"Ellen, tidak bisakah kau bicara dengan mereka?"
Ellen menautkan kedua alisnya. Mirae membawa gadis itu ke ruang latihan yang biasa dipakai oleh para member, "Untuk apa?"
"Bantu aku." Dari nada suaranya, Mirae benar-benar memohon kepada kakak perempuannya yang satu itu, "Aku tidak mau kembali ke rumah."
"Kau sudah keterlaluan. Mana bisa aku membantumu." Usai mengatakannya malas, Ellen hendak berbalik pergi meninggalkan Mirae di ruang latihan. Namun langkahnya terhenti begitu saja mendapati pintu ruangan yang terbuka perlahan, ia menghela pelan ketika melihat sosok di balik pintu itu, "Kita di luar saja," ucapnya sembari mendorong kembali Yuta yang keheranan keluar.
"Mereka sudah baikan, ya?" Mirae menautkan alis membenarkan letak kacamatanya, menengok ke arah pintu ruang latihan. Ia mengidikkan bahu tak peduli dan menghela napas sedetik kemudian, memikirkan hidupnya ntah apa yang harus dia lakukan setelah ini. Rasanya mau jadi semangka saja.
Tak lama perhatian Mirae kembali teralihkan kepada pintu ruangan yang terbuka untuk kedua kalinya. Mirae menaikkan alis. Itu Haechan, yang sepertinya sudah menjalani pemotretan dilihat dari penampilannya sekarang, atau mungkin baru mau melakukannya.
"Mirae noona 'kan?" Haechan bertanya ragu sembari masuk dan menutup kembali pintu tersebut.
Mirae menghela napasnya, "Mirae, Choi Mirae."
"Apa ini pertama kalinya aku bicara dengan manager noona?"
"Tidak usah panggil aku begitu. Namaku Mirae, Choi Mirae, tidak pake noona." Sepertinya ini pertama kali mereka berdua saling bicara, iya kan? Mirae juga tidak mengingatnya. Masih untung dia mengenali lelaki di hadapannya itu.
"Tapi Renjun memanggilmu noona kok." Haechan malah menautkan kedua alisnya menatap gadis berkacamata di depannya, "Kan aku seumuran dengan dia, jadi kupanggil noona juga kan? Atau jangan-jangan noona ini tidak mengerti budaya Korea, ya?"
Tuh kan. Haechan belum tau tentang Mirae yang tidak terlalu suka dipanggil noona tengah usia mereka hanya berbeda satu tahun. Yang memanggilnya noona disini hanyalah Chenle dan Jisung, ya dia maklumi itu. Dan si bandel Renjun. Mirae membenarkan letak kacamatanya, menatap Haechan memberikan pengertian, "Cukup Renjun, ya. Kau jangan."
"Curang sekali. Aku mau panggil noona juga."
Mirae menahan napas, ah ya sudahlah. Benar-benar. Ellen saja tidak dia panggil dengan sebutan eonni. Tapi di Belanda memang tidak memakai panggilan semacam itu sih. Yang benar saja kan di Belanda memakai panggilan bahasa Korea, kenapa jadi aneh begini, Mirae.
Mirae menghela, "Pemotretanmu sudah selesai?"
"Selesai gimana? Baru mau mulai kok." Haechan menjawab, berjalan melewati Mirae menuju ke sudut ruangan. Mengambil sebuah tas berwarna hitam yang berada di pojokan sana "Aku mau ambil ini," katanya menyampirkan tas ransel itu ke bahu kanan dan kembali mendekat ke arah Mirae, "Oh iya, tadi Taeyong hyung mencari noona."
"Apa pamanku bersama kalian?" tanya Mirae. Melihat alis Haechan yang terangkat ia kemudian melanjutkan, "Manager Choi Jiseok."
"Aah." Haechan mengangguk, "Iya dia di sana dengan manager Nam juga tadi, dengan stylist noona, terus ada staff yang lain juga, ada Jaemin, ada Jeno, ada Ren ─"
"Haechan -ssi," Haechan otomatis langsung menghentikan kalimatnya. Mirae menatap malas dan lagi-lagi menghela, wah, sepertimya dia yang salah mengira dan di awal berfikir kalau Haechan itu pemalu dan pendiam. "Lebih baik kau kembali sebelum mereka mencarimu."
"Oh iya, benar juga." Lelaki itu baru menyadari kalau dia terlalu lama di sini hanya untuk mengambil sebuah tas, pasti yang lain sedang menunggunya. Lantas lelaki itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kepada Mirae, "Aku pergi dulu, ya, noona." Ucapnya langsung melangkah meninggalkan Mirae di ruangan itu.
Mirae menggeleng pelan. Mengira mereka semua pendiam memanglah pemikiran yang salah sepertinya. Tidak tau apa yang harus dilakukan sekarang, gadis itu membenarkan letak kacamatanya dan berbalik hendak meninggalkan ruangan. Lebih baik dia mengikuti Haechan saja.
"Astaga!" Mirae langsung berbalik ketika hendak membuka pintu. Ah, setan seperti apalagi yang membuatnya kaget untuk kedua kalinya sekarang. Perlahan ia mencoba berbalik untuk melihat apa yang berada di ambang pintu barusan, kedua alisnya tertaut dan menghela sedetik kemudian, Lee Taeyong lagi. "Kenapa sih suka bikin kaget!?"
"Ya, kau kenapa suka muncul tiba-tiba?"
Eh? Sebentar. Mirae membenarkan letak kacamatanya, "Kau yang muncul tiba-tiba, payah."
Baru menyelesaikan kalimatnya, sebuah jitakan dari tangan kanan Taeyong mendarat di jidat gadis itu membuatnya sontak langsung memegangi jidat, membalasnya dengan sebuah tendangan ke area tulang kering Taeyong.
Lelaki itu meringis tanpa suara memegangi kaki kanannya, "Kau ini anak siapa sih?" ujarnya kesal. Untung saja Mirae tidak mengeluarkan semua tenaga yang ada di kaki kanannya. Astaga, Taeyong menemuinya hanya untuk mengembalikan kunci mobil yang tadi dia pinjam. Memang, berurusan dengan Mirae adalah sebuah pilihan yang salah pikirnya.
Mirae menyodorkan telapak tangan ke hadapan Taeyong dan mengangkat kedua alisnya, "Kau mau mengembalikan kunci mobil kan?"
"Kok tau?" Taeyong langsung membenarkan kembali posisinya, berdiri tegak menghadap Mirae. Tendangan Mirae masih sedikit terasa pada kakinya itu.
Gadis itu menghela napas menatap Taeyong malas, "Kau habis meminjam mobilku, lalu mau ngapain lagi mencariku kalau bukan mengembalikan kunci mobil? Atau kau rindu padaku ya?"
"Tau darimana aku mencarimu?" Taeyong menautkan kedua alisnya. Benar-benar suka memperpanjang masalah sepertinya, padahal tinggal kembali ke tujuan awal. Mengembalikan kunci mobil.
"Tadi Haechan bilang," balas Mirae, "Kau tidak benar-benar rindu padaku kan? Kau menyukaiku ya? Sejak kapan? Haha, aku tidak menyangka."
"Astaga, bisa diam tidak?" Taeyong merotasikan matanya jengah. Mengapa dia harus bertemu gadis macam ini, di tempat kerja pula. "Siapa juga yang mau menyukai gadis aneh sepertimu? Lihatlah, masih banyak yang lebih waras di tempat ini."
"Terserah, kembalikan saja kunci mobilku." Telapak tangannya kembali disodorkan di hadapan Taeyong. Dalam hatinya tertawa, padahal dulu di sekolah dia menolak banyak cowok. Sekalinya menerima, eh diselingkuhin.
Taeyong merogoh saku celananya dan mengeluarkan kunci mobil dari sana, langsung meletakkannya di telapak tangan Mirae sebelum akhirnya gadis itu menarik kembali tangannya lalu memicingkan mata ke arah Taeyong, "Bilang apa?"
"Makasih."
Taeyong hendak berbalik, namun Mirae menahannya membuat lelaki itu mengurungkan langkah menatap Mirae heran dengan kedua alis yang terangkat ke atas. Apalagi sekarang?
"Ucap yang benar."
Lelaki dengan nama lengkap Lee Taeyong itu menghela. Lain kali sebaiknya tidak berurusan dengan Mirae, "Terima kasih, Choi Mirae."
Setelah mendengar ucapan Taeyong, gadis itu langsung tersenyum penuh kemenangan. Seperti apa saja. Ia membenarkan letak kacamatanya, "Oke, diterima."
Taeyong menatap Mirae dengan tatapan anehnya dan menggeleng pelan, "Aneh ini cewek."
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Manager || NCT Dream ✔✔
FanfictionMenjadi manager? Choi Mirae bahkan masih berfikir, apa itu sebuah berkah atau cobaan. Completed✔