BAB 49

812 84 18
                                    

Hi Wellcome Back!

Hope you enjoy my story🖤

🖤HAPPY READING🖤

--------------------------------------------------------

"AAAA!!!!!"

Teiakan seorang wanita membangunkanku dari tidur. Masih dalam kondisi mengumpulkan nyawa, aku menggaruk kepalaku yang terasa kebas. Aku tidak tahu kenapa mereka semua tidak bisa membiarkanku tidur atau bangun dengan tenang. Pasti selalu ada sesuatu yang akhirnya memaksaku harus langsung bangun dari kasur ini.

"Axele," panggillku sembari menggoyangkan tubuhnya pelan. "Axele, bangun."

Dia menarik dan mendekapku dari belakang. "Axele, kita harus mengecek asal teriakan itu."

"Aku yakin yang lain sudah pergi memeriksanya."

"Jam berapa ini?" Aku bergeliat mencoba mengambil ponselku di atas nakas.

'BRAK!' tiba-tiba pintu kamar kami dibuka dan terbanting keras. Elphizo tengah berdiri di depan pintu dengan raut wajah khawatir.

"El?" Mendengar nama itu disebut, sontak membuat Axele membuka matanya, dan menatap kesal.

"Maaf, aku seharusnya mengetuk, tapi ini darurat." Napasnya tersenggal-senggal. "Judith, dia...."

"Katakan dengan jelas, El. Jangan buat orang panik."

"Lia menemukan mayat Judith di taman belakang mansion."

Perkataan Elphizo langsung membekukan otakku. Mendengar hal itu, aku langsung melompat dari kasur dan lari ke arah taman belakang.

Sesampainya di sana, sudah ada Lia, dokter Matt dan Max. Mereka sedang mengerumuni sesuatu. Aku masuk ke tengah – tengah mereka, dan saat itulah aku melihat seoongok mayat yang hangus terbakar. Bau amis, gosong dan nyengat menusuk masuk ke lubang hidung.

Seketika perutsku serasa diaduk. Aku lari ke menjauh dari tempat itu dan mencari tepian, dan mengeluarkan semua isi perutku. Kepalaku terasa di tekan dari segala arah, dan perutku terasa perih.

Axele membawakan sapu tangan untukku, dan kugunakan untuk membersihkan mulutku. Aku menatapnya nanar. "Ju-judith... dia―"

Tanganku gemetar hebat. Aku tidak bisa lagi menahan air mata yang sedari tadi siap mengalir deras. Axele menarikku dalam dekapannya, dan menenggelamkan wajahku. "Tenanglah, kita akan buat siapapun yang melakukan ini membayar perbuatan mereka."

Tangisanku pecah. Aku hanya bisa terus meraung tidak jelas, dan mencengkram kuat-kuat baju Axele. Masih sulit untukku percaya kalau Judith sudah tidak ada. Jantungku serasa ditikam oleh ribuan jarum. Kerongkonganku mengeras, aku kesal, marah, semua emosi bercampur jadi satu.

"Siapa yang menemukannya pertama kali?" tanya dokter Matt.

"Aku," jawab Lia. "Pagi ini, saat melihat selimut Judith, aku sadar kalau dia tidak kembali ke kamar kemarin malam. Saat itu aku mencarinya ke seisi rumah, lalu aku menemukannya dalam keadaan seperti ini."

"Siapa yang berani melakukannya? Pengawasan keamanan di rumah ini sangat ketat. Tidak mungkin orang luar bisa masuk ke dalam." Max mengerutkan dahinya dan menatap semua orang.

Aku mendorong Axele menjauh. "Chessy," panggilnya ketika aku berjalan cepat ke salah satu di antara mereka.

'PLAK!'

Tamparan keras mendarat tepat di pipi kanan Max. "Aku tidak tahu kalau kamu aktor yang hebat. BERHENTI MEMASANG WAJAH SEDIH ITU, B@NGS*T! KAMU YANG MEMBUNUHNYA!"

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang