50-Yeah

6.9K 877 52
                                    

"Jadi, yang dikatakan gadis asing itu benar 'kan?"

Choi Mirae menghela napas menghadapi Jaemin yang masih mengintrogasinya di depan ruang latihan, "Aku tidak membenarkan semuanya, Na Jaemin."

Mirae melihatnya menghela napas kasar. Pasti cewek sinting itu juga meracuni Na Jaemin setelah meracuni kakaknya, Choi Ellen. Benar-benar menganggap Mirae sebagai pelaku tindak kriminal disaat bahkan dirinya sendiri saja tidak mengerti. 

Mirae menarik napas. Sialan kan. Bayangan itu lagi. Mirae tidak bisa mengontrol diri jika bayangan malam itu kembali muncul. Meneror seakan-akan hal itu memanglah ulahnya. Ini tidak pernah terjadi semenjak ia pindah ke Seoul sampai akhirnya bertemu gadis sinting, sassaeng Jeno, yang ntah sudah berapa nama yang ia gunakan untuk bertahan hidup di tiap negara.

"Setelah ini langsung temui pelatih vokal kalian," ucapnya cepat dan langsung berbalik pergi meninggalkan Jaemin yang masih berdiri di tempat itu. Sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun saat ia pergi.

Sembari membenarkan letak kacamata, Mirae berbelok menuju ke toilet wanita yang ada di lantai ini.

Dilepaskannya kaca mata yang selalu terbingkai di wajahnya sebelum membuat tangannya menjadi tumpuan di atas wastafel di hadapannya. Menghela napas dan menatap datar pantulan wajah pada cermin, cukup lama sampai tanpa sadar ia mendengus pelan, "Dit is dus het gezicht van een moordenaar."

"Kau menyadarinya juga."

Mirae terdiam begitu melihat dari cermin, seorang wanita keluar dari bilik toilet dan menyandarkan diri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Min Eli.

Gadis itu tersenyum miring menatap pantulan wajah Mirae dari kaca dan melanjutkan kalimatnya, "Rachel Choi?"

Mirae mendengus, "Bisa tidak kau pergi?" ucapnya malas sembari memasang kembali kacamatanya. "Para penggemar hanya boleh menggunakan lantai dasar."

Min Eli malah tertawa kecil dengan nada mengejek mendengar kalimat itu. Ia mengalihkan pandangannya sekilas dan kembali menatap pantulan wajah Mirae melalui cermin di hadapan mereka berdua, "Harusnya kau lebih paham kalau aturan bisa dibeli."

Mirae menghela napas dan membalikkan tubuhnya dengan kedua tangan yang masih bertumpu pada wastafel, menatap datar gadis di hadapannya itu.

"Kau juga melakukannya kan? Atau orang tuamu yang melakukannya?" Min Eli kembali membuka mulut sembari mengangkat kedua alisnya dan menyeringai tipis, "Jadi kau bisa kabur kesini tanpa tersangkut masalah apapun."

"Gekke meid." Mirae mendengus jengah. Gadis di hadapannya itu tidak akan ada tamatnya jika ia terus meladeni. Gadis itu tidak butuh penjelasan spesifik.

Mirae kemudian langsung melangkahkan kakinya hendak keluar dari tempat itu.

Namun langkahnya berhenti seketika, tatkala Min Eli menahan pergelangan tangan Mirae dengan tangan kanannya. Membuat Mirae menoleh menatap pergelangan tangannya yang digenggam oleh Min Eli dan berganti menatap gadis pencari masalah itu, "Apa lagi?"

Min Eli dapat menarik Mirae dengan mudahnya hingga Mirae mundur beberapa langkah di hadapannya. Tangan kirinya ia gunakan untuk menarik kacamata Mirae. Mirae agak terkejut dengan apa yang dilakukan Min Eli barusan membuatnya menautkan kedua alis menatap gadis itu.

Min Eli kembali tertawa kecil begitu memperhatikan wajah Mirae dengan teliti, "Kau mau menghindar sampai sejauh apa sih sampai operasi plastik?"

Mirae menepis tangan Min Eli hingga genggaman tangan gadis itu pada lengan Mirae terlepas begitu saja. Min Eli cukup terkejut dengan tenaga Mirae. Namun ia kembali menarik salah satu sudut bibirnya kemudian, "Wajah seorang pembunuh tidak akan berubah, sayang."

"Kau bahkan tidak tahu apapun tentang aku dan Aloin dan tentang malam itu."

"Pacarmu ternyata memiliki hubungan dengan seorang Charlotte Aloin, Charlotte Aloin juga satu satunya saingan beratmu. Kalian berdua berada di sana malam itu. Bukankah hal itu membuatmu termotivasi untuk mendorongnya dari atap?"

Mirae berusaha menelan salivanya begitu mendengar kalimat panjang yang keluar dari mulut Min Eli. Ia berusaha mengatur napasnya agar tetap normal. Tidak, dia tidak bisa berlama-lama dengan gadis ini.

Lantas ia pun langsung berlari keluar dari tempat itu begitu saja. Melupakan kacamatanya yang masih berada pada Min Eli.

Gadis bernama Min Eli itu kembali menyeringai tipis melihat ekspresi Mirae barusan. Ia mengangkat tangan kirinya dan memainkan kacamata Mirae yang berada di genggamannya itu dengan pandangan yang menuju ke arah pantulan dirinya di cermin. "Membunuhmu secara perlahan itu mudah sekali, Rachel Choi."

***

Begitu para member menyelesaikan sesi latihan vokal mereka, Mirae kembali menghampiri manager Nam untuk meminta tolong mengantar anak-anak itu pulang kembali ke dorm. Manager Nam menyetujui begitu saja kalau Mirae meminta tolong padanya.

Mirae memilih pulang menggunakan taksi daripada harus menelfon Kim Ah Reum lagi. Dia sudah terlalu banyak merepotkan gadis itu sepertinya.

Taksi yang ditumpanginya berhenti di depan areal gedung apartmennya. Setelah membayar tarif kepada si supir taksi, Mirae segera turun dari sana.

Masuk ke dalam gedung apartmen itu. Hingga sampai di depan pintu unit apartmennya. Langsung saja ia menekan password dan pintu tersebut terbuka.

Lantas ia langsung masuk ke dalam dan menutup kembali pintu tersebut. Melangkahkan kakinya menuju ke ruang tamu dan menemukan Kim Ah Reum yang tengah berbaring di sofa dengan ponselnya, yang Mirae yakini tengah bermain game online andalan.

Mirae menghela napas dan mendudukkan dirinya di salah satu sofa di sana, "Bagaimana bisa orang yang habis kecelakaan jadi sesehat ini."

"Rahasianya, kau harus melupakan segala hal, tidak memperdulikan apapun, menikmati setiap oksigen di muka bumi, dan selalu berpikiran positif," ucap Ah Reum masih dengan mata yang fokus pada layar ponsel itu, "Dan jangan lupa jatuh cinta  —Yeah, akhirnya!" Gadis itu langsung terduduk seketika dengan mata yang masih saja fokus pada ponsel.

Mirae menggeleng pelan melihat kelakuan Ah Reum sekarang. Pantas saja anak itu selalu tampak baik-baik saja. Ternyata begitu pola pikirnya. Jika bisa, Mirae sepertinya harus mencuci seluruh otaknya.

Ah Reum meletakkan asal ponselnya di atas sofa dan membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap ke arah Mirae, "Kacamatamu mana?"

"Aku lupa mengambilnya dari cewek sinting itu." Mirae menghela dan menyandarkan dirinya, "Lagipula aku bisa beli lagi."

Ah Reum menautkan kedua alisnya, "Kau ketemu dia? Tidak terjadi apapun kan?"

Tidak terjadi apapun bagaimana? Mirae mendengus dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, "Dia bahkan menyeret Na Jaemin."

.
.
.
tbc

Manager || NCT Dream ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang