati yang baik dan beraninya dia memerintah. Mirae memilih mendengus kesal, "Ada banyak makanan di kulkas, ambil saja sendiri," ucapnya kemudian masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya meninggalkan Jaemin yang masih diam menatap heran.
"Choi Mirae kenapa sih?" Jaemin menautkan kedua alisnya bertanya pada dirinya sendiri atau apapun yang ada di hadapannya.
Lelaki itu kemudian menghela napas sebelum akhirnya berdiri dari duduknya, melemparkan ponselnya di atas sofa dan berjalan menuju ke arah kulkas Mirae.
"Tuan rumah macam apa yang menyuruh tamunya menyediakan makanan sendiri?" Sambil menggerutu Jaemin membuka kulkas dan meneliti isi di dalam kulkas tersebut.
Jaemin mendengus. Ya, banyak sekali isi kulkasnya. Penuh dengan hawa dingin. Jaemin berdecak, "Banyak katanya? Apa yang mau kumakan di kulkas kosong begini!?" Ditutupnya kembali pintu kulkas tersebut dengan jengah.
"Choi Mirae!!" seru Jaemin sembari berjalan keluar dari arah dimana ia mengecek isi kulkas tadi.
"Tidak sopan teriak-teriak di tempat orang, Na Jaemin!"
Jaemin bisa mendengar suara sahutan dari kamar Mirae. Lelaki itu menautkan alisnya sedikit berpikir apa yang dilakukan Mirae di dalan sana, lama sekali. Sebelum akhirnya ia kembali menyahut, "Kau juga teriak!"
Tak beberapa lama setelah sahutan Jaemin, pintu kamar Mirae terbuka sedikit. Mirae memunculkan kepalanya dari balik pintu itu sembari membenarkan letak kacamatanya menatap Na Jaemin yang sudah berdiri beberapa meter di depan jangkauan matanya, "Ini 'kan tempat tinggalku, sialan."
Jaemin mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya Mirae kembali menutup pintu kamarnya dan menguncinya.
Mirae melangkahkan kakinya menuju ke cermin meja rias di dalam kamarnya. Diambilnya pengering rambut untuk rambutnya sebentar untuk diletakkan kembali.
Selesai dengan rambutnya, gadis itu kemudian beralih ke kasurnya mengambil sebuah kaos oversize berwarna putih yang sudah ada di atas sana.
Segera dikenakannya kaos tersebut menutupi baju bertali yang sedari tadi ia kenakan dipadukan dengan hotpant miliknya.
Selesai dengan pakaiannya, ia kembali ke arah meja rias dan meletakkan kacamata yang dikenakannya.
Gadis itu kemudian meraih ponsel di atas nakas samping tempat tidur dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamar tanpa kacamata biasanya dan dengan rambutnya yang tergerai ke belakang
Jaemin yang baru saja duduk di sofa langsung berdiri begitu mendengar suara pintu kamar Mirae yang terbuka.
"You look so sexy~~"
Tanpa sadar Jaemin bergumam, ah tidak, bersenandung begitu melihat Mirae. Haha, padahal ini bukanlah hal yang tidak lazim.
Mirae berjalan ke arah dapur tidak memperdulikan Na Jaemin yang masih berdiri memperhatikannya di sana.
Dibukanya pintu kulkas, meneliti isinya, berpikir sejenak sebelum akhirnya menutup kembali pintu kulkas tersebut, "Ternyata aku belum membeli makanan."
"Gimana? Banyak banget makanan kan?"
Mirae menoleh mendapati Na Jaemin yang sudah ada di dalam dapur, menyandarkan dirinya di samping konpor sembari menaikkan kedua alisnya. Kalau diperhatikan, ini bukan Na Jaemin yang imut dan tak segan-segan aegyo di depan kamera.
Mirae menghela napasnya, "Yasudah, aku mau pesan aja." Ia kemudian berbalik pergi keluar dari dapur melewat Jaemin di sana.
Mirae menyandarkan dirinya di sofa sembari membuka layar ponselnya untuk memesan makanan.
Jaemin tiba-tiba saja langsung duduk di samping Mirae sontak membuat kepala Mirae otomatis menoleh, "Kok manager Nam belum menjemputmu sih?"
Jaemin hanya mengidikkan bahunya sebagai jawaban, "Mungkin dia ada urusan lain yang mau diselesaikan dulu."
Mirae berdecak. Tidak masalah sih sebenarnya kalau Jaemin tetap di sini.
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔