BAB 4

1.9K 199 50
                                    

Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤

🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------

"Axele," panggilku setelah beberapa kali mengetuk pintu kamarnya, tapi tidak ada suara dari dalam. Aku memberanikan diri membuka sedikit pintu kamarnya, lalu mengintip sedikit ke dalam. "Boleh aku masuk?"

Axele yang tengah duduk santai di atas kasur, dia mengangguk dan menyingkirkan buku yang sedang dia baca dari hadapannya.

"Ada apa?"

"Tidak. Apa aku mengganggumu?" Aku duduk di kasur tepat di sisinya.

"Tidak."

Hening. Aku sendiri tidak tahu untuk apa aku datang ke kamarnya. Selama beberapa detik kami hanya saling menatap satu sama lain, saling menunggu siapa yang akan bicara lebih dulu.

Aku tersenyum menahan tawa. "Buku apa yang kamu baca?"

"Tips menghadapi istri yang nakal." Dia menyungging senyum.

Aku tertawa geli, tentu saja bukan itu yang dia baca. "Lalu apa kata buku itu?"

"Pukul dan siksa dia hingga patuh. Jika masih keras kepala, bunuh dan beri makan anjing saja tubuhnya."

"Hey! Itu tidak lucu!" Aku memajukan bibirku kesal sedangkan dia menatapku dengan senyum tipis di wajahnya.

"Apakah dokter telah datang memeriksamu?"

"Sudah, terima kasih. Berkatmu aku punya tato baru di punggung." Aku tertawa kecil menyinggungnya.

"Maaf untuk tadi siang." Axele menatapku lekat-lekat. "Lain kali ikuti perkataanku, dan jangan melakukannya lagi. Jangan salahkan aku jika selanjutnya bukan hanya punggungmu yang terluka, tapi kepalamu akan berlubang."

"Aku minta maaf. Aku keras kepala."

Lagi-lagi keadaan kembali hening. Axele mengambil kembali buku yang dia baca tadi. Sepertinya membaca buku itu lebih menarik dibandingkan berbicara denganku.

"Ehm... aku sudah tahu tentang penyakitmu." Senyum tipis yang ada di wajahnya langsung berganti dengan tatapan mengintimidasi. "George yang memberitahuku."

"Persetanan dengan lidahnya. Apa dia bosan hidup?"

"Justru berterima kasihlah padanya. Kalau bukan karena George, aku tidak akan tahu apapun tentangmu, dan mungkin sekarang aku masih tidak ingin melihat wajahmu setelah ucapanmu tadi siang." Aku berhenti sejenak menunggu reaksinya. "Kamu orang pertama yang memakiku dengan kata 'jalang'."

"Jadi, kamu menyesal sekarang?" Dia mulai menaikkan nada bicaranya.

"Apa? Tidak, bukan itu maksudku―"

Dia tertawa miris. "Kamu pasti berpikir kalau aku gila. Dengar ini baik-baik, jangan menunjukkan wajah seolah aku perlu dikasihani! Simpan simpatimu dan urus saja dirimu sendiri."

"Axele!" Tanpa sadar aku meneriaki namanya dan nada bicaraku meninggi. "Aku hanya ingin kamu lakukan terapi untuk menyembuhkan phobiamu!"

Tiba-tiba ditarik tanganku dan ditatap mataku olehnya dengan tajam. "Jangan pernah sekali-kali kamu berani berteriak padaku."

Aku hanya terdiam dan membalas menatapnya tajam.

Axele melepaskan cengkramannya dan kembali mengatakan sesuatu yang aneh. "Di dunia ini aturan mainnya adalah siapa yang lemah maka dia yang akan mati. Jadi jika kamu berpikir bahwa aku orang gila, psychopath, maka jawabannya YA! Lebih baik seperti itu daripada baik, lemah dan tidak berguna!" Napasnya memburu, sorot matanya yang tajam dengan senyum miris yang terlihat samar. "Mereka semua harus takut dan tunduk padaku!"

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang