Jeno dan Mirae turun bersamaan dari taksi tersebut setelah menempuh perjalanan sembari obrolan dadakan dengan paman supir taksi itu.
Tapi, mengobrol dengan paman itu membuat suasana nyaman sekali. Anggota keluarganya pasti nyaman kalau bercengkrama dengan dia, sayangnya mereka berjauhan saat ini.
Mirae menghela napasnya menatap taksi tadi yang kini menjauh, ia membenarkan letak kacamatanya, "Kuharap dia bisa berkumpul lagi dengan keluarganya." Mereka berdua sudah berdiri di depan gedung agensi SM entertaiment.
Jeno beralih menatap Mirae dengan kedua alisnya dan menurunkan masker miliknya, "Kau juga bisa berkumpul lagi dengan keluargamu," kata Jeno kemudian langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung begitu saja meninggalkan Mirae yang tengah menatap heran karena perkataan lelaki itu barusan.
Sepertinya Jeno paham maksud pertanyaan Mirae di taksi tadi.
"Tidak akan," Mirae menghela napas kemudian membenarkan letak kacamatanya sebelum akhirnya ikut menyusul Jeno masuk ke dalam gedung agensi.
"Aduh."
Seketika Mirae menghentikan langkahnya dengan wajah tertunduk dan dengan kacamatanya yang sekarang berada di lantai gedung tersebut. Sekitar lima senti dari tempat dia berdiri. Tidak terlalu jauh.
"Eh? Maaf." Mirae dapat mendengar suara panik wanita di hadapannya, "Kamu nggak papa kan?"
"Ish," Mirae menggerutu sembari meraih kacamatanya yang Berada di lantai, "Kalau jalan lihat-lihat dong─"
Mirae seketika terdiam tatkala melihat dengan jelas siapa yang ada di hadapannya saat ini. "Ellen," gumamnya.Ellen menatap Mirae dengan alisnya yang tertaut, "Rachel?"
Mirae sontak mengerjap beberapa kali mendengar ucapan Ellen barusan, namun dia berusaha untuk tenang mencoba untuk menjadi pembohong profesional, "Rachel?" Dia menaikkan kedua alisnya, "Siapa Rachel?" katanya lagi sembari memasang kembali kaca matanya, "Aku Mirae, Choi Mirae."
"Oh maaf," kata Ellen, "Kalau tidak pakai kacamata, wajahmu mirip adikku."
Mirae hanya diam mendengar perkataan Ellen barusan. Padahal di luar negeri orang-orang bilang dia mirip Irene Red Velvet.
"Ellen~~~~baby~~~"
Lantas mereka berdua, baik Mirae maupun Ellen menoleh bersamaan ke arah datangnya sumber suara. Jika ini tempat umum, orang-orang pasti sudah memperhatikan. Namun sepertinya, orang-orang di sini terbiasa dengan hal seperti ini.
"Hey," balas Ellen menyambut kedatangan Yuta.
Mirae hanya menatap keduanya datar. Memperhatikan sepasang kekasih itu. Dalam hati Mirae berkata kalau Ellen benar-benar tidak cocok dipanggil seperti itu. Jangankan dipanggil seperti itu, dari dulu dia berpikir kalau kakaknya itu tidak cocok untuk suatu hal yang bernama pacaran.
Tapi malah dapat manusia seperti Yuta. Oke, tampan sih. Tapi, ya. Ya, sudahlah. Tidak bersyukur namanya kalau Mirae masih memprotes calon kakak ipar tampan, baik, pengertian seperti Nakamoto Yuta. Kalau tidak, Mirae tidak berada di sini lagi sekarang.
"Kenapa di luar sini? Mau kemana?" tanya Yuta pada Ellen.
"Aku mau keluar. Ayah dan ibu sudah datang. Euhm, tidak enak juga lama-lama di sini."
Memperhatikan obrolan mereka berdua lagi-lagi membuat Mirae berpikir dalam hati. Ellen itu lebih pintar daripada Mirae, tapi aksen Korea Mirae sekarang jauh lebih baik daripada Ellen. Biarkan dia mengejek Ellen dalam hati sekarang.
Tapi tunggu, Ellen mau ketemu orang tuanya?
"Oke," Yuta tersenyum manis kepada Ellen, "Sampai jumpa, sayang."
Ellen mengangguk kemudian beralih ke arah Mirae, "Aku duluan, ya," ucapnya lalu menatap Yuta lagi sebelum akhirnya melangkah pergi darisana dengan lambaian tangannya yang diarahkan kepada Yuta.
Yuta masih tersenyum dan membalas lambaian tangan itu sampai akhirnya sosok Ellen hilang dari pandangan mereka berdua.
Mirae membenarkan letak kacamatanya sembari menatap Yuta dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Yuta yang ditatap seperti itu lantas merasa heran dan menautkan kedua alisnya, "Apa?"
"Baby? Sayang?" Mirae mengangkat kedua alisnya kemudian memasang ekspresi seolah-olah itu semua hal yang tidak wajar, "Nggak ada panggilan lain apa?" katanya kemudian menggeleng pelan, "Apa Ellen tidak geli dipanggil seperti itu?"
Mendengar ekspresi dan perkataan Mirae lantas membuat Yuta tertawa karenanya, "Makanya, punya pacar, biar tau."
Pacar? Yang benar saja.
"Oh iya. Yang trauma sudah diselingkuhi dua ka ─ADUH, Choi Rachel!" Yuta auto tertunduk memegangi kakinya dengan wajah menahan sakit setelah kata-katanya barusan dipotong oleh tendangan Mirae dan sepatunya pada tulang kering Yuta.
"Walaupun kau kakak ipar, aku tidak segan-segan, ya, membunuhmu."
"Aish," Setelah rasa sakit akibat tendangan di kakinya agak berkurang, Yuta kembali berdiri tegak dan menatap Mirae, "Coba lihat, bagaimana mau dapat pacar kalau modelan kayak gini? Taeyong juga kayaknya nggak mau."
Ha? Taeyong? Mendengar namanya membuat Mirae berdecak meremehkan, "Lagipula juga nggak ada yang mau tuh sama dia," katanya sembari melangkahkan kakinya hendak menyingkir dari hadapan Yuta. Terlalu lama bersama Yuta bisa membuatmu gila.
Namun Yuta menarik lengan baju Mirae hingga membuat Mirae kembali melangkah mundur ke hadapan Yuta. Mirae menaikkan kedua alisnya, "Apa?"
"Orang tuamu ada di sini." Raut Wajah Yuta berubah menjadi serius.
"Lalu?"
Melihat respon Mirae malah membuat Yuta menghela napasnya, "Kalau kau ketemu mereka dan mereka mengenalimubagaimana?"
"Kau tinggal membantuku."
"Membantumu?" Yuta mengangkat kedua alisnya, "Pertama-tama, kau harus memberitahuku, kenapa kau kabur dari rumah seniat ini sampai merubah identitas dan wajah?"
Mirae lantas melipat kedua tangannya di depan dadanya, "Pertama-tama, kau harus memberitahuku, kenapa aku harus memberitahukan itu?"
Mendengar perkataan Mirae barusan sontak membuat Yuta otomatis merotasikan bola matanya, "Kau bilang mau kubantu?"
"Memang begitu caranya membantu?" Mirae ikut merotasikan matanya meniru apa yang dilakukan Yuta barusan, "Astaga, baby."
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔