Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤
Di baca sampai habis yaaa....
🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------
Sinar lampu yang menyala terang, membuat Axele mengerjapkan mata beberapa kali. Pandangan matanya menatap menyelusuri setiap inci ruangan. Nakas putih, Lemari pakaian ukuran besar, dan meja rias. Semua benda di kamarnya meninggalkan sebuah perasaan yang familiar. Sekelebat ingatan muncul satu persatu, suara-suara, dan potongan gambar peristiwa mulai muncul berhamburan.
Axele menyernit kesakitan. Ingatannya perlahan kembali, tepatnya pada kejadian sebelum dia jatuh pingsan.
Sebuah wajah terbesit dalam benaknya, membuat Axele langsung bangkit dari tidurnya. Saat itu, kepalanya berdenyut hebat. Kakinya yang terasa berat untuk di gerakan, membuat Axele menyingkap selimutnya. Perbuatan Elphizo terakhir kali membuat kakinya patah dan harus di gips. Tanpa pikir panjang, dia menyeret kakinya ke tepi kasur. Axele melepaskan jarum infus yang menancap di punggung tangannya dengan kasar.
Di saat besamaan, terdengar suara derap kaki yang diiringi derit pintu terbuka.
"Axele?" Matteo muncul dari balik pintu membawa secarik kertas medis. Melihat posisi Axele yang tengah berdiri dengan satu kaki, berpegangan dengan tiang infus. Hal itu membuat Matt kesal. "Apa yang kamu lakukan, kembali ke kasur. Tubuhmu masih lemah."
Axele menatap tajam ke arah Matteo, mengisyaratkan penolakan. Matteo menghela napas kemudian kembali bersuara. "Setidaknya duduklah dulu. Kakimu itu patah, bukan salah urat. Aku akan minta pelayan membawakan kursi roda."
Melihat Axele yang masih kekeuh dengan keinginannya membuat Matteo mulai kehilangan kesabarannya. "Duduk. Jika kamu tidak mau melakukannya untuk dirimu, setidaknya lakukan ini untuk Chessy." Ucapan Matteo berhasil melunakkan ego Axele. Pada akhirnya dia memilih untuk mengalah.
Matteo kembali memasangkan jarung infus di tangannya. Lalu, dia berkutat dengan peralatan medis yang terpasang di sekitar tempat tidur.
"Berapa lama aku tertidur?" tanya Axele sembari menatap kosong ke depan.
Matteo melirik ke arah Axele sebentar, lalu kembali asik dengan tabung infus di genggamannya. "Sekitar... empat belas jam?"
"Chessy?" tanya Axele menggantung. "Dimana dia?"
Matt menghela napas. "Kamu tidak penasaran dengan hasil ronsenmu?"
"Kamu tidak menjawab pertanyaanku."
"Kamu juga menanyakan hal yang sama saat kamu hilang ingatan waktu itu. Wanita yang―"
"Apa kamu paham bahasa manusia?" tanya Axele kesal. "Aku bertanya, dimana Chessy!?"
"Dia―dia ada di sini." Matteo terlihat ragu. "Di ruangan lain."
"Bawa aku ke tempatnya sekarang."
"Aku tahu kamu akan mengatakan itu." Matteo tersenyum miris. "Istirahatlah dulu, kesehatanmu jauh lebih penting saat ini."
"Aku tahu mana yang penting dan tidak. Minta pelayan bawakan kursi rodanya sekarang."
"Tidak bisa. Kamu harus istirahat," tolak Matteo.
Axele mengangkat kepalanya menatap mata Matteo dengan sinis. "Baiklah. Biar aku yang cari sendiri ruangannya."
Matteo menahan pundak Axele dan membuatnya kembali duduk. "Duduk. Kamu tidak dalam kondisi bisa berjalan dengan kedua kakimu!"
"Beruntung salah satunya patah, atau sudah kuhabisi kamu saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Villains✅
RomancePublished : 02/02/2020 ✖ DON'T COPY MY STORY‼✖ Axele Archiller, dia tidak lebih dari seorang pria yang punya masalah dengan EQ tingkat rendah dan untungnya dia terlahir kaya dan tampan. Hanya saja nasibnya kurang beruntung karena harus menikahi seor...