"Dia tidak koma kan?"
Mendengar pertanyaan Jeno yang tengah berdiri memandangi Kim Ah Reum yang masih belum sadar membuat Mirae menghela napasnya.
Ia yang duduk di sisi ranjang rawat Ah Reum sontak menoleh menatap Jeno. "Lee Jeno, sayang," ucapnya dengan nada lembut yang dibuat-buat, "Kalau dia koma nggak akan ada di sini tapi di ICU," kata Mirae gemas kemudian berdecak, "Punya artis asuhan bego gini, ya Tuhan."
"Ya habisnya dia tidak bangun." Jeno mengusap tengkuk lehernya.
Mirae hanya menatap tak percaya. Ah Reum kan masih dalam pengaruh obat bius, begitu saja pusing. Dia pikir Jeno pintar.
"Kembali ke dorm," kata Mirae pada Jeno kemudian, "Tidak seharusnya kau kelayapan begini."
Jeno menaikkan bahunya menatap ke sembarang arah, "Kan aku sama manager."
Benar juga, pikir Mirae. Gadis itu kemudian berdiri dari duduknya, "Yasudah, ayo pulang."
"Lalu kau mau meninggalkan Ah Reum sendirian?" Jeno menaikkan kedua alisnya menatap Mirae yang hendak melangkah pergi.
Benar juga. Mirae mengurungkan niatnya untuk pergi darisana. Bagaimana bisa membiarkan anak ini sendirian. Tapi dia juga akan kena masalah kalau Jeno kelayapan disini. Susah memang jadi artis.
"Tunggu sampai dia bangun saja," kata Jeno kemudian berbalik menuju ke arah sofa yang disediakan di ruang rawat, "Atau sampai keluarganya datang mungkin?"
"Apa dari Busan ke Seoul jauh?" Mirae mengangkat kedua alisnya menatap Jeno.
"Ya," Jeno mengangkat kakinya ke atas sofa mengubah posisinya menjadi berbaring, "Berlama-lama saja kita disini."
Mirae memperhatikan Jeno yang sudah berselonjoran di sofa ruang rawat dan dengan ponsel yang sekarang berada di hadapannya kemudian menghela pelan, "Ini bukan rumahmu, Jeno. Sopan sedikit."
"Kan ini ruang rawat Ah Reum. Suka suka dong. Gimana sih?"
Jeno langsung mendudukkan dirinya tiba-tiba ketika matanya melihat seorang lelaki membuka pintu dan masuk membuat Mirae juga ikut menoleh.
Lelaki itu langsung melangkahkan kakinya mendekati Ah Reum.
Lelaki tinggi, putih, dengan surai hitam yang sedikit berantakan dan mata coklat, tidak terlalu sipit sih. Kalau mau didefinisikan dengan satu kata, ya, tampan.
Mirae dan juga jeno menatap lelaki yang sudah berdiri bersebrangan dengan Mirae ini dengan seksama.
Mirae menaikkan kedua alisnya, "Siapa ─"
"Kakak Ah Reum," jawab lelaki itu cepat sebelum Mirae menyelesaikan pertanyaannya.
"Aaah" Mirae langsung mengangguk paham. Sebenarnya, dia tidak tahu kalau Ah Reum punya kakak laki-laki.
"Mirae, ayo pulang." Jeno langsung berdiri dari duduknya, menaikkan masker dan membenarkan letak topinya, "Keluarganya sudah datang."
Mirae diam sejenak sebelum akhirnya ikut berdiri dan mengangguk.
Kakak laki-laki Ah Reum tadi langsung menoleh ke arah Jeno, "Lee Jeno?"
Jeno melirik sekilas melalui matanya di bawah topi yang dikenakannya. Sekilas dan kemudian langsung melangkahkan kakinya pergi begitu saja.
Mirae menatap Jeno yang sudah menghilang dari balik pintu dan lelaki di depannya secara bergantian. Lelaki itu tersenyum miring ke arah pintu lantas membuat Mirae heran.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Mirae juga ikut berbalik pergi keluar dari ruang rawat Ah Reum, menyusul Jeno yang sudah menghilang duluan.
Begitu menyusuri koridor rumah sakit, Mirae tiba-tiba teringat satu hal. Ellen.
Gadis itu langsung memutar langkahnya sambil mengingat-ingat dimana tadi dia menemukan bangsal tempat Ellen dirawat. Semoga saja Ellen masih ada di sana.
Mirae menghentikan langkahnya ketika berhenti di depan salah satu ruangan yang terletak beberapa jarak dari ruang operasi. Ya, disini ruangannya.
Ia melangkah mendekat ke ruangan itu, meraih gagang pintunya dan membuka secara hati-hati.
Matanya menemukan Ellen yang duduk di sofa yang terletak di sisi kanan ruang rawatnya. Ia mengamati, membuka sedikit lagi pintu ruangan tersebut sampai matanya menemukan sosok yang sedari tadi berbincang dengan Ellen.
Sebegitu seriusnya mereka hingga tidak menyadari keberadaan Mirae disana.
Mirae mengerjap beberapa kali setelah melihat dengan jelas gadis di hadapan Ellen itu. Ia membenarkan letak kacamatanya. Mirae masih bisa mendengar obrolan mereka berdua.
"you must resolve at police office."
***
Mirae memarkirkan mobil manager Nam yang belum dikembalikannya di areal parkir dorm.
Ia dan juga Jeno lantas langsung membuka seatbelt dan turun dari sana.
Jeno menautkan alis menatap Mirae, "Kukira kau cuman mengantarku."
Mirae menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Jeno, "Mau ketemu Renjun," ucapnya sekilas kemudian langsung beranjak pergi meninggalkan Jeno yang masih berdiri di depan mobil tersebut.
Mirae masuk begitu saja setelah menekan tombol interkom nya. Mendapati Jisung dan Renjun yang tengah bermain game di ruang tengah.
"Renjun,"
"Mirae noona? Kau datang?" sahut Renjun tanpa menoleh dengan fokus yang tidak lepas dari ponselnya. Begitu juga dengan Jisung. Kebiasaan anak laki-laki kalau sudah berhadapan dengan game.
"Aku mau bicara," kata Mirae namun Renjun hanya diam saja dengan mata yang fokus ke layar ponsel. Secara tidak langsung mengisyaratkan Mirae untuk melanjutkan kata-katanya dengan keadaan yang seperti ini saja. "Huang Renjun," panggil Mirae lagi.
"Oke, oke." Renjun langsung melepaskan ponselnya secara otomatis dan berdiri dari duduknya menatap Mirae, "Sepenting apa?"
Mirae menghela napas kemudian berbalik sambil mengisyaratkan Renjun untuk mengikutinya hingga beberapa jarak di dekat pintu masuk dorm.
Mereka berdua berdiri bersebrangan. Renjun menatap Mirae menunggu gadis itu mengatakan apa yang ingin dikatakannya.
"Aku mau tanya."
Renjun menautkan kedua alisnya masih menunggu Mirae untuk melanjutkan.
"Kau tau sesuatu kan? Tentang ─Elisa?"
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔