"Aloin, wat doe je!??"
"Aloin, laat niet los!"
"Doe het niet, dom!"
"Stommerik!"
"Aloin!"
Tanpa sadar Mirae melemparkan kaleng minuman di tangannya ke tembok. Menjatuhkan dirinya di sofa sembari menutup wajahnya yang terlihat cemas dan ketakutan. Ia memejamkan matanya beberapa saat. Sekutip ingatan itu kembali berputar dalam kepalanya.
Dilepaskannya kacamata yang ia kenakan dan meletakkannya di meja, menyingkap rambutnya ke belakang dan menyenderkan dirinya di sofa. Tanpa sadar Mirae bergumam sendiri dengan mata yang ia coba tutup dengan rapat, "Hij viel alleen." (Dia terjatuh sendiri) Beberapa kali ia menggumamkan kalimat dengan bahasa Belanda, "Ik heb hem niet vermoord." (Aku tidak membunuhnya)
Gadis itu membuka matanya seketika dan menolehkan pandangan ke arah pintu apartmennya begitu mendengar suara bel yang berbunyi. Membuatnya mau tak mau bangun dari duduknya dengan berat hati sembari berdecak dan menggerutu sebal berjalan ke arah pintu. "Zo vervelend." (Mengganggu)
Sampai di pintu, Mirae merapikan rambutnya sesaat sebelum akhirnya meraih gagang pintu itu dan membukanya perlahan tanpa melihat siapa yang datang mengganggunya seperti ini.
Alisnya tertaut heran melihat figur di hadapannya begitu ia membuka pintu. Matanya mengerjap beberapa kali menatap orang yang baru saja menekan bel unit apartmennya. "Choi Ellen?"
Gadis dengan rambut pirang sebahu di hadapan Mirae itu menatap sesaat sebelum akhirnya menarik sedikit kedua sudut bibirnya dan mengangkat kedua alisnya, "Kita memang harus bicara."
Lagi Mirae mengerjap, meraba hidungnya sembari menggigit bibir bawahnya dan menarik napas, "Masuklah," katanya sembari berbalik dan berjalan menuju ruang tamu.
Ellen masuk mengikut Mirae setelah menutup kembalipintu apartmen Mirae. Ellen langsung duduk begitu saja di atas sofa sambil tersenyum menatap Mirae yang hanya menatap datar. Mirae meraih kacamata yang tadi ia letakkan di atas meja. Mengenakannya sembari berjalan ke arah dapur.
Ellen memperhatikan Mirae dengan salah satu sudut bibir tertarik. "Rachel is nog steeds Rachel," (Rachel tetaplah Rachel) gumamnya dalam bahasa Belanda.
Tak butuh waktu lama sampai Mirae kembali dengan dua botol air mineral yang langsung ia letakkan di atas meja. "Bagaimana kau tau tempat tinggalku?"
Alih-alih menjawab Ellen mengangkat alisnya memperhatikan dua botol air mineral yang ada di atas meja itu kemudian bergantian menatap Mirae yang masih berdiri di hadapannya, "Bukankah kau harus menyiapkan sesuatu yang lebih elegan?"
"Aku cuman punya itu." Mirae tersenyum kepada Ellen dan langsung mendudukkan dirinya di atas sofa. Sesaat dia membuang pandangan dan merotasikan bola matanya. Waktu bertemu di kantor Ellen tidak seperti ini kepadanya padahal.
Ellen mengangguk singkat. Meraih botol air mineral di atas itu, "Aku menghargainya," katanya sembari membuka botol air mineral tersebut.
Mirae mengangkat kedua alisnya memperhatikan Ellen penasaran dari balik kacamata yang ia kenakan, "Mau bicara apa?"
Ellen meletakkan kembali botol air mineral itu ke atas meja dan beralih menatap Mirae dan menghela napasnya, "Kau tidak rindu kakakmu?"
Mirae tertawa kecil mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Ellen. Ia sudah menduganya. Memang untuk apa lagi Ellen datang kesini dan bersikap seperi itu padanya. "Lalu?" Mirae melepaskan kacamatanya dan meletakkannya kembali ke atas meja.
Ellen memperhatikan sejenak wajah Mirae yang kini sudah tidak mengenakan kacamata, "Yeah, aku tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari kau sejak awal, Choi Rachel?"
"Ik weet dat." Mirae mengalihkan pandangannya dan berusaha nampak terlihat tenang di hadapan Ellen. (Aku tau.)
"Ah, kau tau dan membuatku berbohong di depan ibu dan ayah?"
"Aku tidak memintamu melakukannya," balas Mirae. Sedetik kemudian ia menghela napasnya jengah, "Jadi apa yang sebenarnya mau kau katakan?"
Ellen memalingkan pandangannya. Menimbang-nimbang sebelum beberapa saat kemudian kembali menatap Mirae dan tersenyum kecil seraya menaikkan kedua alisnya. "Tidak ada."
Verdomme, Mirae mengumpat dalam hati, ah, bahasa negara asalnya kembali dia gunakan terus menerus hari ini. Mirae mendengus jengah. Ingin rasanya dia mengusir Ellen dari sini. Bayangan wanita di kantor agensi tadi terus mengganggunya, kemudian Elisa, dan sekarang manusia satu ini walaupun dia juga masih ada hubungannya dengan Elisa. Mirae mendengus jengah.
"Kalau begitu aku yang bicara." Tatapan serius Mirae benar-benar mengarah pada Ellen, "Kenapa kau menabrak Ah Reum?"
"Kim Ah Reum?" Ellen menaikkan kedua alisnya, "Kau tau sendiri itu kecelakaan. Aku juga sudah membayar uang ganti rugi dan biaya rumah sakit."
Mirae berdecak dan mengalihkan pandangannya. Sungguh, yang di depannya sekarang ini bukanlah kakaknya. Ah, Mirae tidak ingin mengakuinya. Anggap saja Mirae benar-benar tidak mengenalnya dan orang ini datang membawa masalah. Ah bukan, cabang dari akar masalah. Wat dan ook.
"Bagaimana kau bisa kenal Min Eli?"
Ellen terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Hij is mijn vriend." (Dia temanku)
"Teman?" Mirae menautkan kedua alisnya.
"Sekarang giliranku," sela Ellen. Mirae menatapnya menunggu gadis itu melanjutkan kata-katanya, "Kenapa kau ke Seoul diam-diam?"
"Apa pentingnya untukmu?"
"Membuat orang tua kita kerepotan mencarimu?" Ellen tidak mengindahkan perkataan Mirae dan memilih melanjutkan perkataannya, "Ibu dan ayah terlalu menekanmu?" lanjutnya, "Atau karena kematian Charlotte Aloin?"
"Memangnya apa yang kau tau?" Mirae menghela kemudian berdiri dari duduknya, "Pergi dari sini."
Ellen menautkan kedua alisnya, "Je schopte me eruit?" (Kamu mengusirku?)
"Pergi," ucap Mirae dingin dengan tatapan tak sukanya.
Melihat respon Mirae membuat Ellen tertawa kecil. Ah, dia tidak menyangka akan berdebat dengan adiknya seperti ini. Tidak, dia tidak berdebat. Dia hanya menyudutkan sedari tadi. "Selamat malam, sayang," ucapnya begitu dan langsung pergi meninggalkan Mirae di sana.
Begitu terdengar suara pintu yang kembali ditutup, Mirae menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Menutup wajahnya dengan kedua tangan. Diusapnya wajahnya dengan kedua tangan dan menyingkap rambutnya ke belakang. Sesekali dia menggeleng pelan dan menyandarkan dirinya pada sandaran sofa, "Damn."
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔