BAB 27

1K 120 81
                                    

Hi Wellcome Back!
Hope you enjoy my story🖤

🖤HAPPY READING🖤
--------------------------------------------------------

Dengan segelas air yang terisi penuh, aku menguyur Fredella yang tengah tertidur. Selang beberapa detik, dia terbangin dan memegang rambutnya yang kebasahan. Tepat seperti bayi yang tidak mengerti apapun, pandangannya sangat kosong.

"Maaf, aku harus membuktikan sesuatu." Masih sama seperti biasanya, dia tidak merespon ucapanku. "Fredella, aku agent VSA."

"Iaaha oofiim..."

"Fredella," panggilku sekali lagi. Aku menyungging senyum. "VSA."

"Iaaha oofiim..."

Aku tersenyum kecil. Itulah kata kuncinya. Beberapa waktu yang lalu, aku baru menyadarinya. Fredella hanya berbicara saat aku menyebut nama VSA, keberadaan Fredella sangat dirahasiakan, dan Axele pernah menyebut benda dengan kata 'dia'.

File itu bukan sebuah benda. Jika tebakanku benar, file itu adalah orang. Itu cukup menjelaskan kenapa Axele memotong lidahnya, kenapa dia hidup tanpa jiwa. Dia hidup seolah bukan untuk dirinya, karena dia bukan lagi hidup sebagai manusia yang utuh. Dia hidup hanya sebagai wadah.

Otak adalah pusat informasi, benar?

Jika apa yang aku pikirkan ini benar, untuk melihat filenya, kita harus bisa memproyeksikan informasi yang tersimpan di otaknya tanpa harus memintanya bicara artau menulis.

Ini mungkin terdengar konyol, tapi dokter dan ilmuwan yang bekerja untuk VSA seharusnya cukup mampu menemukan cara untuk mengeluarkan informasi itu dari kepalanya. Sayangnya ada kemungkinan juga aku salah tentang Fredella, yang artinya itu akan jadi berita buruk untukku.

Aku hanya punya satu kesempatan untuk menembak.

Aku kembali ke meja tempat Axele meletakkan alat perkakas tadi, dan mencari sesuatu yang kupikir tadi ada di sana. Aku sempat melihat ada satu gelas bubuk mesiu tadi. Kukeluarkan gelas berisi bubuk berwarna abu gelap itu, dan membuka penutupnya. Dengan ujung jari aku mencoba mengambil sedikit bubuk itu, dan benar itu yang aku cari.

Begitu mengetahuinya, aku langsung mengeluarkan semua zat yang Axele simpan di laci lainnya. Aku menarik napas dalam-dalam begitu membuka laci itu, baunya begitu menyengat di hidung. Kutatap satu persatu label nama yang tertulis di setiap gelas. Hampir sebagian besar zat yang ada di sini tidak aku kenali dan banyak diantaranya yang memiliki gambar api. Menurut pengalamanku sebelumnya, api adalah pertanda baik.

"Ya, siapa peduli. Cukup campurkan saja semuanya," gumamku.

Tidak ada salahnya juga, kalau aku sampai harus meledakkan seperempat rumah ini. Rumah ini sudah cukup besar untuk Axele seorang diri, dan sepertinya dia juga tidak keberatan.

Aku mencampur beberapa bahan yang menurutku cukup berguna untuk menambah percikan, kemudian memisahkan sedikit bubuk mesiu untuk membuat sumbu. Singkatnya, aku merakit bom. Semoga saja ledakan ini tidak sampai meledakkan aku juga. Aku mengisi bathtub dengan air hingga penuh, kemudian menyuntikkan obat bius pada Fredella.

"Maaf, aku harus melakukan ini lagi, tapi aku janji akan membawamu keluar dari sini." Aku tidak tahu berapa banyak obat bius yang sudah Fredella dapat hari ini, tapi itu cukup membuatku sedikit merasa bersalah. Setelah dia tertidur, aku membuka rantai yang mengikatnya dan memasukkan ke dalam bathtub.

Perang akan segera dimulai. Aku merekatkan satu kaleng bubuk mesiu di bagian atas pintu dengan plester hitam besar yang merupakan salah satu 'koleksi' Axele. Aku mengesekkan bubuk mesiu yang tersisa hingga menimbulkan percikan, percikan menjadi api yang membakar kain tipis dimana terikat menjadi satu dengan sumbu bom. Api terus membakar mengarah pada sumbu. Tanpa menunggu lagi, aku mengambil dua buah pisau dan satu obat bius untuk berjaga-jaga. Kemudian, aku langsung bergabung dengan Fredella di dalam bathtub.

Perfect Villains✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang