Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------Aku keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih setengah basah. Pandanganku menatap sekeliling, tidak tahu sudah berapa lama aku meninggalkan kamar ini. Hampir setahun, mungkin. Sebelumnya aku dikirim bertugas di luar negeri, setelah kembali pikiran pertamaku adalah mengambil cuti. Alih-alih mendapatkannya, aku malah disuruh untuk menikah.Entah seberapa jelek ekspresiku saat menerima instruksi itu. Kalau diingat kembali, aku merasa konyol sekarang.
Kelihatannya pergi mengambil cuti adalah pilihan terbaik saat ini. Ada hal penting yang harus aku tanyakan pada bunda Friska. Lebih dari itu, aku sedang tidak dalam kondisi dimana bisa tinggal di tempat ini. Bukan karena teman sekamar atau kondisi kamarku, melainkan tempat dan nama dimana aku tinggal saat ini. Perkataan Axele waktu itu terus terngiang di kepalaku, dan itu sangat mengganggu.
Kami para agen diberikan fasilitas yang terbilang mewah. Satu kamar asrama berukuran besar untuk dua agen. Pendidikan yang terjamin, adanya biaya tunjangan, ditambah gaji yang kita dapat perbulannya itu tidak kecil. Semua yang VSA berikan selama ini membuatku masih sulit mempercayai ucapan Axele. Apa yang aku terima dari mereka berbeda dengan yang Axele ceritakan. Walau tidak bisa dipungkiri kalau adanya kemungkinan VSA menyembunyikan sesuatu. Golongan darahku adalah salah satu kejanggalannya.
Aku mengeluarkan kalung pemberian Axele dari saku celana yang kupakai tadi. Aku menatapnya lama, sebelum akhirnya membuang kalung itu ke tempat sampah. Aku merebahkan diriku di atas kasur, berusaha memejamkan mata.
"Tidak," kataku dengan mata terpejam. "Tidak bisa." Aku langsung bangun dan menarik napas panjang. Dengan perasaan kesal dan campur aduk, aku mengorek tempat sampah untuk mengambil kembali kalung itu. Aku membungkus kalung itu dengan kain kecil dan memasukkannya ke dalam kotak penyimpanan milikku.
"Aku akan membuangnya nanti," kataku pada diriku sendiri. Kemudian, pandanganku tertuju pada sebuah ponsel yang Axele belikan untukku. "Bagaimana bisa kamu lupa membuangnya di jalan, Chessy," gumamku setengah panik.
'Dokter Matt, 36 missed called'.
Aku menghela napas kasar. Aku benci merasa kacau seperti ini. Tanpa berpikir panjang, aku melempar ponselku ke sudut ruangan hingga hancur. Mereka tidak boleh mencariku, atau mereka akan mendapatkan masalah. Aku hanya berharap dokter Matt cukup berguna untuk bisa menyembuhkan Axele.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Judith datang dengan wajah lelah. Dia manatapku sebentar, lalu mengikuti arah pandangku ke lantai. Saat dia menemukan keadaan ponsel itu, dia mengusap wajahnya kasar.
"Hei, seperti inikah caramu menyambut teman sekamarmu?"
"Aku butuh yang baru," jawabku lesu.
Judith menatapku lekat-lekat. "Apa ada sesuatu yang menganggumu?"
"Tidak ada, aku baik-baik saja."
"Kamu tahu kalau aku bisa melihat kebohonganmu, bukan?" Judith melipat kedua lengannya di depan dada dan menatapku yang terduduk lesu di atas kasur.
"Aku hanya bingung harus memulainya darimana." Judith terlihat gelisah dan beberapa kali melihat ke arah jam tangannya. "Apa kamu sedang bertugas?"
"Tidak juga, tapi aku harus membersihkan kekacauan yang kamu buat." Judith mendengus kesal.
"Aku? Apa yang aku lakukan?"
Judith menatapku serius, dia melangkah lebih dekat ke arahku. "Chessy, kamu percaya padaku, kan?"
"Tergantung. Apa kamu benar-benar akan menembakku dengan senjata kejut, kalau aku berbohong?"
"Pertanyaanmu sudah terjawab. Kamu tidak akan ada di kamar ini kalau aku mengatakan yang sebenarnya, Chessy. Kamu tidak membunuh Axele, benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Villains✅
RomancePublished : 02/02/2020 ✖ DON'T COPY MY STORY‼✖ Axele Archiller, dia tidak lebih dari seorang pria yang punya masalah dengan EQ tingkat rendah dan untungnya dia terlahir kaya dan tampan. Hanya saja nasibnya kurang beruntung karena harus menikahi seor...